Ada beberapa sumber yang dapat untuk dipercaya mengatakan ; bahwa semua keturunan Pasek Bendesa dimanapun kini berdomisili wajib untuk mengaturkan sembah bakti di beberapa pura yakni Pura Ratu Pasek di Besakih Karang Asem,Pura Lempuyang Madya,Pura Silayukti di Padangbai Karang asem, Pura Taman Pule di Mas Gianyar, dan Pura Gading Wani di Desa Lalanglinggah Selemadeg Barat Tabanan, sesuai denganWisama Kawitan Leluhur.Pura Gading Wani juga di sungsung oleh subak Gading Wani.
Di Pura Gading Wani Desa Lalanglinggah juga ada pelinggih Ida Danghyang Nirartha, merupakan seuatu bentuk/cara penghormatan kehadapan Beliau atas jasanya melenyapkan suatu penyakit/wabah/gerubug (bhs Bali) saat Danghyang Nirartha baru tiba di Bali. Perahu Danghyang Nirartha berlabuh di Perancak tidak jauh dari Gading Wani. Atas jasa Danghyang Nirarta melenyapkan wabah maka Beliau di berikan seorang gadis untuk di jadikan istri, gadis itu tiada lain adalah putri Bendesa Gading Wani yang bernama Ni Luh Petapan.
Kutipan buku “sejarah dan
babad pratisentana bandesa manik mas hal.27”
Pada tahun 1489 (isaka 1411) Danghyang Nirartha
tiba di Bali. Pada awalnya Danghyang Nirartha bertempat tinggal di Desa Gading
Wani (Jembrana). Ketika itu yang berkuasa sebagai bandesa di Gading Wani adalah
keturunan Ki Bandesa Mas (Arya Tan Mundur). Ki Bandesa Mas berguru mengenai
keagamaan dan Dharma Brahmana kepada Danghyang Nirartha. Setelah didwijati Ki
Bandesa Mas (Arya Tan Mundur) menjalani Dharma Brahmana bergelar Ki Dukuh dan
sebagai nabenya adalah Danghyang Nirartha. Disana Danghyang Nirartha
memberitahukan kepada keturunan Arya Tan Mundur yang ada di Desa Gading Wani,
jika menyelenggarakan yadnya supaya dipuput oleh Ki Dukuh (Ki Dukuh Macan
Gading), demikian seterusnya sampai anak cucu keturunannya agar yadnya dipuput
keturunan Ki Bandesa Mas (Ki Dukuh).-
Ceritra kedatangan Danghyang Nirartha di Gading Wani ;
Pada suatu ketika Dang
Hyang Nirartha bersama 6 orang putra-putrinya berangkat meneruskan perjalanan
ke timur. Lalu mereka tiba di sebuah desa bernama GADING WANI. Kebetulan waktu
itu orang-orangdesa diserang penyakit sampar (grubug; Bali). Bendesa (Kepala
Desa) Gading Wani tatkala mengetahui sang pendeta datang lalu segera menjemput
di tengah jalan, duduk bersila menyembah. “Mpu Dang Hyang, kami mengucapkan
selamat datang. Bahwa sang pendeta telah sudi datang ke tempat kami yang sedang
ditimpa penyakit sampar. Setiap hari ada saja orang-orang kami yang meninggal
mendadak.Kami mohon urip (hidup) dengan hormat. Sudilah kiranya Mpu Dang Hyang
memberikan kali obat agar kami sembuh dan wabah ini hilang,” harapnya. Demikian
katanya seraya berlinang-linang air matanya.
Dang Hyang Nirartha terharu dan belas kasihan mendengarkannya. Seketika Ki
Bendesa disuruh mengambil air bersih ditempatkan di sangku, periuk atau sibuh.
Setelah diberi mantram oleh sang pendeta, lalu disuruh memercikkan kepada yang
sakit dan meminumnya. Mpu Dang Hyang beserta putra-putrinya dihaturkan
pesanggrahan tempat beristirahat dan dipersiapkan hidangan berupa santapan dan
buah-buahan. Orang yang sakit setelah diperciki dan meminum air tirtha dari Mpu
Dang Hyang seketika itu sehat bugar kembali.
Pada sore harinya (sandhyakala) sang pendeta memerintahkan orang-orang
meletakkan ganten (kunyahan sirih) beliau itu di empat penjuru tepi desa untuk
mengusir bhuta kala yang membuat penyakit. Orang-orang desa yang diberi
perintah menyembah dan segera berjalan melaksanakannya. Memang benar-benar sang
pendeta adalah orang yang sakti, seketika itu orang desa dapat membuktikan dan
melihat bayangan bhuta kala itu lari ke dalam laut, rupanya beraneka ragam.
Orang desa banyak yang turun menyaksikan pemandangan yang ajaib itu, dan
semuanya heran terhadap kesaktian sang pendeta.
Mulai ketika itu beliau diberi gelar PEDANDA SAKTI WAWU RAWUH (pendeta sakti
yang baru datang). Yang pandai bahasa Kawi menyebut beliau DANG HYANG DWIJENDRA
(raja guru agama). Orang desa semuanya riang gembira. Tiap-tiap hari bergilir
menghaturkan santapan kehadapan sang pendeta dan putra-putrinya serta
membuatkan pamereman (tempat tinggal) di desa Wani Tegeh. Harapan orang orang
desa agar sang pendeta menetap di sana, tetapi sang pendeta keberatan karena
masih akan meneruskan perjalanan ke timur. Kemudian Ki Bendesa Gading Wani
mohon berguru dan mebersih (mediksa) menjadi pendeta. Sang pendeta berkenan
meluluskan permohonannya agar ada orang tua pembimbing agama di sana. Ki
Bendesa diajar ilmu kebatinan dan ketuhanan. Selanjutnya dibersihkan (didiksa)
menjadi pendeta (Dukuh) Gading Wani. Setelah itu diberi suatu panugrahan
dicantumkan dalam “Kidung Sebun Bangkung” . Ki Bendesa Gading Wani setelahnya
dilantik menjadi pendeta (Dukuh) menghaturkan anaknya wanita cantik kepada Dang
Hyang Dwijendra yang bernama Ni Jro Patapan sebagai pangguru yoga, yaitu tanda
bakti berguru untuk menjadi pelayan Mpu Dang Hyang Dwijendra dalam mengatur
sesajensesajen berama Ni Berit. Dengan senang hati Dang Hyang Dwijendra
menerimanya.
Pesimpangan Ida Betara yang berstana di Pura Gading Wani juga ada di areal Pura Rambut Siwi ( di barat daya Penataran Agung Pura Rambut Siwii )
Letak/lokasi Pura Gading wani di Desa Lalanglinggah Selemadeg Barat
dok posting per : 31/8/2012 Purnama Ketiga (by.Putu J.Sys)
PRASASTI KGP BANDESA MANIK MAS
Ida Swabawa
maparhyangan ring Pulaki, nganugrahaken sastra dahat utama wiaktinia ngaran,
Canting Mas, suwer Mas, muah Weda Sulambang Geni, Pasupati Rancana. Taler
panugrahan Ida Padanda Danghyang Dwijendra.
Wastu asing ngamong
wisastra iki, sapreti Santana sira KGP Bandesa
Manik Mas, amangguh
suka saparania amanggih rahayu, tan keneng baya redi sira, tur wredi pomah-omah
sira, lan katanan wigraha sira.
Nanging yan ana
sakulawarga sira, KGP Bandesa Manik Mas,wruh ring sastra, yan sira tan eling
ring kawitan, muah tan rumaksa Aji kadi arep, wastu kita kabeh sawangsana KGP
Bandesa Manik Mas, tan amanggih rahayu, tan papegatan gering, tungkas
masasanak, nemu duka tibaka, muang kawignan.
Mangkana pawarah
hira ri sira, Mpu Manik Mas
Muah ana bisama
ring Pura Taman Pule kalih Pura Bokcabe. Katibeng antuk pratisantana Kyai
Pangeran Mas, tekanning Brahmana Mas, yan ana saterehe Pangeran Mas tan eling,
lipia nyungsung ring Pura Taman Pule, ring Pura Bokcabe, wastu ya kabeh,
sagotrane Kyai Bandesa Manik Mas,Brahmana Mas, yan tan manula kaya ling
Prasasti iki, tan amnggih sadia rahayu, lungsur kasukan, cendek tuwuh, kalah kawisesan,
sambe asanak, tan surud kawignan.
Mangkana sosote
Kyai Bandesa tekeng pratisantanannia wekas. Ayua lupa kita kabeh sawerungsun
kamung.
Post yang relevan >>
No comments:
Post a Comment