Tidak hanya panorama alam yang di runut para turis khususnya
para wisman mendatangi tanah Bali, diantara mereka yang setia berkali-kali ke
Bali diantaranya juga mencari sesuatu yang agak berbeda dari tempat yang lain
selain tanah Bali. Sebut saja kebudayaan Bali yang kaya serta beraneka ragam,
mereka juga percaya sebagian besar kebudayaan Bali ada taksunya, ya taksu Bali.
Oleh yang namanya taksu Bali semua kesenian yang ada, seakan hidup serta bisa
mempengaruhi alam fikir para penontonnya, orang Bali bilang “metaksu”.
foto : majalah Bali Post edis 45, 7-13/7-2014 |
Diantara kesenian yang tumbuh dan bertahan mengakar di tanah Bali, seakan menyatu dengan dinamika
kehidupan warga tanah Bali ada beberapa jenis gamelan. Gamelan itulah
yang melantunkan aneka tetabuhan (bunyi yang bernada), diantaranya ada gamelan
gong, jogeg bumbung, jegog, gambang, angklung (di Bali gamelan angklung hampir sama
bentuknya dengan gamelan gong namun ukurannya lebih kecil), ada juga gender (
gamelan gender umumnya dipakai saat pementasan wayang kulit neng Bali).
Sedangkan gamelan gong diantaranya ada gong kebyar, dan gamelan angklung kesehariannya
sebagai pelengkap prosesi upacara keagamaan.
Diera yang serba modern kini,
dimana para generasi muda rata-rata
cerdas serta kreatif tanggap akan lingkungan, menyaksikan pementasan gamelan
gender di tanah Dewata Bali, walau tanpa diiringi pementasan wayang kulit tidak
lagi membosankan. Bahkan gamelan gender yang tergolong klasik itu, saat ini
telah berubah menjadi tontonan nan segar serta bagus bagi terapi jiwa. Umumnya
kini saat pementasan gamelan gender, tentunya dikemas apik. Para penabuh/pemain
gamelan genderpun kini telah mulai dilakoni oleh para anak-anak, mulai dari tingkat
sekolah dasar hingga sekolah lanjutan. Pada saat pesta kesenian bali tahun 2014
lalu, gamelan gender juga dipentaskan, kebetulan kala itu lewat progran lomba
gender anak-anak. Para seniman cilik kala itu adu kemampuan juga kelihaian
dalam menabuh gender, sebagai perwakilan/duta kabupatennya. Khusus kabupaten
Tabanan, diwakili oleh anak-anak dari Sanggar Seni Kembang Bali, mereka
rata-rata muda belia. Mereka memainkan gending-gending kuno, yang di hiasi
ekspresi gerak tari. Senyum manis seniman cilik itupun menjadi bumbu lantunan
gending-gending klasik yang berjiwa. Secara tidak disadari ajang lomba inipun
memberikan imbas kepada anak-anak lain, disamping sebagai upaya pelestarian
seni budaya Bali, demi keajegan Bali tentunya.—
No comments:
Post a Comment