Sumber
> buku sejarah dan babad pratisentana bandesa manik mas
Diceritrakan bahwa Ki Bandesa Mas membuat sebuah pasraman
untuk diberikan kepada Danghyang Nirartha beserta keluarganya yang diberi nama
Geria Timbul Taman Pule. Di dalam pasraman tersebut terdapat sebuah permandian
dan sebuah kolam yang amat indah disertai dengan air kolam yang jernih, penuh
dengan ikan dihiasi dengan aneka warna bunga teratai dan bunga-bunga yang harum
baunya. Dibekas Geria Timbul Taman Pule itulah kemudian dibuatkan Pura Lawa /
Pura Pule oleh keluarga/keturunan Bandesa Manik Mas. Disamping itu keturunan Ki
Bandesa Manik Mas juga membangun sebuah pura peringatan di bekas pasraman Ida
Buk Cabe yang diberi nama Pura Buk Cabe.
Ki Bandesa Mas mengutarakan keinginannya untuk berguru kepada
Danghyang Nirartha dan selanjutnya untuk dapat dibersihkan untuk menjadi
pandhita. Keinginan itu dikabulkan oleh Danghyang Nirartha. Lalu setiap hari Ki
Bandesa Mas menghadap Danghyang Niarartha untuk pelajaran agama dan kebathinan.
Pelajaran yang dianugrahkan beliau itu antara lain Weda Sulambang Geni,
Pasupati Recana, Canting Mas, dan Siwer Mas. Semua pelajaran itu harus
diwariskan kepada seluruh keturunan Ki Bandesa Mas. Ki Bandesa Mas setelah
selesai menerima pelajaran itu semuanya, kemudian dibersihkan, dengan upacara
utama dan setelah itu beliau bergelar/berhak memakai gelar sebagai Pandhita
Manik Mas.
Sebagai bukti bakti berguru dan rasa terima kasih kepada sang
guru, Ki Bandesa Mas menghaturkan anak perempuannya yang bernama Sang Ayu Mas
Genitir untuk dijadikan istri. Dari perkawinan itu melahirkan seorang putra
yang diberi nama Ida Putu Kidul atau Ida Buk Cabe. Mengenai nama utrid Ki
Bandesa Mas yang kawin dengan Danghyang Niarartha, sesuai dengan beberapa
sumber namanya berbeda, namun orangnya tetap sama yaitu utrid nomor 3 dari Ki
Bandesa Mas. Adapun nama yang diberikan tersebut adalah Ayu Mas Gumitir,Sang
Ayu Mas Genitir, Ni Gusti Ayu Kencana,
Ni Luh Ayu Manik Jenar.
Demikian juga nama yang diberikan kepada Bandesa Mas (orangnya
sama, tapi sebutannya bermacam-macam) antara lain Mpu Jiwaksara (brahmana), Ki
Patih Ulung (ksatria), Pangeran Manik Mas, Pangeran Mas, Bandesa Manik Mas, I
Gede Bandesa Mas, Pangeran Bandesa Manik Mas, Ida Pandhita Manik Mas (setelah
menjadi sulinggih), Ida Mpu Manik Mas (setelah menjadi sulinggih), dan Sri Mpu
Mas (setelah menjadi sulinggih)
lain posting ( Danghyang Nirartha)
lain posting ( Danghyang Nirartha)
Kalau dilihat lagi dari asal
usulnya Danghyang Nirarta adalah putra dari Danghyang Smaranatha, Danghyang
Smaranatha adalah putra Mpu Tantular, Mpu Tantular adalah putra Mpu Bahula
dengan Dyah Ratnamanggali, sedangkan orang tua dari Mpu Bahula adalah Mpu
Bharadah dari pihak ayah. Sedangkan dari pihak ibu, Mpu Bahula adalah keturunan
Mpu Kuturan.
Baik Mpu Kuturan dan Mpu Bharadah
adalah saudara dari Mpu Gnijaya yang tidak lain adalah leluhur para Warga
Pasek, jadi dapat dikatakan mereka dalah sama-sama keturunan Bhatara Hyang
Pasupati yang berparahyangan di gunung Mahameru India. Walaupun demikian, para
Warga Pasek pada saat diksa (inisiasi) hanya menggunakan gelar Dukuh saja.
Strukturisasi masyarakat seperti ini mulai diberlakukan di Bali, akhirnya
sistem wangsa ini diterapkan dalam segala kehidupan bermasyarakat di Bali. Hal
ini terbukti dari pelaksanaan upacara ngaben, pengarge tirtha pengentas, surat
kajang dan atribut-atribut lainnya dalam upakara. Hal ini selalu di kaitkan
dengan wangsa brahmana selaku pemegang kebijakan dalam pelaksanaannya di
masyarakat. Selanjutnya, sebutan pandita untuk brahmana Siwa dan Budha dari
keluarga Danghyang Nirartha tidak lagi memakai istilah Danghyang atau Mpu,
melainkan menggunakan istilah Pedanda. Danda bisa berarti hukum dan bisa
berarti tongkat. Jadi yang dimaksud pedanda adalah pemegang hukum atau pemegang
tongkat. Demikianlah akhirnya putra-putra Danghyang Nirartha dan Danghyang Astapaka
lalu disebut pedanda bagi yang telah di diksa (inisiasi). Hal lain, yang juga
berlaku adalah rakyat biasa atau wang jaba/sudra tidak diperkenankan
mempelajari veda, tanpa seijin dari wangsa brahmana, kalau sampai ada yang
melanggar akan dikenakan hukuman berat. (sumber : http://old.nabble.com)
No comments:
Post a Comment