Pernah dengar macan asia, dan hingga kini tergiang-ngiang di
telinga?. Macan asia itu eratlah kaitannya dengan ekonomi (perekonomian) di
jagat ini, katakanlah kebangkitan suatu ekonomi di suatu belahan dunia Asia.
Kebangkitan ekonomi asia yang identik juga dengan macan asia yang termotori
oleh para generasi muda beberapa negara : Cina, Korea, Jepang, serta Indonesia
yang agresif. Para generasi muda itulah yang amat menjanjikan keberhasilan
pembangunan di negaranya, karena banyak diantara mereka yang gigih, pintar,
serta tekun, maka berhasillah mereka menduduki peringkat daftar orang kaya di
jagat ini.
Pada zamannya kemarin, Indonesia juga terkenal dengan
macannya Asia, NKRI punya sumber daya alam yang melimpah, di tunjang oleh
budaya yang adi luhung serta kearifan lokal yang kuat mumpuni. Generasi muda
yang berpeluang untuk bersaing di kancah
pembangunan internasional. Potensi yang amat layak untuk disasar, 62 juta orang
penduduknya sebagai pangsa pasarnya orang luar negeri, jika kemampuan termiliki
tidaklah musatahil juga akan menjadi pelaku pasar bagi produk baik dalam dan
luar negeri. Semuanya tergantung kemampuan daya pikir (otak) serta
keberanian kaum muda untuk berkarya.
Untuk menumbuhkan keberanian
bersaing, tentu harus PD akan diri, PD akan diri tentu mesti ada dasar
kemampuan. Pendidiknalah faktor utamanya, karena pendidikan faktor kunci
keberhasilan pembangunan suatu bangsa/negeri, jadi pendidikan itu adalah salah
satu tugas negara untuk merampungkannya. Hanya saja, kenapa pendidikan kian
waktu menjadi semakin mahal? Ada sinyal
tanggung jawab pendidikan dialihkan ke pasar bebas, ujungnya hanya anak orang
kaya sajalah yang bisa berpendidikan tinggi katakanlah sekolah hingga ke
perguruan tinggi, yang miskin no way cukup hanya mengejar berbagai proyek paket
(kejar paket B, kejar paket C, dll). Seandainya keadaan terus berlanjut bukan
mustahil lambat laun, para generasi muda NKRI akan menjadi sederetan generasi
yang kosong, kosong ilmu dan tiada kemampuan. Jadilah generasi yang kalah ,
kalah bersaing di dunia yang jadi panggung
besar ini ( kalah dalam persaingan global). Mereka akan bersiap siap
untuk menjadi “pemuda yang ahli” , ahli menjual harta warisan kekayaan negara
untuk membiayai hidupnya. Kalau mereka terbiasa hidup mewah, dan
berfoya-foya mereka akan cepat menjadi
generasi yang miskin karena aktivitas korupsi
dan menjual aset negara. Ibarat orang tua, yang keliru mendidik anak /
kurang menyekolahkan anak, di masa nanti
“anak itu menjadi pemuda bajingan kampung yang ahli berjudi, pemabuk,
main perempuan, dan ahli menjual tanah warisan”. Kesimpulannya, banyak anak –
banyak rejeki dan banyak pendidikanlah yang bisa mengantarkan para generasi
muda untuk menang dalam persaingan global [ isi pembukaan UUD 45, tugas negara
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa untuk bisa mengantarkan bangsa Indonesia
menuju negara yang berdaulat, bersatu, adil dan makmur. ] “ Bangsa yang kuat
hanya bisa dijalankan oeh pemuda yang kuat” yakni pemuda yang memiliki
pendidikan yang kuat/mumpuni. J
No comments:
Post a Comment