Tajuk
rencana
Dalam sistim ketatanegaraan modern, persoalan
agama dengan pemerintahan telah dipisahkan. Urusan keagamaan ditangani sesuai
bidang lembaga sendiri dan urusan pemerintahanpun demikian. Ada persoalan
berbeda antara pemerintahan dengan agama. Mungkin cikal bakalnya terletak pada
rasionalisasi sikap duniawi sehingga menggabungkannya dengan persoalan non
duniawi akan lebih sulit. Batas-batas kesejahtraan umat manusia dalam kontek
duniawi mungkin dipertimbangkan lebih fleksibel dicapai kalau kedua hal itu
dipisahkan. Hal inilah yang kemudian memunculkan istilas sukuler dalam
pemerintahan negara.
Negara-negara yang tidak mencampurkan
persoalan agama dengan sistim ketatanegaraan disebut dengan negara sekuler.
Sebagian besar negara menganut sistim
ini, misalnya : Turki, Mesir, Indonesia, dan hampir semua negara barat. Banyak
negara di Teluk Parsi, Timur Tengah dan Afrika menggabungkan idiologi keagamaan
mereka menjadi dasar negara. Tentu saja hal ini kita serahkan kepada
kepercayaan dan keinginan rakyat yang bersangkutan untuk memilih. Sejarah,
budaya bahkan adat di negara-negara itulah yang menentukan praktik bagaimana
yang seharusnya dipakai. Akan tetapi, adanya perubahan-perubahan baik menuju
maupun keluar dari sistim yang telah ditetapkan sebelumnya, amat berbahaya bagi
kehidupan sosial bila dilakukan oleh suatu bangsa. Dalam sejarah dan ceritra
Hindu misalnya, hubungan antara pemerintahan dengan gama amat dekat seperti
yang kita saksikan dalam epos Mahabharata atau Ramayana. Kental bagaimana
nuansa keagamaan ikut terlibat dalam sistim ketatatnegaraan.
Akan tetapi, hemat kita agama jelas amat
diperlukan sebagai pebimbing dalam menjalankan tatanan kenegaraan, ini artinya
setiap pejabat negara mampu memahami, dan memberi inspirasi dan kemudian menerapkan ajaran-ajaran agama
dalam melaksanakan pemerintahan. Satu contoh dalam dunia Internasional, telah
dilaksanakan oleh Mahatma Gandhi. Tokoh politik dan kemanusiaan dunia ini,
benar-benar telah menerapkan prinsip keagamaan ke dalam politik tanpa harus
menjadikan agamanya sekuler. Gandhi memakai prinsip Hindu, Ahimsa, dalam
memperjuangkan kemerdekaan India dari Inggris. Dan kini India tidak menjadi
negara agama.
Kalau kita melihat perubahan sosial yang kini
terjadi di masyarakat, penerapan praktik sperti ini sudah perlu dilakukan tanpa
perlu dipertanyakan lagi. Persaingan dalam kekuasan politik kian sengit dan
sulit dikendalikan. Kepentingan antara pribadi, kelompok, bahkan etnik sudah
amat sulit dipisahkan sehingga menimbulkan berbagai konflik kepentingan.
Demikian pula dengan berbagai bentuk penyimpangan. Fenomena demikian nampaknya
sudah nyata terjadi pada sistim politik kita di Indonesia.
Bentrokan terbuka antara simpatisan partai
politik, penggelembungan suara, penipuan bantuan politik bahkan hingga korupsi
merupakan indikator-indikator bahwa pelaku politik kita sudah amat jauh dari
pemahaman agama. Lebih tragis lagi kita lihat fenomena ini terjadi mulai
tingkat pusat hingga tingkat yang paling bawah. Kita khawatir jika itu
didiamkan, justru akan menjadi contoh buruk bagi masyarakat akar rumput kita
yang mencontoh prilaku negatif itu.
Kalau memang hukum membuat para politisi ini
tidak jera, kita tekankan bahwa ajaran agama menjadi amat mendasar bagi mereka
sebagai modal dasar saat terjun ke dunia politik. Sesungguhnya para politisi
harus malu apabila disebut-sebut bermuka tebal dengan hukum. Namun demikinlah
persoalannya di negara kita. Tidak bisa lain, ajaran-ajaran agama harus menjadi
dasar penggerak mereka dalam berprilaku politik.-
Sumber >> Bali Post, 13-08-2012
No comments:
Post a Comment