Hari Raya Shiwa Ratri jatuh pada Purwanining Tilem Kepitu
(Pangelong ping 14 sasih kepitu). Shiwa Ratri artinya malam Siwa, dimana Hyang
Shiwa sedang beryoga demi kesejahtraan dunia. Pada malam ini Umat Hindu diwajibkan
melaksanakan Sambang, Yoga, dan Semadhi. Sambang artinya sama dengan jagra
yakni begadang, Yoga artinya mengadakan hubungan dengan Hyang Shiwa. Semadhi
artinya menyatukan diri denganNya. Dengan melaksanakan hal itu, umat diyakini
akan mendapatkan anugrah Shiwa berupa peleburan dosa.
Untuk umat yang telah meningkat pendakian spiritualnya
hendaknya menambah bratanya dengan Mona brata pada malam hari. Berbagai jenis
serana bakti yang diperlukan sebagai serana pemujaan adalah berbagai bunga yang
harum-harum : menur, gambir, kenyiri, arja, kecubung, wanduri putih, putat,
asoka, naga puspa, tenguli, cempaka, tunjung biru, tunjung bang, tunjung putih,
majar-majar, dan sulasih (Shiwaratri kalpa 31.3). Bunga-bunga tersebut agar
dilengkapi dengan madu, bubur, susu, bubur gula liwet dengan dicampur hati
wilis (santan). Persembahan ini juga mesti dilengkapi dengan pana-pana matsyaka
(daun bila). Landasan perayaan Shiwa Ratri ini adalah kekawin Shiwa Ratri Kalpa
atau Lubdaka, yang di tulis oleh Mpu Tanakung yang bersumber pada Padma Purana.
Shiwa Ratri atau malan Shiwa, lebih dikenal dengan malam
peleburan dosa. Karena barang siapa diwaktu malam purwanining Tilem Kepitu
dapat melaksanakan Brata Shiwa Ratri, seperti tidak tidur, mona, upawasa dan
beryoga semadhi akan mendapat anugrah Shiwa berupa peleburan dosa.
Sehina-hinanya manusia kalau pada hari tersebut dapat melakukan brata seperti
yang telah ditentukan, dosa-dosanya akan terlebur dan kelak bila meninggal
rohnya akan mendapat tempat di Shiwaloka, seperti halnya Si Lubdaka.
No comments:
Post a Comment