Tiada terpungkiri upacara ngaben yang telah terkenal hingga
ke manca negara sana merupakan salah satu jenis kebudayaan para
warga Hindu neng tanah Bali, tentunya merupakan salah satu jenis daya tarik
para wisman untuk senantiasa mengenang tanah Bali sepanjang ayatnya. Ngaben itu
upacara penghormatan bagi seluruh anggauta keluarga kepada anggauta keluarga yang lebih dulu meninggalkan
alam maya pada ini, pitra yadnya demikian sebutannya. Sejatinya bagi warga
Hindu, setelah pelaksanaan ngaben rangkaian upacara pitra yadnya bukannya telah
berakhir namun masih ada aneka tahapan berikutnya.
Diyakini oleh para penganut Hindu, setelah diaben atma masih
terbungkus suksma sarira/lingga sarira, atma yang telah diaben disebut pitara.
Untuk melepaskan suksma sarira itu dari sang pitara maka perlu dilakukan suatu
upacara yang bernama atma wedana. Sesuai dengan buku K. Nadha Sang Perintis
halaman 94, upacara atma wedana itu ada lima tingkatan upacara berdasarkan
cakupannya, yakni : ngangseng, nyekah, mamukur, maligia, serta ngeluwer. Makna
dan fungsi kelima tingkatan upacara itu sama, yang membedakannya adalah besar
kecilnya upakara berdasarkan kemampuan sosialnya. Kalau upacara atma wedana itu dilaksanakan
hingga tingkatan ngeluwer, apapun yang diminta orang yang datang asalkan wajar
wajib untuk dikabulkan oleh yang melakukan upacara. Dengan serana upacara
diyakini oleh penganut Hindu mampu mendekatkan diri kepada sesama, alam beserta
isinya, dan juga Hyang Kuasa, diyakini kian besar tingkatan upacara maka
cakupan yang didekatkan akan lebih luas. Umat Hindu percaya, setelah tingkatan upacara
tertentu penyebutan atma orang yang telah meninggal berbeda-beda. Begitu meninggal disebut petra/petala, setelah diaben
disebut pitara, dan setelah dilakukan atma wedana disebut dewa pitara. Dan
setelah disebut dewa pitara upacaranya tidak masih bernama pitra yadnya umat
Hindu menamai nuntun. Dewa pitara di tuntun, kemudian distanakan /kalinggihang
di Sanggah Kemulan/ Pelinggih Hyang Guru
lantas disebut Batara Hyang Guru.-
Sumber bacaan
: buku K.Nadha Sang Perintis.
No comments:
Post a Comment