Tanah Bali itu selain tersohor indah menawan, sejatinya
banyak hal-hal yang sedemikian uniknya ada atau terlakoni di kalangan warga
tanah Bali. Yang jelas apapun keunikan
yang dimiliki Bali yang nyata-nyata memperkaya khasanahnya budaya tanah Bali,
kesemuanya bertahan berlanjut berkesinambungan hingga melampaui rentangan
ribuan tahun, maka ajeglah budayane neng Bali. Tidak terbantah memang semua
yang unik-unik yang bertahan di tanah Bali kebanyakan terlakoni sebagai
budaya/tradisi pada desa-desa kuno, sebut saja ada desa Bali Age, Desa
Tenganan, Desa Trunyan, dan Desa Bayung Gede di kawasan Kintamani. Lebih dari
satu jenis keunikan tradisi yang bertahan di Bayung Gede sana, bila
dibandingkan dengan desa-desa kebanyakan neng tanah Bali walau nyata-nyata
semuanya penganut Hindu nan taat. Diantara budaya tinggi nan unik yang bertahan
di desa Bayung Gede diantaranya dalam hal : penguburan ari-ari/plasenta,
penguburan orang dewasa yang meninggal (saat dikubur tanpa sehelai benangpun),
dan pada upacara pernikahan yang berlangsung
di Bayung Gede.
Umat Hindu khususnya Hindu Bali, terkenal dengan aneka ritual
keagamaannya nan mengental ada diantaranya upacara manusa yadnya yang dimulai
sejak bayi baru lahir, telu bunan, mepandes, wiwaha, dan ditutup dengan upacara
kematian (ngaben). Di seluruh tanah Bali penganut Hindu akan mengubur
ari-ari/plasenta yang menyertai bayi
kala baru lahir, dan jamaknya di kubur di areal pekarangan atau pada kebanyakan
warga menanamnya di samping pintu masuk rumah.
Terpegang teguh sebuah tradisi yang berusia ribuan tahun di desa Bayung
Gede Kintamani, Bangli tradisi itupun terkait dengan upacara yadnya ( ritual
kelahiran, perkawinan, hingga prosesi kematian) Di desa Bayung Gede Kintamani,
yang namanya ari-ari/plasenta bayi tidaklah dikubur namun digantung pada sebuah
pohon, pohonnyapun terbilang langka.
Pohon tempat menggantung ari-ari itu disebut pohon kayu bungkak, pohon
itu terpelihara dengan baik di setra/kuburan ari-ari neng desa Bayung Gede.
Apakah karena tumbuhnya di tanah Bali atau bukan, pohon kayu bungkak itu
nyata-nyata mampu menetralisir bau misalnya bau amis, tiada berbeda dengan
pohon taru menyan yang tumbuh lestari di kawasan desa Trunyan.
Prosesi menggantung ari-ari/plasenta bayi di desa Bayung Gede punya ciri yang khas
dan dapat dibilang unik. Ari-ari bayi hanya boleh dibawa ke setra/kuburan kala
subuh atau kala mentari telah terbenam, sangat pantang untuk memnbawa ari-ari
saat mentari masih bersinar. Ari-ari sebelum di bawa ke setra/kuburan ari-ari
dicuci bersih sebersih-bersihnya, lalu dimasukkan ke batok kelapa serta diikat
dengan tali khusus yang disebut salang tabu. Oleh sang ayah, ari-ari kala di
bawa ke kuburan mesti di bawa/diangkat dengan tangan kiri, sementara tangan
kanan membawa sabit/arit. Dengan sabit itulah cabang pohon kayu bungkak di
potong , sebagai tempat gantungan batok kelapa yang berisi ari-ari/plasenta.
Sumber bacaan majalah
bali post edisi 20.
No comments:
Post a Comment