Yang namanya umat beragama, penganut agama apapun di bumi ini
tentulah melakukan aneka hal yang terkatagori kegiatan keagamaan, demikian juga
halnya dengan umat Hindu (khususnya umat Hindu neng tanah Bali). Umat
Hindu mengenal yang namanya kerangka
dasar agama, terdiri dari tiga macam : tatwa/filsafat, susila/etika, dan
ritual/upacara. Khusus tentang upacara lebih-lebih oleh warga Hindu tanah Bali
identik nian dengan sesajen/banten. Diantara jenis banten itu ada yang namanya
aneka banten caru sesuai dengan tingkatan serta tujuan upacara caru itu di
laksanakan.
Diantara kesekian jenis dan tingkatan caru yang lumrah
dikenal dan dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, ada diantaranya yang bernama
caru Resi Ghana (khalayak Hindu yang menyebutnya). Sejatinya yang disebut caru
resi ghana oleh umat Hindu itu adalah suatu upacara suci yang ditujukan untuk
memuja Dewa Ghana Pati/Dewa Wighna-ghna. Dalam bahasa sansekerta wighna punya
arti halangan, jadi tujuan memuja Dewa Ghana adalah untuk memohon kepada Hyang
Widhi dalam manifestasinya sebagai Dewa Ghana agar para umat memperoleh
perlindunganNya. Yang lebih tepat kiranya upacara Resi Ghana itu disebut sebagai
upacara penolak baya / upacara untuk menolak mara bahaya. Upacara Resi Ghana
ini umumnya dilakukan dalam setiap rumah tempat tinggal, bangunan untuk umum
lebih-lebih bangunan suci, dengan tujuan agar rumah tempat tinggal/ tempat yang
diupacarai semisal merajan, pura kahyangan agar benar-benar terlindungi olehNya
dalam manifestasinya sebagai Dewa Ghana. Dapat juga diartikan, upacara resi
ghana itu bertujuan untuk menstanakan kesucian Dewa Ghana demi melindungi
sesuatu bangunan suci/ tempat tinggal agar terlindung dari mara bahaya.
Jika para umat konskuen menjalankan yang namanya ritual
keagamaan, upacara resi ghana biasanya diulang kembali setiap sepuluh tahun.
Inilah yang mengingatkan para umat agar terus eling padaNya dalam menifestasinya sebagai Dewa Ghana.
Sejatinya, upacara resi ghana tidak menyebutkan untuk nyomia bhuta kala namun
ditujukan kepada Dewa Ghana untuk melindungi umat dari gangguan bhuta kala. Hal
inilah yang nampaknya menyebabkan upacara resi ghana disebut caru. Dalam lontar
Hindu juga di sebutkan, upacara resi ghana disamping untuk melindungi
lingkungan rumah/tempat suci, upacara ini juga dilakukan kalau ada pohon besar
yang tumbang hingga ke akar-akarnya, pemarisudha karang panes dan karang
angker/tenget, jika ada kematian karena salah pati, ada orang kelebon amuk,
disambar petir, dll. Bahan utama dari upacara resi ghana ini adalah itik putih,
dan di olah sesuai dengan peruntukannya.
Sumber bacaan
: kalender bali tahun 2014, disusun : I B Suparta Ardhana.
" C A R U"
Caru artinya ; cantik, manis, selaras, serasi dan seimbang.
Tujuan dari pada upacara pecaruan adalah untuk nyomia bhuta menjadi dewa. Dengan upacara pecaruan, sifat-sifat bhuta yg ganas, galak dan agresif, kasomia (dihaluskan) menjadi sifat-sifat dewa, sehingga menjadi ; lemah-lembut dan penuh kasih-sayang.
JENIS DaN TINGKAT PECARUAN.
Caru yang paling kecil disebut dg Caru ”Eka Sata”. Caru ini mempergunakan seekor ayam berbulu brumbun (campuran keempat warna, yaitu : putih, merah, kuning dan hitam. Kemudian caru yg lebih besar dari Eka Sata adalah ”Caru Panca Sata”. Caru Panca Sata ini mempergunakan lima ekor ayam. Warna ayam yg dipergunakan adalah ; yang berbulu putih, merah atau ayam biying. Ayam putih dg kakinya berwarna kuning, disebut juga ayam putih siungan, ayam berbulu hitam atau ayam berbulu brumbun.
Caru Panca Sata ini adalah dasar dari semua caru. Caru Pancasata ini dipergunakan sebagai dasar Caru Panca Sanak, Panca Kelud, Rsi Gana, dsb. Caru Panca Sanak ini dipergunakan untuk ”nyomia” lima bhuta di lima penjuru mata angin. Lima bhuta kala yg di somia, yaitu : --- 1). Di Timur atau ”ring purwa” disebut ”Bhuta Janggitan” -- 2). Di Selatan atau ring ”daksina”, disebut ”Bhuta Langkir” -- 3). Di Barat atau ring pascima, disebut ”Bhuta Lembukanya” -- 4). Di Utara Sang Bhuta Taruna -- 5). Di tengah atau ring Madya disebut ”Bhuta Tiga Sakti” --
Tambahan info tentang tentang caru oleh Sdr. Armin Jaya
" C A R U"
Caru artinya ; cantik, manis, selaras, serasi dan seimbang.
Tujuan dari pada upacara pecaruan adalah untuk nyomia bhuta menjadi dewa. Dengan upacara pecaruan, sifat-sifat bhuta yg ganas, galak dan agresif, kasomia (dihaluskan) menjadi sifat-sifat dewa, sehingga menjadi ; lemah-lembut dan penuh kasih-sayang.
JENIS DaN TINGKAT PECARUAN.
Caru yang paling kecil disebut dg Caru ”Eka Sata”. Caru ini mempergunakan seekor ayam berbulu brumbun (campuran keempat warna, yaitu : putih, merah, kuning dan hitam. Kemudian caru yg lebih besar dari Eka Sata adalah ”Caru Panca Sata”. Caru Panca Sata ini mempergunakan lima ekor ayam. Warna ayam yg dipergunakan adalah ; yang berbulu putih, merah atau ayam biying. Ayam putih dg kakinya berwarna kuning, disebut juga ayam putih siungan, ayam berbulu hitam atau ayam berbulu brumbun.
Caru Panca Sata ini adalah dasar dari semua caru. Caru Pancasata ini dipergunakan sebagai dasar Caru Panca Sanak, Panca Kelud, Rsi Gana, dsb. Caru Panca Sanak ini dipergunakan untuk ”nyomia” lima bhuta di lima penjuru mata angin. Lima bhuta kala yg di somia, yaitu : --- 1). Di Timur atau ”ring purwa” disebut ”Bhuta Janggitan” -- 2). Di Selatan atau ring ”daksina”, disebut ”Bhuta Langkir” -- 3). Di Barat atau ring pascima, disebut ”Bhuta Lembukanya” -- 4). Di Utara Sang Bhuta Taruna -- 5). Di tengah atau ring Madya disebut ”Bhuta Tiga Sakti” --
No comments:
Post a Comment