Tanah Bali itu adalah sebuah pulau
nan amat kecil yang nyata merupakan wilayahnya NKRI, bahkan luas tanah Bali
jauh lebih kecil dari luas sebuah kabupaten di tanah Selebes sana. Namun di
wilayah nan kecil itulah terdapat padat aneka budaya, misalnya untuk sebutan
islah Tri Datu hanya mereka yang menganut ajaran Sanatana Dharma neng tanah
Bali yang kenal. Di tanah Bali lumrah
terdengar istilah “tri datu”, maka jika
mendengar istilah itu yakinlah bahwa ada tiga jenis warna yang dimaksud :
putih, hitam, dan merah. (contohnya ada gelang dan kalung benang tiga warna,
bahannya benang tri datu).
Selain gelang dan kalung berbahan
benang tri datu, di Bali Utara ada juga sebutan “ Krama Tri Datu “, merupakan
simbolis dari pengiring Ki Barak Panji yang kala jadi raja Buleleng bernama
Anglurah Panji Sakti. Mereka semua
berjumlah 40 orang yang mana pada zamannya dulu berasal dari Kelungkung, dan
hingga kesemuanya dianggap sebagai krama negak yang secara turun temurun memperoleh
sejumlah keistimewaan. Pakaiannyalah yang membedakan para krama negak dengan
warga yang lain, berdestar putih baju hitam dengan saput berwarna merah. Warna
putih, hitam, merah itu adalah perwujudan tri murti (Brahma, Wisnu, dan Siwa). Karena banyak
jasanya dibidang keselamatan dan memberikan rasa tentram pada warga selanjutnya
dipercaya sebagai pengawal adat. Hingga kini dari ke 40 krama negak itu secara
turun temurun dipilih menjadi penyarikan desa/juru surat. Saat mereka diberikan
kedudukan, konsekwensinya kelak setelah meninggal “keturunannYa’ wajib “naur pelebuh” di Pura Desa setempat.
Naur pelebuh : masing-masing keturunan mantan pejabat itu menghaturkan seekor
babi, selain krama tri datu mantan pejabat
semisal bupati juga mesti melakukan upcara ini (naur pelebuh).
Sumber : majalah bali
post edisi 14, 2 s.d 8 desember 2013.
No comments:
Post a Comment