Tahun 1945 silam NKRI resmi berdaulat pengakuan kemerdekaan itupun mengalir dari
waktu ke waktu. Lebih dari tiga tahun berikutnya para pejuang negeri harus
mati-matian mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan, “merdeka atau
mati” itu semboyan baku mereka. Dalam era mempertahankan kemerdekaan itu tentara
Indonesia masih menyandang nama TRI di seantero Nusantara, diantaranya ada TRI
Sunda Kecil di tanah Bali.
Setahun berlalu Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan
negaranya, kedaan TRI Sunda Kecil di Bali semakin melemah dalam artian perlu
bantuan khususnya bantuan persenjataan juga amunisi, maka para petinggi
angkatan kala itu ( Kolonel Prabowo,
Kolonel Munadji, Letkol I Gusti Ngurah Rai didampingi Kapten Markadi) menghadap
ke markas besar TRI di Yogya dalam upaya meminta bantuan kekuatan. Maka
diputuskanlah TRI Sunda Kecil di Bali diperkuat dalam persenjataan juga
amunisi, TRI Sunda Kecil kala itu dipimpin oleh Letkol I Gusti Ngurah Rai. Realisasi dari keputusan itu, maka
terbentuklah Pasukan M pimpinan Kapten Markadi dengan misi ekspedisi melintasi
selat Bali membawa persenjataan demi membantu perjuangan kemerdekaan di Bali.
Berbekal nekat dan juga semangat 45 bervoltase tinggi walau dengan persenjataan
dan kapal yang tiada memadai, ekspedisi itu berlangsung diantara blokade ketat
pasukan Belanda.
Pasukan tempur kekuatan 3 kompi dipersiapkan Maret 1946, ada
angkatan laut pimpinan Waroka dan Markadi,
serta angkatan darat di bawah komando I Gusti Ngurah Rai. Pasukan Waroka
dan Markadi bagian dari TRI laut. Sekenarionya perpasukan dengan kekuatan
sekompi menuju 3 titik pendaratan. Ditentukan pasukan Waroka mendarat di Pantai Grokgak dan Celukan Bawang,
pasukan I Gusti Ngurah Rai di pantai Yeh
Kuning, serta pasukan Markadi antara Cupel dan Candikusuma. Pertama berangkat
pasukan Waroka dengan 160 anggota di 3 April 1946 aman lancar hingga tujuan.
Disusul oleh pasukan I Gusti Ngurah Rai yang diberangkatkan malam hari dari
Muncar menuju Yeh Kuning dengan jukung berlayar dengan 45 anggota. Namun malang
kentara, salah satu jukung tertembak gugur putra Bali Cokorda Oka Rai dan
Cokorda Dharma Putra. Jukung-jukung lain kembali ke Muncar termasuk I Gusti
Ngurah Rai. 4 April kembali berangkat dengan
cara tidak berkomvoi laut, akhirnya selamat lancar sesuai rencana
mendarat di Yeh Kuning Pulukan. Berikutnya giliran armada pimpinan Kapten
Markadi dengan 16 perahu 130 anggota
pasukan. Kala itu fajar, 4 April 1946 dua perahu madura yang di tumpangi Kapten
Markadi hampir tiba di pantai Panginuman, didekati kapal patroli Belanda. Maka pertempuranlah
yang terjadi, pertempuran laut, awak
kapal belanda putus asa lantaran tembakan tembakan tiada mengena, maka perahu
madura Kapten Markadi yang jadi sasaran dengan cara ditabrak oleh kapal
Belanda. Beberapa kali kapal Belanda menabrak perahu Kapten Markadi, maka
perintah melempar geranat ke kapal Belanda keluar lantang dari mulut Kapten
Markadi. Kehendak Hyang Kuasa meledaklah satu dari dua kapal Belanda dan yang
satunya berhasil melarikan diri dengan dek serta lambung kapal terbakar.
Pertempuran ini tercatat sebagai perang laut pertama (perdana) dalam sejarah
NKRI. Karena operasi heroik itulah, 4 April 1988 pemerintah membangun Monumen
Operasi Lintas Laut Banyuwangi-Bali , di Cekik
Gilimanuk Bali.-
Sumber bacaan : koran
bali post 4-6-2013.
No comments:
Post a Comment