Wednesday, June 11, 2014

“ Salam Kotak Suara “



Jokowi Membuat Papua Menangis






“Kita semua tahu bahwa Papua adalah provinsi yang sangat kaya sumber daya alamnya, keindahan panorama baik di darat maupun di laut hingga kebudayaan asli dari sejumlah suku bangsa para pemain bola asal Papua seperti Boaz Salosa, Patrik Wanggai, Ferdinand Pahabol dan Riki Kayame terus berjuang mempertahankan harga din i mereka sebagai bangsa Indonesia di bidang persepakbolaan ketika berhadapan dengan negara lain. Namun ketika konflik di Papua tetjadi, muncul berbagai pernyataan tentang orang Papua seperti: Papua gelap, sumber daya manusia relatif rendah, manusia masih primitif dan miskin, bendera kejora yang sering dinaikan, penembakan misterius, pelanggaran HAM, referendum dan merdeka lepas dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)” (Bernarda Meteray, PENGUATAN KEINDONESIAAN DI ANTARA KEPAPUAAN ORANG PAPUA, jappy.8k.com)
Itulah sedikit rekaman dari Orang Papua dari bukan Orang Papua tentang Papua; itu adalah sedikit fakta yang ada, dan hampir-hampir menjadi pandangan umum. Papua, sebagaimana tak seikit wilayah di timur Nusantara, hidup dan kehidupan modern, maju, bersisihan dengan yang tradisional, miskin, dan kepapaan, serta ketidakmajuan. Papua, dan juga Indonesia Timur, lebih banyak menerima janji daripada program pembangunan; kekayaan alamnya lebih banyak dikuras, daripada membangun; orang-orangnya lebih seriang keluar menuju barat, daripada kembali ke kampung halaman. Semuanya itu, terus menerus terjadi, terulang, dan diulangi sejak lama.


Kini, 2014, ketika negeri ini mulai ramai dengan pergantian anggota parlemen dan juga (nanti) pergantian Presiden dan Wakil Presiden, Papua bukan menjadi target utama para politisi mendapat suara pemilih, (sama dengan beberapa daerah Indonesia Timur lainnya). Bagi mereka, Papua dengan jumlah penduduknya yang tak seberapa, bukanlah target untuk memperkenalkan diri.
Namun beda dengan Joko Widodo, dan juga timnya, mereka tidak melihat Papua sebagai kumpulan atau target suara yang tak seberapa, namun sebagai bagian yang sah dari NKRI. Papu adalah setara dengan daerah lain di NKRI, yang mempunya hak dan kempatan konstitusi serat politik yang sama; Papua juga bukan assesoris dalam perpolitikan Indonesia.
Dengan demikian ketika Joko Widodo, yang juga Kandidat Presiden, datang dan ada bersama orang Papua; mereka membawa spanduk, bendera partai, atau hanya kaus partai, bahkan mampu tenang untuk mendengar orasi dari Jokowi.


Di lapangan Karang PTC, Jayapura, Jokowi berkata kepada ribuan massa,
” … dirinya akan menangani semua masalah di provinsi paling timur di Indonesia itu dengan hati. Saya tidak ingin janji banyak. Saya yakin persoalan Papua akan bisa diselesaikan dengan hati dan kerja nyata, bukan dengan janji-janji. Saya melihat potensi yangg ada disini besar sekali, tapi potensi yang ada harus sebesar-besarnya dipakai untuk kemakmuran masyarkat Papua,”
Dan, menurut info pada pagi ini, yang diriku dapat langsung dari teman-teman di Papua, bahwa tak sedikit orang-orang gunung (desa, pedalaman) yang turun ke tempat Jokowi berada; padahal selama ini, mereka enggan lakukan itu, termasuk pada saat Pilkada I maupun II. Orang-orang gunung yang turun demi melihat Jokowi, bisa tertib, aman, dari awal hingga pulang; mereka puas dengan melihat dan mendengar Jokowi.
Sama halnya, ketika Jokowi berada di Pasar Remu Sorong, yang merupakan pasar terbesar di Kota Sorong; kedatangan Jokowi menjadikan aktivitas pasar sempat terhenti, karena pedagang dan pengunjung ingin melihat Jokowi. Jokowi cuma ngopi di salah satu warung kopi, melayani permintaan masyarakat yang hendak berfoto.
Reaksi orang-orang Papua di pasar tersebut, tak hanya berfoto dengan Jokowi, namun disaat gembira mereka, tak sedikit mama-mama dan bapak-bapak asal Papua pun menangis terharu; mereka menangis karena, “Tidak pernah ada gubernur Jakarta dan calon presiden yang datang ke pasar ini. Hanya dia, ….” ucap Welly Kambuaya, seorang penjual pinang.
Mereka menangis dan mengeluarkan air mata;
bukan air mata kesedihan
bukan air mata duka dan nestapa
bukan air mata kelaparan
Tetapi,
air mata sukacita
air mata kegembiraan
air mata kekaguman
air mata yang bercerita tentang diri yang papa, merana, dan derita
air mata pengharapan; pengharapan masa depan yang lebih baik
Ada juga yang berseru “Jokowi ko saja tra ada yang lain. Ko pasti Presiden,” atau “Jokowi kamu saja tidak ada yang lain. Kami pasti Presiden, ….” ; Rugaya penjual makanan, juga berkata, “Orangnya sangat sederhana sekali. Saya kaget dan tidak sangka sekali, … ;” Jimmy Demianus Idjie, “Tak ada pesta penyambutan, namun rakyat menyambutnya dengan bahagia dan senang. Ini bukti ia benar-benar dicintai rakyat, …….”
Hal-hal di atas, hanyalah potongan cerita dan berita pada waktu kemarin ketika Jokowi di Papua; cerita dan berita, yang kini menjadi kebanggaan tersendiri pada orang-orang Papua yang sempat kontak fisik dengan Jokowi. Mereka bangga, sehingga bercerita, dan terus bercerita tentang sosok Jokowi; dan cerita mereka sampai ke jauh, melewati batas-batas geografis, hingga tiba pada diriku yang jauh dari Papua.
Dengan demikian, tak salah jika cukup banyak orang yang menyatakan dan menilai bahwa Jokowi mampu menselaraskan kembali bangsa dan rakyat Indonesia; Jokowi mampu sembuhkan bangsa yang sementara retak karena berbagai pesoalan; serta melakukan perubahan pada banya hal di negeri ini; atau, paling tidak, ada banyak orang Indonesia yang mau berubah, jika Jokowi menjadi Presiden RI.
Sehingga, walau belum secara resmi, namu dari hampir semua propinsi di Nusantara, telah ada relawan yang bekerja dalam rangkan sukseskan Joko Widodo sebagai Presiden RI. Ada ratusan ribu atah bahkan jutaan orang yang tanpa dibayar, bersedia melakukan kampanye dengan caranya sendiri pada komunitasnya, agar Jokowi menjadi presiden.
Mereka, seakan berkata kepada Jokowi bahwa jangan takut menerima mandat dari rakyat untuk menjadi Presiden; tak perlu gentar, karena beban besar memperbaiki sikon rakyat akan menjadi ringan, kerena mereka mau memikulnya bersama Jokowi.
Bagi para pendukungnya, Jokowi adalah bagian dari perubahan dan perubahan itu sendiri. Bagi pendukungnya, Jokowi adalah selaras dengan keselarasan yang akan tercipta; serta secara bersama menjadi bagian yang selaras dalam keselarasan tersebut. Lebih dari itu, Jokowi pun dilihat sebagai sosok yang tepat untuk menerima mandat dari rakyat; man yang diberikan oleh pemilih/rakyat kepada yang dipilih atau menerima mandat.
Mandat tersebut bertujuan agar mereka (yang dipilih dan menerima mandat) berkarya sehingga tercipta keteraturan, ketertiban, dan kelangsungan hidup serta kehidupan berbangsa, bernegara; adanya kesetaraan serta hubungan baik antara manusia dengan alam dan sesamanya, sehingga mereka selalu bersyukur kepada TUHAN Allah.
Dan, kesemuanya itu dapat diusahakan melalui banyak hal, termasuk mengembangkan serta meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan; memperjuangkan HAM; menggunakan dan mengelola hasil ciptaan untuk tujuan yang baik serta demi kepentingan manusia; serta mengembangkan kebudayaan dan hasil-hasilnya [misalnya iptek, bahasa, seni, tarian, nyanyian, dan lain-lain].
Dengan itu, nantinya Jokowi adalah pemegang mandat dari rakyat (yang memilihnya), sebisa mungkin ingat pada mereka yan memilihnya serta bertanggungjawab terhadap pilihan tersebut. Hal itu hanya bisa terjadi jika mereka tidak melakukan pembiaran-pembiaran terhadap hal-hal yang bertantangan dengan Undang-undang dan tujuan besar berbangsa serta bernegara. Termasuk tidak boleh menggunakan mandatnya untuk menindas serta merusak ciptaan pada masanya. Artinya, karena mandat yang ada pada dirinya, maka ia (mereka) mengeksploitasi ciptaan sampai habis, sehingga tidak tersisa untuk generasi berikut. Mandat tersebut, juga mempunyai muatan pemeliharaan, penataan, dan keselarasan agar kelangsungan alam semesta dapat terjamin dan terus berlangsung. Walaupun ciptaan bersifat tidak abadi, namun kelangsungannya perlu dijaga. Manusia patut memeliharanya sedemikian rupa, sehingga dalam ketidakabadiannya, hidup dan kehidupan tetap berlangsung atau berjalan.
Update, dari Medsos, ketika hal-hal di atas ada dishare, ternyata tangisan karena dan oleh Jokowi bukan saja datang dari Papua, namun ada juga tempat lain. Banyak orang bergetar dalam hati, dan tak menyadari bahwa air mata mereka tercurah; tercurah karena Jokowi.



No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini