Thursday, August 20, 2015

Deklarasi kejujuran ala Hindu




Kita lahir dan hidup selanjutnya mempertankan hidup di jagat ini sedikit tidaknya mesti perlu kemampuan untuk bertahan. Kemampuan yang dimaksud adalah tentang bisa tidaknya kita mengambil suatu kebijakan  dalam mempertahankan kehidupan kita, tentu hal tersebut menyangkut seberapa jauh pendidikan seseorang. Yang namanya pendidikan ada pendidikan formal berurut dari pendidikan anak usia dini, pendidikan taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah lanjutan tingkat atas, hingga ke jenjang perguruan tinggi.

Seperti yang kita ketahui, semua calon siswa yang akan mengikuti pendidikan di NKRI ini khususnya di Bali tentu menganut salah satu agama yang diakui sah oleh pemerintah RI. Tentang di tanah Bali karena mayoritas para calon siswa dan siswa adalah beragama Hindu maka dalam oprasional proses belajar mengajar pada suatu sekolah tentu dominan menyelenggarakan ajaran Hindu, misalnya mengenai pembersihan jiwa raga seseorang calon siswa sebelum mengikuti suatu pendidikan. Dalam Hindu, jagat raya ini disebut makrokosmos/ buana agung dan badan kita disebut mikrokosmos/buana alit, para penganut Hindu meyakini pembentuk makrokosmos dan mikrokosmos itu sama yakni zat panca maha butha (5 macam zat/unsur). Dalam kesehariannya pemberlakuan makrokosmos dan mikroskosmos haruslah sama sedidaknya keduanya perlu dibersihkan  untuk hal yang lebih baik tentunya.


Dilakukan di seluruh wilayah Bali, para calon siswa yang akan mengikuti pendidikan pada suatu tingkat sekolah tentu akan dilaksanakan pembersihan buana alit/mikrokosmos para calon siswanya. Upacara yang demikian itu Hindu menyebutnya upanayana/pewintenan saraswati atau pada suatu daerah Bali disebut pebanyuawangan. Upacara pewintenan Saraswati/upanayana ini sebagai pembersihan buana alit sehingga secara sastra para calon siswa dan siswa bisa merasakan dirinya bersih, dengan demikian diyakini hal-hal yang bersifat negatif bisa berkurang. Umumnya rangkaian upacara ini pada setiap sekolah didahului dengan atur piuning pada merajan sekolah di permaklumkan kepada Ida Betara yang berstana di merajan sekolah bahwa mulai saat itu ada para calon siswa baru yang akan mengikuti pendidikan di sekolah tersebut. Setiap upacara upanayana/pewintenan saraswati ditandai dengan pemakaian karawista sebagai lambang penyucian pikiran, pemakaian gelang benang tiga warna/tridatu bermakna penyucian tingkah laku, serta mencicipi sad rasa (6 rasa : manis, pahit, asam, asin, sepet, pedas ) bermakna pengendalian ucapan.

Upacara upanayana pada setiap sekolah merupakan awal pelaksanaan deklarasi kejujuran, yang mana dapat diimplementasikan pada kehidupan sehari-hari dengan berbagai tahapan yang diawali dengan pelaksanaan ajaran agama dengan baik, selanjutnya mengajak para sahabat juga keluarga untuk belajar bertanggung jawab yang berarti para siswa bisa berperilaku yang positif, membiasakan siswa melaksanakan aneka kegiatan pembelajaran yang bersifat jujur. Dapatlah diartikan upacara upanayana/pewintenan sari ini  adalah awal deklarasi kejujuran. Dengan telah dilakukannya upacara upanayana, maka resmilah para calon siswa menjadi siswa pada sekolah bersangkutan, dengan harapan para siswa akhirnya dapat memperbaiki  juga introspeksi diri dalam membangun jati dirinya kedepan, “astungkara”

Sumber bacaan : tabloid pendidikan indonesia vol.6  No.1 Agust 2015.

No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini