Pulau Dewata
demikian lumrah disebutkan, kata Dewata hampir seluruh khalayak tahu amat dekat
atau bahkan identik dengan Hindu. Semua orang tahu Hindu terbanyak ada di tanah
Bali untuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di tanah Bali antara
Hindu dan kebudayaan hampir menyatu bahkan ada yang bilang menyatu, tiada
terpungkiri memang. Disamping semua itu tanah Bali juga memiliki beberapa
keunikan, salah satunya adalah ada di kawasan Desa Terunyan ( Taru Menyan).
Desa Bali Aga
Trunyan berada dikecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Letak desa memencil di
tepi Danau Batur dan di kaki sebuah bukit, bukit abang. Di desa Trunyan, adat
desa membagi cara menguburkan jenzah menjadi tiga sema/setra/kuburan,
berdasarkan jenis kematiannya. Seorang warga trunyan yang meninggal wajar,
jenazahnya akan ditutupi kain putih,diupacarai lalu diletakkan tanpa dikubur di
bawah pohon besar Trunyan, bertempat di Sema Wayah. Sedangkan kalau penyebab
kematiannya enggak wajar (salah pati) misalnya kecelakaan, bunuh diri, atau
dibunuh orang, jenazahnya di letakkan di
lokasi yang dinamakan Sema Bantas. Dan untuk mengubur bayi dan anak kecil dan
warga yang sudah dewasa tapi belum menikah diletakkan di Sema Muda.
Istilah pohon
Trunyan berasal dari kata Taru Menyan (taru berarti pohon, menyan berarti
wangi). Bau wangi dari pohon itulah yang diyakini menetralisir bau busuk
jenazah. Dalam ceritra rakyat yang berkembang ; bau dari pohon trunyan (taru
menyan) amatlah kuat. Konon mampu menyebar hingga ke Kraton Solo, dan karena
rasa penasaran empat bangsawan Keraton Solo (tiga pangeran, dan seorang putri)
ingin mencari sumber bau wangi tersebut. Mereka kemudian berjalan kea rah timur
hingga menginjakkan kaki di tanah Bali. Ketika tiba di batas tanah Bali sebelah
timur, antara desa Culik dan Tepi di perbatasan Karang Asem dan Buleleng, bau
wangi tersebut kian tajam, terlebih mereka tiba di daerah Batur. Namun hanya
putra sulunglah yang mampu sampai ke tempat tujuan lantaran ketiga adiknya
tergoda untuk tinggal di daerah yang dilaluinya. Ketika Sang Putra Sulung
sampai di suatu dataran, dia beretemu dengan seorang wanita yang amat cantik
bagaikan dewi. Wanita itu sedang duduk sendirian di bawah pohon taru menyan,
pohon yang berbau harum yang mereka cari selama ini. Putra sulung tertarik pada
wanita cantik itu, diapun ingin memperistrinya. Putra Sulung lalu pergi
menghadap kakak wanita itu, untuk meminang adiknya (wanita itu sejatinya adalah
seorang putri). Pinangan diterima, namun ada syaratnya : Putra Sulung harus mau
menjadi pancer jagat atau pemimpin daerah itu. Persyaratanpun di sanggupi Putra
Sulung, maka menikahlah mereka. Seetelah menikah Putra Sulung bergelar Ratu
Sakti Pancering Jagat, dan istrinya bergelar Ratu Ayu Pingit Dalem Dasar. Lama kelamaan daerah itupun berkembang
menjadi sebuah kerajaan kecil. Setelah agak lama memerintah Ratu Sakti
Pancering Jagat merasa khawatir jika ada orang jahat yang ingin menguasai
kerajaannya karena terpesona oleh bau wangi pohon taru menyan. Agar tidak ada
yang tertarik untuk mendatangi kerajaan mereka, Ratu Sakti Pancering Jagat
kemudian memerintahkan meletakkan jenazah-jenazah orang Trunyan di bawah pohon
Taru Menyan. Uniknya bau busuk dari jenazah menjadi netral ketika bercampur
dengan aroma Taru Menyan. Dan sejak itu Desa Trunyan nggak lagi berbau terlalu
harum.—
No comments:
Post a Comment