Subak sebagai lembaga otonom yang bersifat sosio agraris relegius, telah terbukti amat adaptif dalam menerima ide-ide pembangunan yang memiliki peran amat nyata dalam menyangga ketrahanan pangan. Dalam upaya pelestarian, pemberdayaan dan pengembangan subak pemerintah hendaknya terus mengambil langkah-langkah dan upaya lewat pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarananya serta peningkatan sumber daya petaninya. Selain menjadikan lembaga subak yang ajeg dari aspek sosial budaya, lembaga subak hendaknya juga didorong untuk dapat berkiprah dalam aspek ekonomi dengan memberikan penguatan modal. Pelaksanaan kegiatan aktivitas persubakan agar jangan hanya pada saat-saat lomba saja. Semua kegiatan harus terus dipertahankan dan ditingkatkan serta berkesinambungan. Lomba antar subak dapat dijadikan tolok ukur untuk mengetahui sejauh mana petani mampu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk kesejahtraan bersama.
Subak merupakan lembaga tradisional, pada dasarnya amat
menjunjung tinggi azas musyawarah mufakat, parsipasai dan kebersamaan. Selain adaptif
dan pleksibel subak juga memiliki sifat keturunan yang dituangkan dalam aturan
masyarakat/karma yang disebut dengan awig-awig. Untuk menjamin adanya pasokan
air irigasai sepanjang masa upaya konservasi dan penghijauan di kawasan hulu
mesti terus diupayakan. Hutan dan gunung dikawasan hulu diposisikan sebagai
kawasan strategis bahkan sebagai kawasan suci . Hutan dan gunung kita anggap
sebagai ibu dari pertanian, dan pertanian sebagai ibu dari budaya/ pariwisata.
Tri Hita Karana adalah merupakan dasar subak, yang tertuang dalam masing-masing
bagian ; parhyangan, pawongan, dan palemahan.
No comments:
Post a Comment