Monday, June 10, 2013

Taru menyan dari daerah Batur (cerita dari tanah Bali)



Pulau Dewata demikian lumrah disebutkan, kata Dewata hampir seluruh khalayak tahu amat dekat atau bahkan identik dengan Hindu. Semua orang tahu Hindu terbanyak ada di tanah Bali untuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di tanah Bali antara Hindu dan kebudayaan hampir menyatu bahkan ada yang bilang menyatu, tiada terpungkiri memang. Disamping semua itu tanah Bali juga memiliki beberapa keunikan, salah satunya adalah ada di kawasan Desa Terunyan ( Taru Menyan).

kuburan desa Trunyan Bangli Bali

Desa Bali Aga Trunyan berada dikecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Letak desa memencil di tepi Danau Batur dan di kaki sebuah bukit, bukit abang. Di desa Trunyan, adat desa membagi cara menguburkan jenzah menjadi tiga sema/setra/kuburan, berdasarkan jenis kematiannya. Seorang warga trunyan yang meninggal wajar, jenazahnya akan ditutupi kain putih,diupacarai lalu diletakkan tanpa dikubur di bawah pohon besar Trunyan, bertempat di Sema Wayah. Sedangkan kalau penyebab kematiannya enggak wajar (salah pati) misalnya kecelakaan, bunuh diri, atau dibunuh orang, jenazahnya di letakkan  di lokasi yang dinamakan Sema Bantas. Dan untuk mengubur bayi dan anak kecil dan warga yang sudah dewasa tapi belum menikah diletakkan di Sema Muda.

Istilah pohon Trunyan berasal dari kata Taru Menyan (taru berarti pohon, menyan berarti wangi). Bau wangi dari pohon itulah yang diyakini menetralisir bau busuk jenazah. Dalam ceritra rakyat yang berkembang ; bau dari pohon trunyan (taru menyan) amatlah kuat. Konon mampu menyebar hingga ke Kraton Solo, dan karena rasa penasaran empat bangsawan Keraton Solo (tiga pangeran, dan seorang putri) ingin mencari sumber bau wangi tersebut. Mereka kemudian berjalan kea rah timur hingga menginjakkan kaki di tanah Bali. Ketika tiba di batas tanah Bali sebelah timur, antara desa Culik dan Tepi di perbatasan Karang Asem dan Buleleng, bau wangi tersebut kian tajam, terlebih mereka tiba di daerah Batur. Namun hanya putra sulunglah yang mampu sampai ke tempat tujuan lantaran ketiga adiknya tergoda untuk tinggal di daerah yang dilaluinya. Ketika Sang Putra Sulung sampai di suatu dataran, dia beretemu dengan seorang wanita yang amat cantik bagaikan dewi. Wanita itu sedang duduk sendirian di bawah pohon taru menyan, pohon yang berbau harum yang mereka cari selama ini. Putra sulung tertarik pada wanita cantik itu, diapun ingin memperistrinya. Putra Sulung lalu pergi menghadap kakak wanita itu, untuk meminang adiknya (wanita itu sejatinya adalah seorang putri). Pinangan diterima, namun ada syaratnya : Putra Sulung harus mau menjadi pancer jagat atau pemimpin daerah itu. Persyaratanpun di sanggupi Putra Sulung, maka menikahlah mereka. Seetelah menikah Putra Sulung bergelar Ratu Sakti Pancering Jagat, dan istrinya bergelar Ratu Ayu Pingit Dalem Dasar.  Lama kelamaan daerah itupun berkembang menjadi sebuah kerajaan kecil. Setelah agak lama memerintah Ratu Sakti Pancering Jagat merasa khawatir jika ada orang jahat yang ingin menguasai kerajaannya karena terpesona oleh bau wangi pohon taru menyan. Agar tidak ada yang tertarik untuk mendatangi kerajaan mereka, Ratu Sakti Pancering Jagat kemudian memerintahkan meletakkan jenazah-jenazah orang Trunyan di bawah pohon Taru Menyan. Uniknya bau busuk dari jenazah menjadi netral ketika bercampur dengan aroma Taru Menyan. Dan sejak itu Desa Trunyan nggak lagi berbau terlalu harum.—




















No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini