Tanah Bali, pulau kahyangan yang nyata-nyata di kasihi dewata
juga umat manusia seantero jagat, jika digambarkan di peta dunia/ atlas
hanyalah berupa noktah kecil, karena kenyataannya memanglah kecil. Namun di
tempat tanah lelulur yang termasyur itu tersimpan segudang keindahan bak
indahnya surgawi, baik alamnya juga budayanya yang terkait erat dengan pola
hidup keseharian warganya, warga tanah Bali. Warga suatu daerah jika telah
tergolong muda, umumnya masuk pada suatu ikatan perkumpulan/rukun misalnya yang
lumrah perkumpulan muda-mudi, rukun muda-mudi, sekaa truna-truni atau
sejenisnya. Di tanah Bali bagian timur, tepatnya di kecamatan Karangasem pada
salah satu desa pekraman ada yang namanya “truna adat”
Pada suatu desa pekraman yang diyakini telah berumur ratusan
tahun, dan seumur itu juga yang namanya keberadaan truna adat lestari hingga di abad modern/era reformasinya NKRI, truna
adat itu lestari di Desa Pekraman Timbrah Bali Timur. Desa Pekraman Timbrah
konon telah ada sejak tahun saka 1118, tergolong desa tua di tanah Bali,
demikian juga tentang awig-awig desanya yang sudah tentu mengikat/mengatur warganya (awig-awig neng
tanah Bali adalah berupa undang-undang ). Seperti halnya desa-desa yang lain di
tanah Bali Desa Timbrah juga menyimpan aneka keunikan utamanya dibidang budaya
yang terkait erat dengan kehidupan beragama serta tradisi yang menahun,
misalnya di Desa Timbrah ada yang namanya : aci usaba sumbu yang diikuti tabuh
rah untuk nyomia butha kala.
Sejatinya dapat kita bilang unik, dalam hal keanggotaan truna adat di Desa Timbrah yang mana
anggotanya terdiri dari anak laki-laki dari sebuah keluarga setempat, yang
telah berumur 15 tahun atau telah tamat sekolah lanjutan tingkat pertama.
Dituangkan dalam awig-awig desaTimbrah, yang menyebutkan bagi krama desa yang
memiliki anak laki-laki, tidak cacat wajib menjadi anggota teruna adat. Bagi
keluarga yang mempunyai anak laki-laki lebih dari satu, maka yang menjadi truna
adat cukup anak yang pertama. Mereka selesai melaksanakan tugas kewajibannya
jika telah menikah, atau mencapai umur 35 tahun. Tiada beda jauh dengan perekrutan tenaga
kepolisian/taruna Akabri, menjadi anggota truna adat juga ada syaratnya : tidak
cedangga (cacat sejak lahir), tidak cedala (cacat karena kecelakaan), serta
tidak ongoh (ompong). Jikalau telah ompong, walau belum menikah maka
keanggotaannya sebagai truna adat akan berakhir. Selain itu, kalau salah satu
orang tua truna adat meninggal juga tidak akan diikut sertakan lagi sebagai
truna adat. Semua anggota truna adat wajib taat aturan, misalnya jika pakaian
truna adat telah terkenakan di badan, sejak keluar rumah pekarangan tidak boleh
mampir kemana-mana, harus langsung menuju tempat upacara keagamaan, tidak boleh
memakai alas kaki, tidak boleh ngobrol di jalan, tidak boleh bertengkar dan
melerai orang bertengkar.
Sumber bacaan : majalah bali post, edisi 50.
No comments:
Post a Comment