Saturday, March 8, 2014

“ Krama Tri Datu “ dan “ Naur Palebuh “



Tanah Bali itu adalah sebuah pulau nan amat kecil yang nyata merupakan wilayahnya NKRI, bahkan luas tanah Bali jauh lebih kecil dari luas sebuah kabupaten di tanah Selebes sana. Namun di wilayah nan kecil itulah terdapat padat aneka budaya, misalnya untuk sebutan islah Tri Datu hanya mereka yang menganut ajaran Sanatana Dharma neng tanah Bali yang kenal. Di tanah  Bali lumrah terdengar istilah  “tri datu”, maka jika mendengar istilah itu yakinlah bahwa ada tiga jenis warna yang dimaksud : putih, hitam, dan merah. (contohnya ada gelang dan kalung benang tiga warna, bahannya benang tri datu).

Selain gelang dan kalung berbahan benang tri datu, di Bali Utara ada juga sebutan “ Krama Tri Datu “, merupakan simbolis dari pengiring Ki Barak Panji yang kala jadi raja Buleleng bernama Anglurah Panji Sakti.  Mereka semua berjumlah 40 orang yang mana pada zamannya dulu berasal dari Kelungkung, dan hingga kesemuanya dianggap sebagai krama negak yang secara turun temurun memperoleh sejumlah keistimewaan. Pakaiannyalah yang membedakan para krama negak dengan warga yang lain, berdestar putih baju hitam dengan saput berwarna merah. Warna putih, hitam, merah itu adalah perwujudan tri murti  (Brahma, Wisnu, dan Siwa). Karena banyak jasanya dibidang keselamatan dan memberikan rasa tentram pada warga selanjutnya dipercaya sebagai pengawal adat. Hingga kini dari ke 40 krama negak itu secara turun temurun dipilih menjadi penyarikan desa/juru surat. Saat mereka diberikan kedudukan, konsekwensinya kelak setelah meninggal  “keturunannYa’  wajib “naur pelebuh” di Pura Desa setempat. Naur pelebuh : masing-masing keturunan mantan pejabat itu menghaturkan seekor babi, selain krama tri datu mantan pejabat  semisal bupati juga mesti melakukan upcara ini (naur pelebuh).

Sumber  : majalah bali post  edisi 14,  2 s.d 8 desember  2013.

No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini