Thursday, January 16, 2014

Kama Keparangan ( Hindu )



Bagi masyarakat Hindu / kaum Sanata Dharma soal perkawinan memiliki arti dan kedudukan yang khusus dalam dunia kehidupan mereka. Dalam kitab Hindu bagian smrtinya, dikenal dengan nama wiwaha, sedangkan pada kitab Manusmrti dinyatakan perkawinan itu bersifat relegius dan juga obligator lantaran dikaitkan dengan kewajiban seseorang/umat  untuk memiliki keturunan, serta guna menebus dosa-dosa orang tuanya dengan jalan “melahirkan seorang putra yang suputra” Kata putra asal katanya adalah bahasa sansekertha  yang artinya “ ia yang menyebrangkan / menyelamatkan arwah orang tuanya dari neraka “ ( Wiwaha dalam Hindu sifatnya mulia serta sakral)

Ada semacam cara melangsungkan perkawinan dalam agama Hindu, sehingga dapat dinyatakan sah  sebagai suami istri.  Diantara bentuk perkawinan sesuai ajaran Hindu ada yang disebut : Brahma Wiwaha, Daiwa Wiwaha, Arsa Wiwaha, Prajapati Wiwaha, Asura Wiwaha, Gandharwa Wiwaha, Raksasa Wiwaha, serta Paisaca Wiwaha. Dari kesemua itu ada yang dilarang : Raksasa Wiwaha (perkawinan dengan cara menculik gadis dengan berbagai kekerasan) dan Paisaca wiwaha (bentuk perkawinan dengan cara memaksa, mencuri, membuat bingung/mabuk)

Disebutkan jua bahwa hubungan seks yang terjadi yang tidak didahului dengan upacara pekala-kalaan (wiwaha)  dianggap tidak baik, disebut “ kama keparangan” dan anak yang terlahir akibat kama tersebut adalah anak yang tiada menghiraukan  nasehat orang tua /ajaran agama. Anak lahir demikian disebut : “rare dia-diu” / “ rare babinjat “.

Upacara perkawinan/wiwaha merupakan upacara persaksian, baik kehadapan Hyang Widhi maupun kepada masyarakat, bahwa kedua orang tersebut mengikatkan diri sebagai suami istri , dan segala akibat perbuatannya menjadi tanggung jawab mereka bersama. Upacara wiwaha juga merupakan pembersihan terhadap sukla (sperma) dan swanita (ovum) serta lahir bathinnya. Dengan tujuan agar benih dari kedua mempelai bebas dari berbagai pengaruh buruk , jika kalau keduanya bertemu / terjadi pembuahan akan terbentuklah sebuah manik / embrio yang sudah bersih. Dengan demikian maka roh yang akan menjiwai manik tadi, adalah roh yang baik/suci dan akan terlahirlah anak yang berguna (suputra). Disebutkan jua bahwa hubungan seks yang terjadi yang tidak didahului dengan upacara pekala-kalaan (wiwaha)  dianggap tidak baik, disebut “ kama keparangan” dan anak yang terlahir akibat kama tersebut adalah anak yang tiada menghiraukan  nasehat orang tua /ajaran agama. Anak lahir demikian disebut : “rare dia-diu” / “ rare babinjat “.   J

No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini