Tidak terpungkiri selama ini ntah dalam waktu berapa
ratus tahun yang lalu bahwasanya yang menjadi pedoman hidup para insanNya
khususnya insan Tuhan yang beragama Hindu adalah aneka pengalaman para pendahulunya,
baik yang tertulis di berbagai
kitab-kitab yang disucikan maupun
petuah-petuah langsung dari para pinih sepuh. Misalnya Hindu memiliki petuah
nan mumpuni via kekawin Ramayananya yang mengisahkan bahwa Raja Dasaratha bisa
termasyur hingga keseantero buana, itu tidak lain lantaran beliau adalah tokoh
panutan disegala zaman lagi pula beliau ahli dalam weda (kitab suci agama
Hindu), beliau adalah pemuja Tuhan nan taat dan tidak pernah lupa memuja leluhur,
serta amat dikasihi oleh keluarga dan rakyatnya.
Dalam ajaran Hindu bahkan disebutkan bahwa kita
memiliki hutang kepada para leluhur yang disebut pitra rna, hutang tersebut
kemudian kita berusaha sedapat mungkin untuk melunasinya dengan upacara ritual
pitra yadnya yang acap disamakan dengan ngaben dan memukurnya / upacara yang
berkenaan dengan kematian. Sedemikian pentingnya leluhur itu sampai-sampai
aneka jenis sumber dicari : sejarah, babad, pamancangah, prakempa, prasasti,
bahkan bhisama-bhisama para leluhur. “
Untuk apa mencari/mengetahui leluhur?”
Tidak sedikit orang tahu/faham bahwa agama Hindu itu,
memiliki konsep selain memuja Tuhan YME juga memuja dan memuliakan leluhurnya,
karena diyakini semua yang pernah ada di alam fana ini semuanya berasal
dariNya.Konsep spiritual Hindu manusia itu terdiri dari badan kasar/stula
sarira dan badan halus/suksma sarira yang acap disebut dengan atma/jiwa. Pada
setiap keluarga penganut Hindu khususnya Hindu neng tanah Bali tentu memiliki
sebuah sanggar/sanggah pemujaan khusus untuk memuja roh leluhurnya, sanggah
kemulan namanya. Di sanggar kemulan leluhur yang telah dianggap suci/ Sidha
Dewata disethanakan, Sidha Dewata
bukanlah Dewa namun Pitara/leluhur yang telah memasuki alam kedewaan makanya
disebut Dewa Pitara/Dewa Hyang Guru/Bhatara Hyang Guru. Keyakinan para penganut
Hindu Bali bahwa, pada ruang kemulan kanan sebagai bapak dengan sebutan
Paratma, pada ruang kemulan kiri sebagai ibu dengan sebutan Siwatman, sedangkan
pada ruang kemulan tengah adalah Sang Atma yang menjadi Ibu Bapak dalam
wujud/rupa Sanghyang Tunggal mempersatukan diri. Dengan demikian dapat
diartikan bahwa para penganut Hindu khususnya Hindu Bali senantiasa eling akan
leluhurnya. Dalam kitab suci Hindu bahkan tertera “ matri deva bhapa, pitri deva bhapa” yang kurang lebih memiliki arti : ibu dan
ayah ibarat dewa dalam keluarga.
No comments:
Post a Comment