Wednesday, August 22, 2012

Tentang Pura Ratu Pasek (di Besakih )



Pada tahun saka 27 (th.105 M), Gunung Agung meletus dengan sangat hebatnya, entah hal-hal apa yang terjadi pada waktu itu. Beberapa tahun kemudian, tahun saka 31 (th.109 M), Betara Tiga; Hyang Agni Jaya, Hyang Putra Jaya dan Hyang Dewi Danuh beryoga di puncak Tohlanhgkir (puncak Gunung Agung), untuk membersihkan Nusa Bali, tepatnya pada hari Selasa Keliwon Kulantir, dikala bulan Purnama, sasih Kelima, atas kekuatan yoga Betara Tiga, Gunung Agung pun meletus lagi dengan sangat hebatnya.
Memang Dewata telah mengatur sedemikian rupa, setiap upacara besar keagamaan di Bali yang sifatnya umum, Gunung Agung tetap meletus paling tidak akan dengan  pertanda gempa bumi.
Setelah Upacara pembersihan Nusa Bali, pada tahun saka itu juga (31) Gunung Agung masih dalam keadaan belum begitu reda letusannya pada hari yang sangat baik, Betara Tiga di Puncak Tohlangkir, sama bertujuan agar mempunyai putra, maka Betara Hyang Agni Jaya dan Hyang Putra Jaya beryoga dengan sangat hebatnya, menghadapi api pedipaan, betapa alunan suaranya bunyi genta, hujan kembang dari angkasa.
Akibat dari kekuatan/kesucian yoganya Betara kalih, maka Gunung Agung menambah hebat letusannya, keluar banjir api dari lubang kepundannya, kilat, gempa berkesinambungan, hujan sangat lebatnya, dentuman-dentuman suara letusan tiada hentinya.
Maka dari kekuatan yoga Hyang Agni Jaya, keluar dari Panca Bahunya 5 orang putra laki-laki sangat tampan parasnya, begitu lahir, masing-masing beralaskan daun gedang kaikik.
Kelima Putra Hyang Agni Jaya itu, lasim disebut Panca Tirtha, nama-nama putra Hyang Agni Jaya itu, yaitu :
1.    Sang Brahmana Pandita
2.    Mpu Mahameru (Mpu Sumeru)
3.    Mpu Gana
4.    Mpu Kuturan
5.    Mpu Bradah
Semua telah menjadi wiku semenjak beliau masih kecil-kecil, semuanya tekun menjalankan swadharmanya masing-masing. Selanjutnya, dari yoga Hyang Putra Jaya, keluar 2 orang putra putri masing-masing bernama :
1.    yang laki-laki bernama Bethara Gana
2.    yang perempuan bernama Betari Manik Gni
Ketujuh putra putrid Hyang Agni Jaya dan Hyang Putra Jaya, pergi ke Gunung Semeru, menghadap Hyang Pasupati, untuk memperdalam ajaran keagamaan dan kependetaan.
Setelah sama dewasa dan telah sama tamat dalam hal menuntut ilmu, maka Betari Manik Gni dikawinkan dengan Sang Brahmana Pandita, Sejak perkawinannya itu Sang Brahmana Pandita berganti nama Mpu Gni Jaya.
Setelah sekian lama putra-putri Hyang Agni Jaya dan Hyang Putra Jaya berada di Gunung Sumeru, pada suatu hari yang baik, Hyang Pasupati bersabda kepada cucu-cucunya, sabda Betara Kasuhun :
“Wahai cucu-cucuku semua, kamu telah sama dewasa dan telah tamat dari menuntut ilmu, demikian juga telah sama menjadi pendeta, aku memberi ijin kepadamu, untuk kamu kembali ke Nusa Bali, menghadap orang tuamu, turut menjaga Nusa Bali. Demikian sabda Hyang Pasupati.
Mpu Sumeru mohon ijin untuk pulang ke Bali, menghormat dengan tata cara kependetaan kehadapan Hyang Pasupati dan segera berangkat menuju Nusa Bali, pada tahun saka 921 (th.999 M).
Mpu Sumeru segera tiba di Kuntulgading, terus melalui pegunungan Tulukbiu, menuju Besakih, tepatnya pada hari Jumat Kliwon Julungwangi, bulan purnama raya, sasih kaulu.
Setibanya di Besakih, kebetulan Hyang Agni Jaya dan Hyang Putra Jaya sedang memuja Tuhan beryoga semadi. Kesudahannya, betapa gembira Hyang Agni Jaya dan Hyang Putra Jaya demikian juga Dewi Danu dapat bertemu kembali dengan putranya, dengan tiada terduga. Selanjutnya Mpu Sumeru ditugaskan di Besakih, mengemban Pura Penataran Agung bersama Tri Warga lainnya yaitu Pande, Segening dan Penyarikan.

Entah berapa tahun kemudian , Mpu Sumeru membangun tempat pemujaan, yang disebut Parahyang tempat melakukan Yoga Semadi.         Parahyangan itu dipelaspas/katuran Karya Agung Pengenteg Linggihnya pada hari Senin Umanis Tolu dipuput oleh Mpu Gni Jaya dan Mpu Withadharma. Parahyangan Mpu Sumeru tersebut sekarang terkenal dengan sebutan Pura Ratu Pasek Besakih.

Sumber  >  http://hyangsari.wordpress.com

No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini