pura Kerta Kawat, bali kauh |
Sekitar dua kilometer arah Tenggara Pura Agung Pulaki ( Jalan Raya Gerokgak – Gilimanuk ). Sama halnya dengan Pura Pulaki, tempat suci yang berlokasi di tengah tegalan, pada kaki bebukitan nan menjulang ini juga dikenal sebagai peninggalan Danghyang Dwijendra. Sesuai tersurat dalam buku Purana Pura Pulaki yang diterbitkan Dinas Kebudayaan Propinsi Bali pada 10 Oktober 2003, Pura Kertha Kawat posisinya berada di sisi timur sebagai stana Batara I Dewa Mentang Yuda atau Batara Ngertanin Jagat kini lumrah disebut Ida Batara Hakim Agung. Sebagai tempat berstana Ida Batara Ngertanin Jagat, tentu manifestasi Tuhan yang berstana di Kertha Kawat mampu memberi kesejahteraan dan keadilan pada masyarakat.
Kepercayaan itu pula yang mendasari
hingga banyak orang datang ke Pura Kertha Kawat. Di Bali, pun berbagai daerah
lainnya di Indonesia, seseorang yang hendak meraih jabatan dan menunaikan tugas
setelah menjabat di pemerintahan maupun swasta, mereka merasa tak cukup percaya
mengandalkan kemampuan diri. Berbekal keahlian semata. Guna lebih memantapkan
langkah dalam mencapai tujuan, kerap pula menempuh jalan niskala . Memohon
berkah, petunjuk, dan bimbingan dari Hyang Maha Agung. Mereka berkeyakinan
beberapa tempat suci, di antaranya Pura Kertha Kawat, dirasakan cocok sebagai
tempat memohon berkah seperti itu. Dalam cermat Pamangku Pura Kerta Kawat, Ida
Bagus Putu Darmika, hampir saban hari ada yang bersujud ke hadapan penguasa
Pura Kertha Kawat. Terlebih saat transportasi darat bertambah lancar, kapasitas
warga Hindu yang datang semakin melonjak.
Penangkilan bukan saja dari daerah Bali
Utara (Buleleng-red). Tak sedikit pula berasal dari berbagai wilayah di Bali
Selatan dan Bali Tengah. “ Pamedek dari luar Bali juga ada,” tunjuk rohaniwan
yang akrab disapa Ratu Aji Mangku ini. Warga yang tangkil ke Kertha Kawat
memang tak semata-mata untuk mempertahankan jabatan atau meraih posisi penting
di pemerintahan. Banyak pula yang sekadar mohon keselamatan dari Ida Batara
Hakim Agung. “Saya tak terlalu banyak tahu prihal pura ini,” Ida Bagus Darmika
mengakui.
pura Kerta Kawat, bali kauh |
Pura Kertha Kawat beserta pasanakan Pura Agung Pulaki, lebih teridentifikasi sebagai pura fungsional. Artinya disesuaikan dengan profesi dan fungsi masing-masing. Pura Melanting misalkan, di samping pamedek umum, diyakini pula sebagai satu tempat suci yang mampu mendatangkan rezeki bagi pedagang. Maka, orang-orang yang berprofesi sebagai pedagang, pebisnis, dan penjual jasa banyak tangkil ke pura ini. “Begitu pula yang saya amati dengan Pura Kertha Kawat,” peneliti beberapa pura ini menegaskan. Masih sedikit sumber yang menyebutkan keberadaan Pura Kerta Kawat, memang. Pun data dari masyarakat pangempon, Kertha Kawat di- empon warga desa pakraman se-Kecamatan Seririt dan Gerokgak, tepatnya yang berdiam dari sebelah timur Cekik (Jembrana) dan sebelah barat Tukad Saba, tiada banyak bisa dijelaskan.
Mereka hanya tahu bertanggung jawab
terhadap segala kegiatan di Pura kerta Kawat dan pasanakan Pura Agung Pulaki
lain, seperti terhadap penyelenggaraan piodalan yang dilaksanakan bersamaan
dengan Pura Agung Pulaki, selama tujuh hari. Bedanya, puncak karya dilakukan
secara berjenjang. Karya bertepatan dengan Purnama Kapat (September-Oktober).
Piodalan di pura pasanakan, termasuk di Kerta Kawat, mengikuti upacara di
Pulaki, dilakukan dua hari setelah Puranama Kapat, pada pangelong ping kalih .
Pada Purnama Kapat puncak karya di Pura Pulaki, keesokan harinya di Pura
Melanting, hari kedua di Kerta Kawat, panglong ping tiga puncak piodalan di
Pemuteran, dan terakhir di Pura Pabean. “Bangunan suci di sini tak terlalu
banyak,” Ratu Aji Mangku mengingatkan. Gedong yang berada di tengah-tengah
merupakan palinggih pokok di Pura Kerta Kawat. Di sini berstana Ida Batara
Hakim Agung atau Batara Ngertaning Jagat. Kemudian ada padmasana sebagai stana
Ida Batara Luhuring Akasa. Di samping kanan kiri gedong ada palinggih bale
sidang yang diyakini warga sebagai tempat menggelar sidang. ( sumber
> http://www.babadbali.com))
No comments:
Post a Comment