Setelah sekian lama berselang, akhirnya mimpi itu
datang lagi. Diatas hamparan tanah sawah, air menggenang diantara penggalan
padi yang terpanen. Berteduh di pondok beratapkan jerami, bertiang pohon waru.
Memancing keceriaan dalam kesendirian, duduk menunggu matahari menyender ke
barat.
Ku tatap sekawanan si pendek berbulu putih, mencoba untuk memahami hati mereka satu persatu. Bertahun-tahun mereka setia menjadi temanku, memberikanku penghidupan, membantuku menunda lapar dan haus. Tak ada kesedihan didalam wajah-wajahnya, hanya riang yang terlintas diatas binar-binar lumpur yang bermandikan cahaya mentari. Mereka selalu bersahaja dalam kerumunan. Terkadang aku malu bercampur iri pada mereka, sadar akan diriku yang menggiringnya dengan tongkat bambu melengkung.
Ah... Si Pendek berbulu putih, kau dan teman-temanmu begitu lugu. Bijaksana dalam memilah kotoran, beriringan dan saling menunggu sesamamu. *Itik
Ku tatap sekawanan si pendek berbulu putih, mencoba untuk memahami hati mereka satu persatu. Bertahun-tahun mereka setia menjadi temanku, memberikanku penghidupan, membantuku menunda lapar dan haus. Tak ada kesedihan didalam wajah-wajahnya, hanya riang yang terlintas diatas binar-binar lumpur yang bermandikan cahaya mentari. Mereka selalu bersahaja dalam kerumunan. Terkadang aku malu bercampur iri pada mereka, sadar akan diriku yang menggiringnya dengan tongkat bambu melengkung.
Ah... Si Pendek berbulu putih, kau dan teman-temanmu begitu lugu. Bijaksana dalam memilah kotoran, beriringan dan saling menunggu sesamamu. *Itik
Sumber > sebuah status FB, akun Wayan Martino
No comments:
Post a Comment