Sumber >> Bali
Post, Senin 6 agustus 2012.
Tahun ajaran baru 2012/2013 telah dimulai dan institusi pendidikan telah
merayakan kegiatan belajar mengajar. Namun tidak banyak yang menyadari jika
institusi pendidikan khususnya pendidikan anak usia dini telah menikmati
keuntungan kapital yang amat besar. Berbagai institusi pendidikan anak-anak
mulai usia dini hingga sekolah dasar tumbuh subur di Bali dan semua berlomba
menawarkan sistem pendidikan terbaik bagi anak-anak. Idiologi kapitalismepun
lekat meresap ke dunia pendidikan.
“Umumnya institusi pendidikan mengumbar janji
menjadikan anak-nak berubah menjadi cerdas secara instan ,” kata pengamat pendidikan Gede Suardana kepada
Bali Post, pada tgl. 5 agustus 2012. Suardana yang kini sedang menempuh
pendidikan program doktor di Kajian Budaya
Universitas Udayana ini menambahkan, institusi pendidikan ini berlomba
mempromosikan produknya sebagai institusi pendidikan paling unggul. Namanyapun
amat menarik sehingga seolah-olah mencerminkan sebagai institusi yang mampu
menyulap anak-anak menjadi cerdas, kreatif dalam sekejap. Yang mengejutkan,
institusi pendidikan anak ini memasang tarif yang amat mahal. Setiap anak yang masuk
ke lembaga tersebut, orang tuanya harus menyetor uang yang sangat besar.
Harganya bisa mencapai jutaan rupiah. Bahkan biaya awalnya bisa setara dengan
kuliah pasca sarjana. Menurut Suardana, dunia pendidikan di Bali saat ini telah
terperangkap dalam mekanisme pasar. Pendidikan dikemas sebagai sebuah komoditi
untuk dikonsumsi, yang mengkonsumsinya adalah orang tua. Anak-anak hanya
menjadi korban dari gaya hidup atau selera orang tuanya yang terjebak dalam
budaya instan. Fenomena pendidikan ini amat mengkhawatirkan jika terus terjadi
di Bali. Kondisi ini terjadi akibat sistim pendidikan telah dirasuki idiologi
kapitalisme. Logika pendidikan telah menyatu dan memiliki hubungan mutualisme
atau saling menguntungkan dengan logika kapitalisme. Institusi pendidikan
tersebut mengembangkan dan mensosialisasikan logika pendidikan dalam berbagai
bentuk pendidikan. Sistim belajar mengajarnya dipromosikan mengacu pada
kurikulum yang digagas pemerintah. Akan tetapi institusi itu dibangun
berdasarkan logika kapitalisme untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
Inilah yang mengakibatkan biaya pendidikan anak-anak sangat mahal di Bali.
Suardana menegaskan, dunia pendidikan di Bali yang disusupi idiologi kapitalisme
sangat meresahkan orang tua karena terjerat dengan bayaran yang amat mahal.
Namun mereka tidak dapat menghindar dari fenomena ini. Sekarang menjadi tugas
pemerintah untuk membuat regulasi sehingga pendidikan di Bali tidak mahal. Jika
pemerintah provinsi, kabupaten/kota tidak mengeremnya kita khawatir pindidikan
hanya akan menjadi mimpi kosong bagi anak-anak Bali. Pendidikan bermutu dengan
biaya terjangkau tidak dapat dinikmati oleh anak-anak Bali.-
No comments:
Post a Comment