Friday, May 15, 2015

Perang laut pertama dalam sejarah NKRI




Tahun 1945 silam NKRI resmi berdaulat  pengakuan kemerdekaan itupun mengalir dari waktu ke waktu. Lebih dari tiga tahun berikutnya para pejuang negeri harus mati-matian mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan, “merdeka atau mati” itu semboyan baku mereka. Dalam era mempertahankan kemerdekaan itu tentara Indonesia masih menyandang nama TRI di seantero Nusantara, diantaranya ada TRI Sunda Kecil di tanah Bali. 
Monumen Operasi  Lintas Laut Banyuwangi-Bali, di Cekik Gilimanuk Bali

Setahun berlalu Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan negaranya, kedaan TRI Sunda Kecil di Bali semakin melemah dalam artian perlu bantuan khususnya bantuan persenjataan juga amunisi, maka para petinggi angkatan kala itu  ( Kolonel Prabowo, Kolonel Munadji, Letkol I Gusti Ngurah Rai didampingi Kapten Markadi) menghadap ke markas besar TRI di Yogya dalam upaya meminta bantuan kekuatan. Maka diputuskanlah TRI Sunda Kecil di Bali diperkuat dalam persenjataan juga amunisi, TRI Sunda Kecil kala itu dipimpin oleh Letkol I Gusti Ngurah Rai.  Realisasi dari keputusan itu, maka terbentuklah Pasukan M pimpinan Kapten Markadi dengan misi ekspedisi melintasi selat Bali membawa persenjataan demi membantu perjuangan kemerdekaan di Bali. Berbekal nekat dan juga semangat 45 bervoltase tinggi walau dengan persenjataan dan kapal yang tiada memadai, ekspedisi itu berlangsung diantara blokade ketat pasukan Belanda.
Monumen Operasi  Lintas Laut Banyuwangi-Bali, di Cekik Gilimanuk Bali

Pasukan tempur kekuatan 3 kompi dipersiapkan Maret 1946, ada angkatan laut pimpinan Waroka dan Markadi,  serta angkatan darat di bawah komando I Gusti Ngurah Rai. Pasukan Waroka dan Markadi bagian dari TRI laut. Sekenarionya perpasukan dengan kekuatan sekompi menuju 3 titik pendaratan. Ditentukan pasukan Waroka  mendarat di Pantai Grokgak dan Celukan Bawang, pasukan I Gusti  Ngurah Rai di pantai Yeh Kuning, serta pasukan Markadi antara Cupel dan Candikusuma. Pertama berangkat pasukan Waroka dengan 160 anggota di 3 April 1946 aman lancar hingga tujuan. Disusul oleh pasukan I Gusti Ngurah Rai yang diberangkatkan malam hari dari Muncar menuju Yeh Kuning dengan jukung berlayar dengan 45 anggota. Namun malang kentara, salah satu jukung tertembak gugur putra Bali Cokorda Oka Rai dan Cokorda Dharma Putra. Jukung-jukung lain kembali ke Muncar termasuk I Gusti Ngurah Rai. 4 April kembali berangkat dengan  cara tidak berkomvoi laut, akhirnya selamat lancar sesuai rencana mendarat di Yeh Kuning Pulukan. Berikutnya giliran armada pimpinan Kapten Markadi dengan  16 perahu 130 anggota pasukan. Kala itu fajar, 4 April 1946 dua perahu madura yang di tumpangi Kapten Markadi hampir tiba di pantai Panginuman, didekati  kapal patroli Belanda. Maka pertempuranlah yang terjadi, pertempuran laut,  awak kapal belanda putus asa lantaran tembakan tembakan tiada mengena, maka perahu madura Kapten Markadi yang jadi sasaran dengan cara ditabrak oleh kapal Belanda. Beberapa kali kapal Belanda menabrak perahu Kapten Markadi, maka perintah melempar geranat ke kapal Belanda keluar lantang dari mulut Kapten Markadi. Kehendak Hyang Kuasa meledaklah satu dari dua kapal Belanda dan yang satunya berhasil melarikan diri dengan dek serta lambung kapal terbakar. Pertempuran ini tercatat sebagai perang laut pertama (perdana) dalam sejarah NKRI. Karena operasi heroik itulah, 4 April 1988 pemerintah membangun Monumen Operasi Lintas Laut Banyuwangi-Bali , di Cekik  Gilimanuk Bali.-

Sumber bacaan : koran bali post 4-6-2013.

No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini