Monday, September 17, 2018

Upacara Rajasawala dan Mepandes




Dupa berasal dari wisma yaitu alam semesta menyala dan asapnya bergerak keatas, pelan-pelan menyatu dengan angkasa. Hal itu yang melambangkan sebagai penuntun umat, bagi yang melakukan persembahyangan,  agar menghidupkan api dalam dirinya (bhuana alit) dan menggerakkannya menuju persatuan dengan Hyang Widhi. Seperti yang diibaratkan dengan dupa yang asapnya menuju keatas dan menyatu dengan angkasa. Dalam ajaran Hindu, api itu tidaklah lain merupakan pengantar upacara, penghubung manusia dengan Brahman..
Api (Agni) adalah Dewa pengusir Raksasa dan membakar habis semua mala dan dijadikannya suci. Hanya Agni (api) pimpinan upacara Yajnya yang sejati menurut keyakinan penganut Hindu. Setiap ritual keagamaan Hindu senantiasa berserana  bunga, air, serta api baik saat upacara/ritual dewa yadnya, manusa yadnya, rsi yadnya, ataupun pitra yadnya.

upacara mepandes dilakukan setelah seorang anak wanita menginjak usia dewasa

Khususnya manusa yadnya yang pada hakekatnya lebih banyak ditujukan untuk pembersihan secara lahir bathin agar pada nantinya dapat lebih fokus  mendekatkan diri kepadaNya. Dimulai sejak manusia masih dalam kandungan ada upacara megedong gedongan, baru lahir ada upacara mecolong, telu bulanan, lanjut upacara otonan hingga beranjak dewasa ada yang namanya upacara rajasawala serta mepandes/ metatah/mesangih/potong gigi.Diantara kesekian pendapat yang ada bahwasanya mepandes itu adalah merupakan upacara zaman weda, lasimnya upacara mepandes ini dilaksanakan hampir bersamaan dengan ketika seorang anak wanita menstruasi atau pada anak laki-laki kala mulai terjadi perubahan pada dirinya (ditandai dengan munculnya jakun).Mepandes ditujukan kepada semua anak laki-laki dan wanita yang telah menginjak usia dewasa, Dengan tujuan, memohon kepada Yang Maha Kuasa agar mereka dapat mengendalikan diri dari dorongan nafsunya yang nyata-nyata sebagai musuh dari dalam raganya yang lasim disebut sad ripu (enam musuh besar).Musuh besar itulah berupa sifat-sifat manusiawi yakni ; lobha/rakus, kama/dorongan nafsu sek yang menjerumuskan, krodha/ emosi/kemarahan, matsarya/ iri hati, moha/ kebingungan, serta yang terakhir minum minuman keras/memabukkan. Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Sanghyang Smara Ratih dimohon untuk melindungi  mereka yang baru menginjak dewasa sehingga nantinya benar benar matang, bertanggungjawab dan memancarkan sifat kedewataan, astungkara. Para cendekiawan Hindu mengatakan bahwa dalam teks berbahasa sansekertha tidak pernah menjumpai upacara Rajasawala, untuk seorang anak wanita yang telah menjelma menjadi seorang gadis/dara dalam artian mulai menstruasi saban bulannya sebagai layaknya seseorang wanita yang tumbuh normal. Bagi umat Hindu neng Bali upacara ini adalah upacara yang amat lumrah, walaupun di zaman silam terbatas dilaksanakan di keluarga pandita dan bangsawan saja. Sedangkan untuk anak laki-laki yang telah menginjak dewasa upacaranya disebut rajasingha yang ditandai dengan tumbuhnya jakun serta adanya perubahan suara..-

No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini