Kita hidup di dunia fana ini tentu memerlukan yang
namanya kebutuhan karena kita memang
butuh, yang jelas kita butuh pangan, sandang, juga papan. Dengan terpenuhinya
kebutuhan kita walau hanya sebagian kita tentu telah dapat melaksanakan kewajiban/swadharma
kita masing-masing. Paling tidak yang namanya kebutuhan papan, sebut saja rumah
beserta perlengakapannya sebagai tempat
kita berteduh dan tempat kita membina yang namanya rumah tangga. Mengadakan/membuat
sebuah rumah utamanya rumah yang nantinya sebagai tempat tingga (bukan pondok
yang jarang ditempati), tentu memerlukan yang namanya perencanaan disamping
alat dan bahan. Paling tidak patokan / pedoman pendirian sebuah tempat tinggal
tentulah ada, misalnya warga Hindu neng tanah Bali berpedoman pada lontar Asta
Kosali. Karena akan di bangun di tanah Bali, dan yang mendiami warga tanah Bali
(baca Hindu), akan memakai konsep
tradisional Bali yang ditandai ajaran Hindu.
Ajaran Hindu yang mengenai tentang bangunan secara umum
global di bagi jadi 2 pedoman. Pedoman pertama, mesti cocok secara vertikal
yang dinamai tri angga (kepala/atap, badan/tembok/dinding, dan kaki/bataran
rumah) Kedua : secara horisontal
pembangunan itu agar cocok dengan konsep tri hita karana : parahyangan, pawongan, pelemahan. Misalnya
dalam hal parahyangan, ditentukan oleh yang namanya nilai kayu di pilih ada
kayu yang boleh dan tidak untuk bangunan (rumah) karena dibedakan kayu itu
untuk apa? Lontar yang di pakai acuan itupun menentukan : kayu itu tumbuhnya
dimana, kapan ditebang, kemana arah rebahnya saat ditebang, jenis kayunya apa?
Kayu diyakini punya tingkatan nilai, punya yang namanya nilai sor singgih, atau
hulu teben. Demi semua itu ditentukan mana kayu boleh dan tidak boleh untuk
bangunan.
Arah rebahnya kayu juga dipakai sebagai patokan utama, misalnya
: kayu rebahnya ke timur diyakini baik, dan rejekian, tenggara : jelek dan akan
kesakitan, Selatan : jelek dan menyebabkan umur pendek, barat daya : baik,
keinginan akan terwujud, barat : jelek bisa bikin bingung, barat laut : jelek,
penuh dosa, utara : baik, akan dapat senang, timur laut : baik, akan panjang
umur. Tebanglah kayu ke arah yang baik !. Juga hendaknya prinsip sopan santun
di pergunakan dengan jalan pada tonggak/pangkal kayu diisi pucuk/muncuk kayu kecil,
dengan makna/hikmah : agar kayu dapat menitis kembali jadi pohon yang lebih
baik dan berguna kelak bagi kehidupan mahluk di bumi.
Akan mendirikan rumah baru, tentu mesti ada lahan tempat
rumah di bangun. Yang namanya tofografi bumi tidaklah datar bak kaca
terbentang. Tentu permukaan tanah ada posisi miringnya sesuai arah mata angin.
Umat Hindu punya suatu keyakinan atau petunjuk mengenai lahan perumahan.
Seandainya lahan perumahan itu miring ke timur, agar ditanami biah-biah/ enceng
gondok agar dapat menghadirkan nuansa yang hening. Lahan seperti ini cocok
sebagai tempat pesraman ( serana pendidikan). Jika miringnya ke selatan, agar
ditanami mawar merah (mawa api), menghadirkan nuansa pasar tempat kegiatan
umum. Kalau miringnya ke barat, agar
ditanami pisang batu dengan harapan dapat melahirkan nuansa suasana suka,
cocoknya sebagai tempat hiburan ( arena/wantilan, dsb).
Disarikan dari berbagai
sumber...
No comments:
Post a Comment