Tuesday, January 14, 2014

Itu pemberian Sang Pendeta dari Majapahit



Warga tanah Bali khususnya yang menganut agama Hindu, serasa tidak ada yang tidak pernah mendengar nama “ Danghyang Dwijendra/Pedanda Sakti Wau Rauh/Danghyang Nirartha”. Kisah perjalanannya mengitari tanah Bali serta aneka pemberiannya kepada masyarakat tanah Bali baik berupa ajaran suci maupun aneka barang berbau magik sepiritual/ relegius/ sakti. Diantaranya yang keloktah adalah Danghyang Dwijendara/Nirartha  memberikan Canting Mas, Siwer Geni, Geni Wirocana, Pasopati Recana kepada Pangeran Bendesa Manik Mas. Konon Siwer Mas punya kegunaan  bisa terhindar dari segala macam penyakit, agar disayang pengusaha dan masyarakat, agar kebal dalam peperangan, dan agar dapat tercapai segala harapan.

Berani dipastikan, tidaklah semua warga kabupaten Tabanan tahu bahwa di kabupaten Tabanan (puri Kediri) juga tersimpan salah satu pemberian Danghyang Dwijendra berupa sebuah keris  ( Ki Baru Gajah ).  Hingga kini di era reformasi ini pelaksanaan ritual berkaitan dengan Ki Baru Gajah tetap dilaksaksanakan setiap 210 hari sekali ( Tumpek Kuningan ), ritualnya sendiri bernama ngerebek : merupakan nangluk merana/tolak bala mengusir berbagai bencana. Saat prosesi tergelar, keris sakral (Ki Baru Gajah) di arak dari puri Kediri Tabanan Bali menuju Pura Pekendungan di dekat Pura Tanah Lot dengan berjalan kaki ( tidak di benarkan memakai kendaraan ). Sebelum berangkat ke Pura Pekendungan, Ki Baru Gajah diarak mengelilingi areal puri sekali ( lambang bahwa telah mengitari desa adat Kediri/secara simbolis). Alunan bleganjurpun mengiringi  prosesi itu hingga ke Pura Pakendungan, saat itulah para warga membawa daun enau (jaka bhs.Bali) sebagai simbul penyaksab merana/serana tolak bala. Tiba di Pura Pekendungan Ki Baru Gajah di linggihkan di palinggih agung meru tumpang pitu/tujuh, nyejer hingga tiga hari. Saat kembali ke puri Kediri juga harus berjalan kaki ( 10 Km ), semangat warga besar makanya tiada terasa yang namanya lelah mereka semua berharap agar  Ida Bhatara Ki Baru Gajah dapat memberikan kemakmuran.

Keris Ki Baru Gajahpun berkaitan langsung dengan kisah perjalanan Danghyang Dwijendra saat melintas di pantai selatan tanah Bali ke arah timur. Saat mana beliau berangkat dari Rambut Siwi beliau melihat suatu pulau kecil di tengah laut, dijadikanlah pulau kecil itu tempat bersemadhi. Tanah Lot, demikian nama pulau kecil itu hingga kini, dalam semadhi beliau didapat firasat agar beliau membuat tempat suci di bawah pohon kendung. Baru esok harinya dicari pohon kendung itu, dan didirikan pesraman, bekas pesraman itu kini bernama pura Pakendungan. Banyak warga yang datang ke pesraman itu, dan kala itu kebetulan di wilayah Beraban terjadi wabah gerubug. Maka datanglah Ki Bandesa Beraban menghadap Danghyang Dwijendra dengan tujuan mohon bantuan menghilangkan wabah gerubug itu. Kala itulah Ki Baru Gajah diberikan Dangyang Dwijendra kepada Ki Bendesa Beraban ( kesaktian keris/Ki Baru Gajah mampu mengusir wabah gerubug).

Singkat ceritra Ki Baru Gajah di serahkan ke Puri Agung Tabanan sekitar abad ke 16, kemudian raja Tabanan yang ke-8 memerintahkan cucunya Ki Gusti Celuk, membangun puri di Kediri Tabanan. Bangsawan inipun bersedia dengan syarat membawa keris Ki Baru Gajah. Akhirnya raja Tabanan menyerahkan Ki Baru Gajah untuk dilinggihkan di puri Kediri Tabanan hingga saat ini/era reformasi NKRI. Hebat memang keris pusaka itu, karena hingga kinipun keris itu tiada karatan, konon bentuknya berlekuk tujuh, keampuhan Ki Baru Gajah hingga kinipun tetap diyakini/diakui oleh krama adat kediri Tabanan.-

Sumber  : majalah bali post  edisi 7, 14 – 20 oktober 2013,

No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini