Tuesday, January 6, 2015

Sama sama kala gelap gulita



Ter-teran,

Tanah Bali jagat kertha kesayangan dewata, tidak pernah habis-habisnya untuk di ceritrakan ke dunia luar baik tentang keindahannya, tentang budayanya yang tiada tanding, serta aneka tradisi yang tua mengental, tiada terpungkiri ceritra tentang tanah Bali jauh lebih panjang dari ceritra 1001 malam. Banyak tradisi yang mengental berkelanjutan sepanjang zaman ada di tanah Bali, semuanya menyatu dan bernafaskan kehinduan.

Sebut saja suatu wilayah di tanah Bali kawasan timurnya, ada tradisi yang rada-rada unik yakni perang api, perang dengan api atau bara api, terteran demikian nama tradisi itu. Dari sejak zaman dahulu kabupaten Karangasem memiliki tradisi perang api, perang api itu dilakoni oleh dua desa : desa pakraman Jasri dan desa Saren, nama perangnya sama “terteran” sama-sama dilakukan kala gelap gulita. Serana perang memakai api atau bara api, api bermakna membakar/memusnaskan dengan cara membakar dengan demikian acara terteran mengandung makna dan tujuan membakar aneka sifat buruk manusia yang dalam ajaran Hindu disebut : Sad Ripu (kama/nafsu, lobha/kelobaan, krodha/kemarahan, mada/kemabukan, moha/kebingungan, dan matsarya/iri hati), Sapta temira/ tujuh macam kegelapan/kemabukan (surupa,dhana, guna, kulina/keturunan, yowana, sura, dan kasuran/kemenangan). Jadi intinya perang terteran adalah penyucian diri dengan api suci menjelang  memuja/mengagungkan Ida Bhatara.

Setiap dua tahun sekali perang api/terteran di lakukan di desa  Jasri dan desa pakraman Saren. Terteran di desa Jasri digelar pada malam pengrupukan sehari menjelang tahun baru saka, sedangkan di desa pakraman Saren perang api di gelar tiga hari menjelang ngusaba dalem di pura dalem desa tersebut. Perang api/terteran di desa Jasri berseranakan prakpak/danyuh yakni daun kelapa kering  yang disulut api berkobar. Kalau perang api di desa pakraman Saren dua kelompok anak atau peria dewasa duel saling lempar memakai bara api sabut kelapa kering. Dilakukan setiap menjelang malam selama tiga hari berturut-turut menjelang upacara ngusaba dalem di Pura Dalem desa Jasri wilayah perbekelan Budakeling Karangasem Menjelang upacara terteran dilakukan ada beberapa berata/pantangan yang harus dilakukan oleh seluruh warga desa pakraman Jasri, diantaranya : Negtegang  yakni mengokohkan agar diri juga pikiran tiada goyah / ngeret indria agar pikiran, perkataan, dan laksana disucikan ). Semua warga tidak boleh menginap di luar desa, ada berata ngempet ron busung yakni  tidak memakai serana daun enau serta janur. Juga berata ngempet merah-rah yakni tidak boleh menteskan darah, tidak boleh menyabung ayam/metajen, juga tidak boleh memotong hewan lainnya.

Perang memakai serana api, bagaimana jika ada yang terluka/terbakar api ?  Namanya saja perang pakai api jadi identiklah dengan bermain api, tentu saja  ada yang yang terluka/luka bakar, walau dalam acara terteran amat jarang terjadi. Ada serana/obat khusus yang disediakan untuk mereka yang terluka bakar kala perang api terteran, bagian yang luka akan digosok dengan bunga pucuk bang/pucuk merah yang telah disiapkan sebelumnya oleh para pengayah. Dengan bunga  itu luka akan cepat sembuh dan tidak akan terinfeksi, juga cepat mengering.-


Sumber bacaan : majalah bali post  41

No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini