AKU
orang BALI ( 3-3-2013 )
Bagaimana kabar I Gede
Winasa? Bagaimana kondisi Jembrana setelah era Winasa? Apakah masih ada sekolah
gratis? jaminan kesehatan gratis?
Jauh sebelum adanya program JKBM (Jaminan Kesehatan Bali Mandara), Jembrana sudah mampu memberikan program kesehatan gratis pertama di tahun 2003 bagi seluruh masyarakatnya, pemrakarsa sekolah gratis pertama di tahun 2004, proyek pengolahan air laut, beasiswa dan penyaluran tenaga kerja ke Jepang, pembebaskan pajak bumi dan bangunan bagi lahan dan sawah, dan di era sebelum Winasa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jembrana hanya Rp 2,3 miliar, tapi setelah menjalani periode yang kedua kalinya, PAD Jembrana telah naik 800% mencapai Rp 15 miliar.
Jauh sebelum adanya program JKBM (Jaminan Kesehatan Bali Mandara), Jembrana sudah mampu memberikan program kesehatan gratis pertama di tahun 2003 bagi seluruh masyarakatnya, pemrakarsa sekolah gratis pertama di tahun 2004, proyek pengolahan air laut, beasiswa dan penyaluran tenaga kerja ke Jepang, pembebaskan pajak bumi dan bangunan bagi lahan dan sawah, dan di era sebelum Winasa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jembrana hanya Rp 2,3 miliar, tapi setelah menjalani periode yang kedua kalinya, PAD Jembrana telah naik 800% mencapai Rp 15 miliar.
Kabupaten
Jembrana
Kabupaten Jembrana adalah satu dari 9 Kabupaten dan Kota yang ada di Propinsi Bali, terletak di belahan paling barat pulau Bali, membentang dari arah barat ke timur pada 8°03'40" – 8°60’48" LS dan 114°25’53" - 114°42’40" BT. Luas wilayah Jembrana 84,180 Km2 atau 14,96% dari luas wilayah pulau Bali (Lampiran 1). Berbeda dengan daerah-daerah lain di sana, Jembrana tidak mengandalkan pariwisata. Justru pertanian, peternakan dan perikanan yang dijadikan andalan, sedangkan pariwisata yang menjadi benchmark pulau Dewata, hanya menjadi bagian kecil dari bidang pendidikan dan kebudayaan. (sumber > http://www.forplid.net )
Kabupaten Jembrana adalah satu dari 9 Kabupaten dan Kota yang ada di Propinsi Bali, terletak di belahan paling barat pulau Bali, membentang dari arah barat ke timur pada 8°03'40" – 8°60’48" LS dan 114°25’53" - 114°42’40" BT. Luas wilayah Jembrana 84,180 Km2 atau 14,96% dari luas wilayah pulau Bali (Lampiran 1). Berbeda dengan daerah-daerah lain di sana, Jembrana tidak mengandalkan pariwisata. Justru pertanian, peternakan dan perikanan yang dijadikan andalan, sedangkan pariwisata yang menjadi benchmark pulau Dewata, hanya menjadi bagian kecil dari bidang pendidikan dan kebudayaan. (sumber > http://www.forplid.net )
Diberlakukannya Undang-undang Nomor 22
tahun 1999 sebagai pengganti UU No.5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah
yang kemudian lebih dikenal sebagai Undang-undang Otonomi Daerah, bagi banyak
kepala daerah disikapi dengan berbagai komentar. Ada yang menerimanya dengan
ikhlas, tidak sedikit pula yang menerimanya dengan penuh keterpaksaan atau
sikap setengah-setengah. Namun tidak demikian dengan Bupati Jembrana. Bagi
dokter lulusan Unair Surabaya tersebut, pelaksanaan otonomi daerah di tingkat
dua (kabupaten) sejak tahun 2000 adalah sebuah anugerah. Karena dengan
penyelenggaraan otonom daerah itu, pemerintah di daerah beserta komponen dan
potensi masyarakatnya dapat mewujudkan apa yang benar-benar menjadi kebutuhan
mereka. Dan masyarakat juga secara aspiratif akan lebih terwakili.
Pemberlakuan otonomi daerah secara penuh di tingkat kabupaten, juga merupakan sebuah momentum strategis bagi Winasa dalam memulai langkah pengabdiannya sebagai bupati Jembrana. Baginya momentum tersebut harus dikelola secara optimal, sehingga menjadi lebih bermanfaat bagi masyarakat dan daerah itu sendiri. Pemberlakuan otonomi daerah adalah sebuah perubahan musim. Artinya, kalau sebelumnya adalah musim kemarau yang panjang, bahkan sampai 32 tahun, saat ini adalah awal dari musim hujan yang banyak menjanjikan kemakmuran bagi rakyat. Namun dengan catatan, apabila salah menyikapi perubahan musim ini, maka perubahan ini pun akan menjadi bumerang dan petaka bagi semua. Bila salah dalam mengelolanya, maka peluang yang demikian terbuka bagi pemerintah tingkat dua akan menjadi sia-sia.
Dari kesadaran itulah, Winasa memulai langkah pengabdiannya sebagai Bupati. Perubahan paradigma pemerintahan dan pembangunan yang sebelumnya demikian sentralistik bagi Winasa, harus diterjemahkan sebagai perubahan filosofi birokrasi dari “daulat tuanku menjadi daulat rakyatku”.
Bagi Winasa ada tiga kunci dari penyelenggaraan otonomi daerah, yaitu tersedianya sumber daya manusia yang handal, kondisi kesehatan dan pendidikan masyarakat yang baik dan ketiga adalah lingkungan yang mendukung dalam artian daya saing dan daya beli masyarakat yang tinggi. Ketiga pilar itu yang berarti dunia pendidikan dan derajat kesehatan telah tercapai, maka satu lagi yang harus digarap dan diberikan peluang adalah peningkatan status ekonomi kerakyatan, serta terbukanya peluang usaha secara adil bagi setiap anggota masyarakat, guna mencapai peningkatan daya beli masyarakat itu sendiri.
Dari ketiga kata kunci: pendidikan, kesehatan, dan daya beli itulah Winasa menawarkan konsepnya yang dituangkan dalam visi dan misinya membangun Jembrana secara utuh dengan sasaran ideal “mewujudkan masyarakat Jembrana yang sehat, cerdas, sejahtera dan berbudaya.”
Menyadari keberadaan birokrasi sebagai elemen strategis dalam mewujudkan berbagai mimpimimpinya yang menjadi motor penggerak pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan di Kabupaten Jembrana, dia pun tidak menutup mata. Dia harus merubah sebuah tatanan kultur kerja birokrasi yang sudah berkarat secara mendarah daging dari sebuah rezim yang berkuasa sebelumnya, orde baru. Pekerjaan rumah berupa revitalisasi birokrasi yang diambilnya. Mulai dari peningkatan sumberdaya manusia secara menyeluruh, sampai penataan kembali bentuk-bentuk kelembagaan pemerintahan yang menjadi semang dari masyarakat birokrasi itu sendiri.
Pemberlakuan otonomi daerah secara penuh di tingkat kabupaten, juga merupakan sebuah momentum strategis bagi Winasa dalam memulai langkah pengabdiannya sebagai bupati Jembrana. Baginya momentum tersebut harus dikelola secara optimal, sehingga menjadi lebih bermanfaat bagi masyarakat dan daerah itu sendiri. Pemberlakuan otonomi daerah adalah sebuah perubahan musim. Artinya, kalau sebelumnya adalah musim kemarau yang panjang, bahkan sampai 32 tahun, saat ini adalah awal dari musim hujan yang banyak menjanjikan kemakmuran bagi rakyat. Namun dengan catatan, apabila salah menyikapi perubahan musim ini, maka perubahan ini pun akan menjadi bumerang dan petaka bagi semua. Bila salah dalam mengelolanya, maka peluang yang demikian terbuka bagi pemerintah tingkat dua akan menjadi sia-sia.
Dari kesadaran itulah, Winasa memulai langkah pengabdiannya sebagai Bupati. Perubahan paradigma pemerintahan dan pembangunan yang sebelumnya demikian sentralistik bagi Winasa, harus diterjemahkan sebagai perubahan filosofi birokrasi dari “daulat tuanku menjadi daulat rakyatku”.
Bagi Winasa ada tiga kunci dari penyelenggaraan otonomi daerah, yaitu tersedianya sumber daya manusia yang handal, kondisi kesehatan dan pendidikan masyarakat yang baik dan ketiga adalah lingkungan yang mendukung dalam artian daya saing dan daya beli masyarakat yang tinggi. Ketiga pilar itu yang berarti dunia pendidikan dan derajat kesehatan telah tercapai, maka satu lagi yang harus digarap dan diberikan peluang adalah peningkatan status ekonomi kerakyatan, serta terbukanya peluang usaha secara adil bagi setiap anggota masyarakat, guna mencapai peningkatan daya beli masyarakat itu sendiri.
Dari ketiga kata kunci: pendidikan, kesehatan, dan daya beli itulah Winasa menawarkan konsepnya yang dituangkan dalam visi dan misinya membangun Jembrana secara utuh dengan sasaran ideal “mewujudkan masyarakat Jembrana yang sehat, cerdas, sejahtera dan berbudaya.”
Menyadari keberadaan birokrasi sebagai elemen strategis dalam mewujudkan berbagai mimpimimpinya yang menjadi motor penggerak pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan di Kabupaten Jembrana, dia pun tidak menutup mata. Dia harus merubah sebuah tatanan kultur kerja birokrasi yang sudah berkarat secara mendarah daging dari sebuah rezim yang berkuasa sebelumnya, orde baru. Pekerjaan rumah berupa revitalisasi birokrasi yang diambilnya. Mulai dari peningkatan sumberdaya manusia secara menyeluruh, sampai penataan kembali bentuk-bentuk kelembagaan pemerintahan yang menjadi semang dari masyarakat birokrasi itu sendiri.
(sumber > http://www.forplid.net
)
No comments:
Post a Comment