Alkisah,
bahwa ada sebuah desa bernama Desa Pinggan yang ketika itu diperintah oleh Raja
Sri Jaya Pangus Harkajalancana. Dimasa pemerintahannya Sri Jaya Pangus ada
saudagar Tionghoa yang bermarga Kang terdampar di Bali bersama anak
perempuannya bernama Kang Cing Wie. Saudagar itupun akhrinya sampai ke wilayah
Batur dimana sang Raja Sri Pangus memerintah. Rupanya kecantikan Putri Kang
Cing Wie telah memikat hati sang raja sampai akhirnya raja memutuskan untuk
mempersunting puteri saudagar itu. Dan pernikahan keduanya pun digelar.
Pasca
wafatnya Putri Kang Cing Wie, sebagai bentuk cinta raja yang terdalam maka
dibangunlah pura yang kemudian diberi nama Pura Dalem Balingkang yang berasal
dari kata “Bali+ Ing (permaisuri pertama) + Kang (putri Kang). Nah, bentuk akulturasi budaya
terlihat jelas misalnya, dalam uang kepeng Tiongkok yang menunjukkan bahwa uang
zaman Tang dipakai sebagai alat transaksi ekonomi di Bali. Selain mata uang kepeng,
unsur budaya Tionghoa juga berpengaruh pada seni di Bali. Seni ukir dan
taribaris Tionghoa di desa Sanur. Tari dengan kostum yang unik.
Redite/Minggu Umanis Warigadian, hari
upacara piodalan di Pura Dalem Balingkang, Desa Pinggan, Kintamani, Bangli.
Lokasinya, dari Denpasar mengikuti jalur Denpasar-Singaraja lewat Kintamani,
dan di Pura Pucak Panulisan menuju arah timur laut kira-kira 15-20 km.
Tempatnya sangat unik dikelilingi Sungai Melilit, yang dianggap sebagai benteng
utama menuju ke Kerajaan Balingkang. http://speqlen.co.cc > sumber
No comments:
Post a Comment