Jika kita berkali-kalipun mengitari
tanah Bali, bahkan hingga jemupun kita mengitari tanah Bali yang namanya pura
yang ada di tanah Bali tidak akan habis untuk diceritrakan, baik dari segi
keunikan, kamagisan, ataupun kekhasannya. Tidaklah salah mereka yang menjuluki
pulau Bali adalah pulau seribu pura, walau tiada terpungkiri belakangan ini
Bali juga mendapat julukan yang mentereng dan terkesan sinis “ pulau seribu
hotel”, itulah julukan barunya.
Ada sebuah pura di daerah Bali Barat
(Bali Kauh), tepatnya di sebelah selatan kota Negara dengan luas sekitar empat
puluh tujuh are, dan pura itu termasuk salah satu pura Dangkhayangan di wilayah
Jembrana. Pura Jati, demikianlah namanya memiliki suatu keistimewaan pada pohon
jati yang tumbuh disana, lagi pula Pura Jati ini tidaklah terlepas dengan
perjalanan Danghyang Nirartha di tanah Bali ( Pura Jati disinggahi beliau
setelah tiba di Perancak dan juga singgah ke Desa Merthasari/Pura Amerthasari).
Seperti pura-pura lainnya di areal pura
(bagian utama) juga terdapat bale banten, bangunan bale gong , piasan, juga
gedong. Empat pohon jati juga ada di areal pura. Pohon jati ini tidaklah seperti halnya
jati-jati yang tumbuh di tempat lain karena tidak bisa dicari bibit jatinya,
ranting-ranting pohonnya yang telah berumur ratusan tahun tidak pernah jatuh
menimpa Padmasana yang berada di bawahnya. Ranting itu pecah sendiri menjadi
debu, dan tidak menimpa Padmasana. Empat pohon jati dan saling berdekatan tumbuh
di sekitar mata air ( Danghyang Nirartha sempat beristirahat di tempat ini, dan
melakukan tapa yoga semadhi sebelum
bersemadhi beliau sempat menancapkan tongkatnya di sebuah gundukan, saat
dicabut tumbuh pohon jati , salah satu batang pohon jati berlubang, ada sumber
air yang tidak pernah surut). Pernah dulu salah satu pohon bengkok nyaris
menimpa penyengker/ tembok pagar pura. Kala itu banyaklah diantara para
pengempon khawatir kalau pohon itu akan menyundul penyengker, namun
kenyataannya selang beberapa bulan pohon itu bisa berdiri tegak dengan
sendirinya. Beberapa tahun kemudian jarak antara Padmasana dengan pohon jati
yang dulunya cuma beberapa senti meter saja, kini menjauh hingga mencapai dua
meter.
Di Madya mandala ada bale pesandekan,
kori agung, apit lawang, bale kulkul, dapur juga ada. Sedangkan di Nista Mandala terdapat wantilan
juga tempat parkir yang lumayan luas. Ada empat desa pakraman yang mengempon
pura Jati ini : Desa Pakraman Tegal Badeng Kauh, Tegal Badeng Kangin, Lelateng,
dan Puseh Agung (Banjar Tengah).
Piodalan di Pura Jati jatuh pada Soma/Senin Pon, wuku Sinta (210 hari sekali).-
Sumber : bali post 29/9/2013.
No comments:
Post a Comment