Warga tanah Bali khususnya yang menganut agama Hindu, serasa
tidak ada yang tidak pernah mendengar nama “ Danghyang Dwijendra/Pedanda Sakti
Wau Rauh/Danghyang Nirartha”. Kisah perjalanannya mengitari tanah Bali serta
aneka pemberiannya kepada masyarakat tanah Bali baik berupa ajaran suci maupun
aneka barang berbau magik sepiritual/ relegius/ sakti. Diantaranya yang
keloktah adalah Danghyang Dwijendara/Nirartha memberikan Canting Mas, Siwer Geni, Geni
Wirocana, Pasopati Recana kepada Pangeran Bendesa Manik Mas. Konon Siwer Mas
punya kegunaan bisa terhindar dari
segala macam penyakit, agar disayang pengusaha dan masyarakat, agar kebal dalam
peperangan, dan agar dapat tercapai segala harapan.
Berani dipastikan, tidaklah semua warga kabupaten Tabanan
tahu bahwa di kabupaten Tabanan (puri Kediri) juga tersimpan salah satu
pemberian Danghyang Dwijendra berupa sebuah keris ( Ki Baru Gajah ). Hingga kini di era reformasi ini pelaksanaan
ritual berkaitan dengan Ki Baru Gajah tetap dilaksaksanakan setiap 210 hari
sekali ( Tumpek Kuningan ), ritualnya sendiri bernama ngerebek : merupakan
nangluk merana/tolak bala mengusir berbagai bencana. Saat prosesi tergelar,
keris sakral (Ki Baru Gajah) di arak dari puri Kediri Tabanan Bali menuju Pura
Pekendungan di dekat Pura Tanah Lot dengan berjalan kaki ( tidak di benarkan
memakai kendaraan ). Sebelum berangkat ke Pura Pekendungan, Ki Baru Gajah
diarak mengelilingi areal puri sekali ( lambang bahwa telah mengitari desa adat
Kediri/secara simbolis). Alunan bleganjurpun mengiringi prosesi itu hingga ke Pura Pakendungan, saat
itulah para warga membawa daun enau (jaka bhs.Bali) sebagai simbul penyaksab
merana/serana tolak bala. Tiba di Pura Pekendungan Ki Baru Gajah di linggihkan
di palinggih agung meru tumpang pitu/tujuh, nyejer hingga tiga hari. Saat
kembali ke puri Kediri juga harus berjalan kaki ( 10 Km ), semangat warga besar
makanya tiada terasa yang namanya lelah mereka semua berharap agar Ida Bhatara Ki Baru Gajah dapat memberikan
kemakmuran.
Keris Ki Baru Gajahpun berkaitan langsung dengan kisah
perjalanan Danghyang Dwijendra saat melintas di pantai selatan tanah Bali ke
arah timur. Saat mana beliau berangkat dari Rambut Siwi beliau melihat suatu
pulau kecil di tengah laut, dijadikanlah pulau kecil itu tempat bersemadhi.
Tanah Lot, demikian nama pulau kecil itu hingga kini, dalam semadhi beliau
didapat firasat agar beliau membuat tempat suci di bawah pohon kendung. Baru
esok harinya dicari pohon kendung itu, dan didirikan pesraman, bekas pesraman
itu kini bernama pura Pakendungan. Banyak warga yang datang ke pesraman itu,
dan kala itu kebetulan di wilayah Beraban terjadi wabah gerubug. Maka datanglah
Ki Bandesa Beraban menghadap Danghyang Dwijendra dengan tujuan mohon bantuan
menghilangkan wabah gerubug itu. Kala itulah Ki Baru Gajah diberikan Dangyang
Dwijendra kepada Ki Bendesa Beraban ( kesaktian keris/Ki Baru Gajah mampu
mengusir wabah gerubug).
Singkat ceritra Ki Baru Gajah di serahkan ke Puri Agung
Tabanan sekitar abad ke 16, kemudian raja Tabanan yang ke-8 memerintahkan
cucunya Ki Gusti Celuk, membangun puri di Kediri Tabanan. Bangsawan inipun
bersedia dengan syarat membawa keris Ki Baru Gajah. Akhirnya raja Tabanan
menyerahkan Ki Baru Gajah untuk dilinggihkan di puri Kediri Tabanan hingga saat
ini/era reformasi NKRI. Hebat memang keris pusaka itu, karena hingga kinipun
keris itu tiada karatan, konon bentuknya berlekuk tujuh, keampuhan Ki Baru
Gajah hingga kinipun tetap diyakini/diakui oleh krama adat kediri Tabanan.-
Sumber : majalah bali post edisi 7, 14 – 20 oktober 2013,
No comments:
Post a Comment