Selain lebih mendekatkan diri pada Ida Sang Hyang Widhi, rajin berdoa juga
mampu meningkatkan keimanan. Bibit sifat baik akan berkembang dan keseimbangan
hidup pun terjadi.
Dengan berdoa, batin tenang, timbul rasa damai, lebih bijaksana, tentram,
dan keberuntungan pun mewarnai kehidupan. Sayangnya, sadar atau tidak, kita
sering lalai atau lupa berdoa. Entah apa alasannya.
Berdoa merupakan cara manusia berkomunikasi dengan Tuhan. Intinya, kita
ingin lebih mendekatkan diri, mengucap syukur, berterima kasih, memohon
bimbingan, keselamatan, dan berkah. Mungkinjuga, berdoa digunakan sebagai
sarana memohon pengampunan atas dosa yang masih membelenggu diri.
Tak jarang pula, doa yang disampaikan diperuntukkan bagi orang-orang yang
dikasihi, memohonkan pengampunan bagi mereka yang telah berbuat jahat,
semena-mena, melakukan ketidakadilan terhadap diri kita. Coba bayangkan,
ternyata kita berdoa untuk berbagai atau begitu banyak keperluan.
Apapun tujuan atau wujud doa yang disampaikan, berdoa sebenarnya upaya kita
memperbaiki serta memperkokoh hubungan batin dengan Tuhan. Jika berdoa hanya
untuk simbolis atau angan-angan, ini dapat diibaratkan seperti sehelai tali
plastik tipis sehingga tinggal menunggu waktu rusak dan akhirnya putus. Tetapi
bila berdoa dijadikan suatu kewajiban bagian utama bagi kehidupan, tali plastik
tipis dan rentan itu pun perlahan-lahan dan pasti berubah menjadi tali baja
yang kokoh dan kuat.
Apa yang didapatkan usai berdoa? Kedamaian atau ketenangan hati yang tak
dapat dibayar atau dibeli dengan uang. Dengan demikian, kedamaian atau
ketenangan hati merupakan kondisi karena kita berdoa. Hanya itu saja? Tentu
tidak.
Kedamaian atau ketenangan hati yang kita dapatkan setelah berdoa tidak akan
hilang atau lenyap begitu saja. Sebaliknya, ia menetap dan bersemayam di lubuk
hati paling dalam. Bila diibaratkan dengan menanam pohon, berapa kali kita
berdoa setiap han berarti telah tertanam sekian banyak pohon. Dan waktu ke
waktu, jumlahnya semakin banyak dan akhirnya mampu menjadi pohon peneduh
kedamaian dan ketenangan batin bagi diri kita.
Dalam beberapa kitab suci dinyatakan, doa Gayatri Mantra itu sebagai “Ibu”
Mantra. Mengapa? Menurut lontar Bisma Parwa, penerima wahyu pertama Gayatri
Mantra adalah Maha Rsi Wiswamitra. Gayatri Mantra merupakan mantra weda yang
sangat mulia. Mantra ini berjumlah 24 huruf.
Ada 19 kategori tentang sesuatu atau benda yang bergerak maupun tidak
bergerak di dunia ini. Jika ditambahkan dengan lima unsur panca maha butha maka
terbentuklah 24 huruf Gayatri Mantra yang mencakup seluruh Alam Semesta.
Sewaktu teijadi pertempuran Tri Pura Dahana, pertempuran antara para Dewa
dengan raksasa, Dewa Siwa menggantungkan bait-bait suci ini di atas keretanya
untuk dipakai sebagai pelindung (kober).
Tertera pada lontar Nawama Skandha Dewi Bhagawatha, jika seseorang
melantunkan doa Gayatri Mantra secara terus-menerus, dia akan dibebaskan dari
semua dosa-dosanya. Mekanisme cara pengucapannya dengan menggunakan karamala
(hand rosary) yang terbuat dan biji bunga teratai putih.
Pada zaman Adi Parwa, ada danawa (asura) bernama Aruna memiliki kerajaan
Patala (bumi bawah). Dia melakukan tapa sangat berat. Sewaktu bertapa, mantra
yang selalu diucapkan adalah Gayatri Mantra dengan waktu sangat lama. Begitu
khusyuk ia bertapa sehingga Dewa Brahma menganugerahkan kesaktian. Aruna tidak
bisa mati di medan peperangan.
Karena diberi kesaktian tersebut, Aruna menjadi sombong dan arogan. Dia
pergi meninggalkan kerajaannya yang berada di bumi bawah, lalu muncul ke
permukaan bumi dan menantang kesaktian Dewa Indra. Para Dewa mengutus Rsi
Brhaspati (pendeta para dewa) meminta atau menarik Gayatni Mantra yang
merupakan kesaktian Aruna.
Akhirnya Dewi Gayatri mengirimkan ribuan tawon buat menyerang membinasakan
Aruna. Aruna pun terbunuh bukan dengan senjata, melainkan karena serbuan tawon.
Satya Narayana berpesan: “biasakanlah bangun pagi dengan mengingatkan
pikiran pada motto: “Tidur lebih awal dan bangun lebih pagi membuat manusia
sehat, makmur, dan bijaksana”. Bangunlah pada saat Brahma muhurtham (jam 03.00
– 06.00 pagi) untuk berdoa. Ini dianggap sebagai waktu Brahma dan waktu paling
suci.
Satya Narayana menambahkan lagi, siapa pun yang mengingat Tuhan pada saat
menjelang ajal dengan napas terakhir, siapa pun yang mengucapkan nama Tuhan di
bibirnya sesaat sebelum mati, akan mencapai Brahman. Ia akan menyatu
dengan-Nya. ini pernyataan Sri Krishna dalam Bhagavad Gita.
Seorang manusia yang lebih terikat pada dunia materi daripada Ilahi, tidak
akan pernah menyebut nama Tuhan dengan napas terakhirnya. Untuk mengucapkan
nama suci Tuhan, seluruh hidup kita harus menjadi sadhana yang disiplin dan
pemuja yang baik, bukan hanya sesaat menjelang ajal.
Mulailah pada
saat masih muda. Mulailah dari sekarang, jangan ada waktu terbuang percuma
No comments:
Post a Comment