Friday, August 5, 2016

Dia Raksasa Pemuja Siwa




Yang disebut raksasa itu sejatinya ntah bagaiman bentuk wujud atau rupanya, apakah tampan atau menyeramkan, tapi yang terjadi pada umumnya kebanyakan dikaitkan dengan kelakuan seseorang apakah baik/santun, atau sebaliknya bengis/biadab/ atau sejenisnya. Terlepas dari semua itu pada zamannya berkuasalah seorang raja nan sakti mandaraguna, di suatu sisi belahan dunia ini. Sang Raja yang satu ini sedemikian keloktahnya sampai-sampai dijuluki penahluk tiga dunia dan penahluk para wanita. Pada sebuah epos istana sang raja didiskripsikan dipenuhi oleh para wanita cantik, diantaranya sang permaisuri yang paling tenar yang bernama Mandodari merupakan putri seorang bidadari (Hema).

Terlahir dari seorang ibu yang bernama Kaikesi, sang kakek merupakan seorang nan mumpuni sakti tiada tanding karena dapat anugrah dari Dewa Brahma, karenanya puluhan raja di kolong langit ini tertahlukkan, sedemikian menggetarkan dunia nama Sumali itu, disegani lawan serta kawan. Berkali-kali dahulunya ayah sang raja menasehati permaisuri, bahwa bercinta di saat-saat yang tidak tepat akan memperoleh keturunan yang tidak baik (si anak akan menjadi jahat, sifat egonya besar), tapi semua nasehat tiada tertanggapi oleh permaisuri (Kaikesi). Apa yang terjadi selanjutnya? Maka hasil cinta mereka melahirkan seorang anak berkepribadian setengah Brahmana dan setengah raksasa.  Terlahir dengan nama Dasanana/Dasagriwa, serta konon memiliki sepuluh kepala. Suatu penjelasan menginfokan, kesepuluh kepala yang ada merupakan pantulan dari permata nan jitu pada kalung yang diberikan Sang Ayah saat baru lahir.

Tumbuh menjadi dewasa, demikian yang terjadi pada raja yang satu ini, punya kegemaran melakukan tapa dengan khusuk memuja para Dewa selama bertahun tahun. Maka nasib baik juga diperoleh sebagaimana sang kakek dahulu, semua tapa puja direstui Dewa Brahma. Brahma mempersilahkan Sang Dasa Muka mengajukan permohonan, mendapat kesempatan tersebut Sang Dasasana/Dasagriwa memohon agar bisa hidup abadi, permohonan yang satu ini ditolak oleh Brahma karena menyalahi takdir. Sebagai gantinya, Sang Dasasana/Dasa Muka memohon agar kebal terhadap segala serangan, selalu unggul diantara para Dewa, aneka mahluk surgawi, raksasa, detya, denawa, segala naga serta mahluk buas. Karena menganggap remeh/enteng manusia, dia lupa memohon agar unggul terhadap manusia. Mendengar permohonan tersebut, Brahma mengabulkannya dan menambahkan kepandaian menggunakan aneka senjata Dewa serta ilmu sihir. Saking kebalnya, Sang Dasa Muka tidak terbunuh walau badannya hancur sekalipun, tenar dengan ajian rawa rontek dan ajian panca sona, namun takdir tiada bisa di lawan, Sang Dasa Muka mati di tangan seorang manusia tampan kesatria pinih tanding kesayangan para Dewa dengan sebuah senjata Kyai Dangu, yang terus menguntit kemanapun Sang Dasa Muka lari sebelum ajal menjemput. Sebelum kamtian atasnya tiba, pada suatu ketika Sang Dasa Muka juga pernah ketempatnya Siwa (Gunung Kailash), dia memohon kepada Siwa agar kerajaannya (Alengka) tidak bisa dihancurkan oleh semua musuhnya yang datang dari manapun dari kalangan manapun jua. Karena ketekunannya selalu memuja para Dewa tiada terkecuali Dewa Siwa, maka permohonan Sang Dasa Muka diluluhkan Siwa, maka Dewa Siwa memberi Sang Dasasana sebuah benda bertuah sepanjang umur jagat dan akan dipuja oleh para manusia sejagat Atma Linggam demikian nama benda bertuah itu. Dengan adanya Atma Linggam di tangan Sang Dasa Muka, maka cemaslah para Dewa. Karena Linggam itu akan menambah kekuatan Sang Dasa Muka yang telah sedemikian saktinya, karena bukan tidak mungkin karena merasa diri sakti diapun akan mengumbar segala bentuk keangkaraan di muka bumi. Segala upayapun di usahakan menggagalkan, agar Atma Linggam itu jangan sampai berhasil di bawa ke negeri Alengka, berkat jasa Dewa Cilik putra Siwa, Ganesha Atma Linggam tidak berhasil dibawa hingga ke Alengka karena di  tengah perjalanan Atma Linggam sempat di taruh di tanah. Melanggar pantangan/syarat “ jika Atma Linggam sampai di taruh di atas tanah, maka Atma Linggam akan terpasak ditempatnya dan tidak bisa dipindahkan selamanya “ Apa boleh buat terlanjur di taruh di tanah, maka melekat abadilah Atma Linggam itu, walau semua kekuatan yang dimiliki Sang Dasa Muka Dipakai juga Atma Linggam tiada tergeser sedikitpun, sampai-sampai tekanan tapat tangan Sang Dasa Muka meninggalkan bekas torehan pada atma linggam yang menyerupai gambar telinga sapi. Maka diyakini hingga kini semua lingga sebagai penghormatan kepada Dewa Siwa, bergambarkan gambar yang menyerupai kuping sapi yang latah disebut : kokarnam (ko=sapi, karnam=kuping).

Sebagian info dari : kalender bali 2016 oleh I Gusti Nyoman Suartha.

No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini