Sumber
terpercaya : http://id.wikipedia.org
Ada yang membagi orang Dayak dalam enam rumpun yakni rumpun Klemantan alias Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan. Namun secara ilmiah, para linguis melihat 5 kelompok bahasa yang dituturkan di pulau Kalimantan dan masing-masing memiliki kerabat di luar pulau Kalimantan:
- "Barito Raya (33 bahasa, termasuk 11 bahasa dari kelompok bahasa Madagaskar, dan Sama-Bajau),
- "Dayak Darat" (13 bahasa)
- "Borneo Utara" (99 bahasa), termasuk bahasa Yakan di Filipina.
- "Sulawesi Selatan" dituturkan 3 suku Dayak di pedalaman Kalbar: Dayak Taman, Dayak Embaloh, Dayak Kalis disebut rumpun Dayak Banuaka.
- "Melayik" dituturkan 3 suku Dayak: Dayak Meratus/Bukit (alias Banjar arkhais yang digolongkan bahasa Melayu), Dayak Iban dan Dayak Kendayan (Kanayatn). Tidak termasuk Banjar, Berau, Kedayan (Brunei), Senganan, Sambas yang dianggap berbudaya Melayu. Sekarang beberapa suku berbudaya Melayu yang sekarang telah bergabung dalam suku Dayak adalah Tidung, Kutai, Bulungan (keduanya rumpun Borneo Utara) dan Paser (rumpun Barito Raya
·
Secara umum kebanyakan penduduk kepulauan
Nusantara adalah penutur bahasa Austronesia. Saat ini teori
dominan adalah yang dikemukakan linguis seperti Peter
Bellwood dan Blust, yaitu bahwa tempat asal
bahasa Austronesia adalah Taiwan. Sekitar 4 000 tahun lalu, sekelompok orang Austronesia
mulai bermigrasi ke Filipina. Kira-kira 500 tahun kemudian, ada kelompok yang
mulai bermigrasi ke selatan menuju kepulauan Indonesia sekarang, dan ke timur
menuju Pasifik.
·
Namun orang Austronesia ini bukan penghuni
pertama pulau Borneo. Antara 60 000 dan 70 000 tahun lalu, waktu permukaan laut
120 atau 150 meter lebih rendah dari sekarang dan kepulauan Indonesia berupa
daratan (para geolog
menyebut daratan ini "Sunda"), manusia sempat bermigrasi dari benua
Asia menuju ke selatan dan sempat mencapai benua Australia yang saat itu tidak
terlalu jauh dari daratan Asia.
·
Dari pegunungan itulah berasal sungai-sungai
besar seluruh Kalimantan. Diperkirakan, dalam rentang waktu yang lama, mereka
harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami
pesisir pulau Kalimantan. Tetek Tahtum menceritakan perpindahan suku
Dayak dari daerah hulu menuju daerah hilir sungai.
·
Di daerah selatan Kalimantan Suku Dayak pernah
membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak di daerah itu sering
disebut Nansarunai Usak Jawa, yakni kerajaan Nansarunai dari Dayak
Maanyan yang dihancurkan oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara
tahun 1309-1389. Kejadian tersebut
mengakibatkan suku Dayak Maanyan terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah
pedalaman ke wilayah suku Dayak Lawangan. Arus besar berikutnya terjadi pada
saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak bersama masuknya para
pedagang Melayu (sekitar tahun 1520).
·
Sebagian besar suku Dayak di wilayah selatan dan
timur kalimantan yang memeluk Islam keluar dari suku Dayak dan tidak lagi mengakui dirinya
sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai atau orang
Banjar dan Suku Kutai. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama
Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi,
Amuntai, Margasari,
Watang Amandit, Labuan Amas dan Watang Balangan. Sebagian lagi terus
terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan
Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang pimpinan Banjar Hindu yang
terkenal adalah Lambung Mangkurat menurut orang Dayak adalah
seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum). Di Kalimantan Timur, orang Suku
Tonyoy-Benuaq yang memeluk Agama Islam menyebut dirinya sebagai Suku Kutai.[rujukan?] Tidak
hanya dari Nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa
Tionghoa
tercatat mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643.
Dari manuskrip berhuruf hanzi disebutkan bahwa kota yang pertama dikunjungi
adalah Banjarmasin. Kunjungan tersebut pada masa Sultan Hidayatullah I dan Sultan Mustain Billah. Hikayat Banjar
memberitakan kunjungan tetapi tidak menetap oleh pedagang jung bangsa Tionghoa
dan Eropa (disebut Walanda) di Kalimantan Selatan telah terjadi pada masa
Kerajaan Banjar Hindu (abad XIV). Pedagang Tionghoa
mulai menetap di kota Banjarmasin pada suatu tempat dekat pantai pada tahun
1736.
·
Kedatangan bangsa Tionghoa di selatan Kalimantan
tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh
langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di
Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan
bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen,
belanga (guci) dan peralatan keramik.
·
Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai
di Kalimantan. Pada abad XV Raja Yung Lo mengirim sebuah angkatan perang besar
ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Cheng Ho, dan
kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan,
Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah
menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas.
Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu,
sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci.
Sumber terpercaya : http://id.wikipedia.org
No comments:
Post a Comment