Tuesday, April 9, 2013

“ Sepucuk” dari Sang Calon Pemimpin



Sahabatku sekalian, dimanapun engkau berada.

Assalamualaikum Wr. Wb. Shalom. Om Swastiastu. Namo Buddhaya. Salam Indonesia Raya.

Pada kesempatan malam hari ini, saya ingin berbicara dengan saudara mengenai perjuangan kita. Perjuangan mengamankan dan menyelamatkan sumber-sumber ekonomi dan kekayaan bangsa Indonesia, dengan memanfaatkan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

*** Mewujudkan Indonesia Baru dengan Gerakan Indonesia Raya ***

Saudara-saudara sekalian, kita telah sepakat sebagai sebuah bangsa untuk menjalankan sistim politik demokrasi. Dibandingkan dengan sistim politik kerajaan, monarki, aristokrasi, plutokrasi atau diktator, kita sadar bahwa sistim yang terbaik adalah demokrasi.

Demokrasi adalah suatu sistim politik dimana mereka yang bersedia untuk berkuasa, harus meminta mandat dari rakyat. Mandat ini diberikan oleh rakyat melalui proses pemilihan umum. Proses ini sudah menjadi kesepakatan kita sebagai bangsa.

Namun, kita pun menyadari kalau demokrasi kita masih penuh dengan kekurangan. Sebuah demokrasi yang matang, demokrasi yang sebenar-benarnya demokrasi, menuntut bahwa proses pemilihan harus benar-benar bersih, transparan, dilaksanakan dengan jujur, dengan adil, tanpa kecurangan.

Disinilah letak ujian yang paling menentukan dari proses demokrasi itu. Kalau proses pemilihannya penuh kecurangan, tidak transparan, maka demokrasi itu berarti demokrasi yang cacat.

** Pemilu Tanpa Kecurangan, Syarat Kelanjutan Supremasi Hukum **

Pemilihan yang dilaksanakan dengan kecurangan adalah pemilihan yang cacat. Oleh karena itu sangat-sangat penting, untuk memastikan seluruh proses pemilihan dari tahap persiapan sampai tahap akhir harus benar-benar bersih, jujur, transparan, adil, tanpa kecurangan.

Salah satu proses yang paling menentukan, adalah penyusunan daftar pemilih. Daftar pemilih menentukan, siapa saja yang memiliki hak untuk memilih, hak untuk berpartisipasi dalam demokrasi. Kita sadar bersama, bahwa di negara kita terdapat tanda tanya besar akan proses penyusunan daftar pemilih tetap.

Karena itu, saya menghimbau kepada pihak-pihak yang berwenang, agar benar-benar melaksanakan proses-proses persiapan pemilihan umum secara profesional. Proses-proses pemilihan umum, termasuk penyusunan daftar pemilih harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dengan sejujur-jujurnya, tanpa niat untuk rekayasa, apalagi untuk melanggengkan kecurangan.

Saya menghimbau ini karena sejarah mengajarkan kita, bahwa apabila proses pemilihan umum dicurangi, penuh rekayasa, dengan daftar pemilih yang penuh nama-nama hantu, nama-nama palsu, maka masa depan demokrasi itu sendiri bisa terancam. Bahkan, stabilitas, ketenangan, dan kedamaian suatu negara bisa terancam.

Kalau proses pemilihan umum dilaksanakan dengan curang, berarti kekuasaan yang dilahirkan dari pemilihan itu, mandat yang dilahirkan adalah tidak sah, tidak memiliki legitimasi.

Jika demikian, pemerintah yang berkuasa akibat pemilihan umum yang cacat itu adalah pemerintah yang tidak sah, tidak legitimate, dan tidak kredibel. Cepat atau lambat, rakyat bisa tidak patuh pada pemerintah tersebut, dan dengan demikian, negara mengarah ke negara gagal.

Apabila proses pemilihan umum cacat, kalau hasilnya tidak diterima oleh semua pihak, dan bisa dibuktikan kalau terdapat kecurangan-kecurangan masal, maka negara kita bisa benar-benar berubah dari negara hukum menjadi negara hukum rimba.

Kerusuhan sosial, kerusuhan massal, ambruknya pemerintahan, anarki, juga bisa terjadi perang saudara. Kalau pemerintah dianggap tidak sah oleh rakyatnya sendiri, yang akan terjadi adalah gonjang ganjing dan huru-hara besar-besaran. Ketika ini terjadi, hanya ada dua pilihan: pemerintahan yang represif, yang berdiri di atas kekuatan senjata, atau instabilitas yang berkepanjangan seperti di beberapa negara Timur Tengah dan di Suriah pada saat sekarang.

Karena itu, marilah kita menghimbau semua pihak yang berwenang untuk berpikir dengan searif-arifnya. Dengan sebijak-bijaknya, bahwa apa yang diperbuat hari ini, saat ini, akan dapat mempengaruhi masa depan bangsa kita, anak-anak kita dan cucu-cucu kita.

Marilah kita mencontoh founding fathers kita, para pendiri bangsa kita, yang selalu mengutamakan kepentingan yang lebih besar daripada kepentingan pribadi. Kepentingan rakyat dari kepentingan kelompok atau golongan.

Mari kita ingatkan, para pemimpin politik, para pemimpin cendekiawan, para pemimpin swasta, para pemimpin birokrasi dan teknokrasi kita untuk selalu mengedepankan kepentingan bangsa dan negara.

** Gerindra dan Pendidikan Politik untuk Rakyat **

Saudara-saudara sekalian, untuk mewujudkan demokrasi yang sebenarnya, harus ada pendidikan politik ke rakyat kita yang besar, yang banyak. Dengan pendidikan politik, kita harus sentuh semua yang pemahaman politiknya masih sangat sederhana dan sangat terbatas.

Karena itu harus ada satu instrument politik, dalam hal ini satu partai politik yang berani terjun ke rakyat. Terjun ke rakyat di akar rumput yang paling dasar, mendidik rakyat, membuka kesadaran rakyat, mengajarkan hak-hak rakyat, menghimpun rakyat dan meyakinkan rakyat untuk memilih satu kekuatan yang harus memimpin perubahan dan transformasi.

Menurut saya, Gerindra-lah yang harus menjadi kekuatan tersebut. Gerindra-lah yang harus menjadi kekuatan yang memimpin transformasi bangsa Indonesia. Gerindra harus massif, harus kuat, harus memimpin gelombang kekuatan rakyat. Gelombang people’s power.

Gerindra-lah yang harus memimpin gelombang tersebut sehingga tidak bisa dibendung oleh kecurangan. Tidak bisa dibendung oleh kekuatan korup, pancilok-pancilok yang selalu menipu rakyat. Tanpa kekuatan yang besar, tidak mungkin kebenaran menang di bangsa Indonesia.

Kita harus ingat, bangsa Indonesia di ambang menjadi republik dagelan. Republik pseudo-demokrasi. Republik yang dikuasai oleh mafia, oleh maling-maling. Republik yang dikuasai oleh oligarki yang hanya memikirkan bagaimana merampok kekayaan negara terus menerus tanpa memikirkan akibatnya kepada masa depan rakyat kebanyakan.

** Berjuang, Berjuang dan Terus Berjuang **

Saudara-saudara sekalian, jika saudara-saudara ingin Indonesia menjadi negara yang modern, negara yang benar-benar demokratis, dimana semua warga negara hidup di bawah lindungan hukum, dimana hukum tidak bisa diperjual belikan, dimana aparat penegak hukum benar-benar melindungi dan mengayomi rakyat banyak dan bukan hanya mereka yang punya uang.

Jika saudara ingin Indonesia yang sejahtera, dimana setiap warga negara punya kesempatan yang sama untuk mencari kehidupan yang layak. Dimana setiap pemuda bisa berharap, bisa mendapat pendidikan dan kemudian pekerjaan yang terhormat. Dimana setiap pemudi bisa memiliki kesempatan, punya pekerjaan yang baik, atau menjadi istri dalam suatu keluarga yang baik, dan tidak harus menjadi pembantu rumah tangga di negara asing ribuan kilometer dari rumah dengan segala pengorbanan dan resiko yang harus dihadapi hanya untuk mendapat dua ratus, tiga ratus dollar sebulan.

Jika saudara ingin suatu Indonesia yang berdiri di atas kaki sendiri, dan bukan menjadi jongos, bukan menjadi kacung bangsa lain. Jika saudara ingin Indonesia yang terdiri dari sebuah masyarakat dimana rakyatnya bisa berharap, bisa memiliki cita-cita menjadi dokter, insinyur, menjadi manager, pemilik perusahaan, tidak hanya menjadi buruh upah harian. Tidak hanya menjadi tukang sapu. Tidak hanya menjadi kuli pelabuhan.

Jika saudara ingin mewujudkan Indonesia yang sejahtera, atau yang saya selalu katakan: Aman, damai, adil, sejahtera, berdaulat ekonomi dan berdaulat politik, berdikari – mau tidak mau saudara harus berpihak, saudara harus keluar dari rumah. Saudara harus mengambil langkah. Saudara harus berbuat. Saudara harus ikut berjuang.

Saya teringat kata-kata seorang tokoh, tetapi saya lupa persisnya siapa – kalau tidak salah itu mungkin Ho Chi Minh. Atau mungkin juga ia mengutip penulis lainnya. Kata-kata tersebut adalah: “No man is completely whole before he becomes a part of a cause greater than himself.”

Saya kira sangat benar. Kita belum utuh menjadi seorang manusia, sebelum kita menjadi bagian dari perjuangan yang lebih besar dari diri kita sendiri.

Saya juga pernah membaca bahwa definisi daripada kata politik: Politik adalah upaya memperbaiki kehidupan suatu masyarakat. Kehidupan suatu rakyat. Jadi, kalau kita ingin memperbaiki kehidupan rakyat kita. Kalau kita ingin memperbaiki kehidupan sekitar kita sendiri, anak kita, cucu kita, mau tidak mau kita harus berpolitik. Dan berpolitik itu berarti harus berpihak, harus memilih, harus berjuang.

Dalam berjuang, kalau saudara memperhatikan, saya tidak pernah mengajak sahabat saya, pengikut saya, anggota saya untuk mencaci maki pribadi-pribadi lain atau organisasi-organisasi lain. Saya selalu mengajak saudara-saudara, sahabat saya, pengikut saya, murid saya, untuk berpikir positif, berpikir baik. Itu pelajaran yang sangat berharga yang saya dapat dari salah seorang senior saya. Seorang mantan komandan saya, yang saya anggap orang yang sangat bijak dan sangat bersih sebagai pemimpin yaitu Jendral TNI Wismoyo Arismunandar.

Beliau dahulu adalah komandan group saya, di group 1 KOPPASSANDHA saat saya masih letnan. Saya masih ingat pelajaran beliau setelah sekian puluh tahun: “Berpikir positif, jangan berpikir dan berkata negatif tentang orang lain.”

Pelajaran itu selalu saya ingat. Setiap menghadapi persoalan, setiap harus menilai orang, saya selalu coba berpikir positif. Memang, ada kalanya selalu berpikir positif kita bisa terjebak. Kita tidak dapat menutup kenyataan bahwa di masyarakat kita banyak penipu, banyak orang yang pandai berbohong, pandai bersilat lidah. Bahkan dikatakan oleh sebagian orang, di dalam politik dan di dalam bisnis, bahwa bohong itu suatu senjata perjuangan.

Semangat dan keinginan, dan kebiasaan tipu menipu, sudah lazim di lingkungan kita. Kata-kata “kutipu kau”. Itu adalah kata-kata yang sering kita dengar di sekitar kita. Benarkan ini? Saya kira saudara mengetahuinya.

Ada fenomena di bangsa kita. Rakyat yang paling jujur adalah rakyat yang paling miskin, yang paling berada di desa-desa. Semakin pintar, semakin pintar menipu dan bohong. Benarkah ini? Saudara-saudara bisa bantu saya menjawab. Ini yang saya lihat. Ini yang saya rasakan.

Semakin pintar, semakin tinggi pendidikan, semakin mampu menipu dan berbohong. Kadang-kadang berbohong-nya pun berlindung di balik kata-kata “Demi Allah” bagi orang Islam, atau “Demi Tuhan Yesus” bagi orang Kristiani. Tetapi ujung-ujungnya menipu. Benarkah ini? Saudara dapat menilai.

Kembali ke masalah inti. Kalau kita ingin memperbaiki kehidupan bangsa, harus ada perjuangan menuju transformasi bangsa. Birokrasi kita harus terdiri dari the best and the brightest, yang paling pintar dan paling baik harus menjadi aparat pemerintahan kita.

Oleh karena itu, kekuatan politik yang ingin mentransformasi bangsa ini harus menang. Tekad saya adalah memastikan Gerindra menjadi kekuatan politik yang terdiri dari pemuda pemudi paling cerdas, paling berani, paling bertekad untuk membangun Indonesia yang kita cita-citakan. Indonesia yang modern, Indonesia yang dihormati karena kesejahteraan rakyatnya. Indonesia yang menjadi negara produsen, tidak hanya negara konsumen barang-barang bangsa lain.

Kalau bangsa lain bisa memproduksi motor, memproduksi mobil, memproduksi kereta api dan kapal – mengapa bangsa Indonesia tidak bisa memproduksi? Jumlah penduduk Korea Selatan hanya 49 juta orang. Jumlah penduduk Malaysia hanya 28 juta orang. Tetapi mereka bisa memproduksi mobil, motor, televisi, serta barang-barang manufaktur lainnya.

Kita negara 250 juta orang, pasti ada diantara kita anak-anak yang pintar-pintar. Saya memanggil insinyur-insinyur ITB, insinyur-insinyur ITS, insinyur-insinyur fakultas-fakultas teknik dimanapun di Indonesia. Dimana karyamu? Bangsa menunggu sumbangsihmu.

Saya percaya insinyur Indonesia dari mana-mana punya kemampuan. Tetapi kemampuan itu harus diorganisir, harus diberi kesempatan, harus diberi sumber daya yang kuat, sehingga karya-karya mereka, sumbangsih mereka dapat terwujud. Saya hakul yakin Indonesia mampu punya produk-produk unggul.

Sekali lagi saya katakan, transformasi bangsa ini harus menjadikan bangsa Indonesia bangsa produsen, tidak hanya bangsa konsumen. Bangsa yang mampu menciptakan mobil nasional, motor nasional, pesawat nasional. Jangan mau hanya menjadi pemasok dan pembeli barang jadi dari luar negeri.

Jika kita hanya menjual sumber alam, bagaimana kalau suatu saat nanti sumber alam itu habis terkuras? Kita harus membangun ekonomi yang berkelanjutkan. Oleh karena itu, saya percaya pertanian dapat menjadi fondasi kuat untuk membangun masa depan Indonesia. Oleh karena itu, kita juga tidak boleh takut bermimpi dan bercita-cita menjadi negara industri.

** Memperkuat Bendera Gerindra **

Saudara-saudara sekalian, transformasi bangsa ini membutuhkan dukungan politik, kekuatan politik, untuk mendapatkan mandat dari rakyat. Bangsa kita adalah bangsa yang sangat besar. Dengan 250 juta jiwa, kita adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat sedunia. Negara kita menempati wilayah seluas benua Eropa. Benua Eropa sekarang adalah 27 negara. Kita satu negara besar.

Karena itu kekuatan politik yang kita bangun mau tidak mau harus kekuatan politik yang besar. Untuk mengamankan pemilu saja kita butuh jutaan saksi di TPS-TPS. Karena itu, tantangan di hadapan kita tidak ringan. Tantangan di hadapan Gerindra tidak ringan.

Perjuangan Gerindra berawal dari banyak tokoh-tokoh dan kader-kader HKTI, dan kader-kader KTNA, APPSI, kepala desa, guru-guru, dan purnawirawan. Inilah modal pertama daripada Gerindra. Dalam kurun waktu yang sangat singkat, Gerindra bisa menjadi partai nomor delapan nasional. Sekarang di banyak survey, kita telah menjadi partai terbesar kedua bahkan ada yang menempatkan kita sebagai partai terbesar di Indonesia.

Kita tidak boleh lengah dan tidak boleh terbuai dengan hasil-hasil survey. Kadang-kadang hasil survey dapat direkayasa. Survey bisa menjadi senjata yang ampuh dalam perang persepsi. Yang jelas, sekarang seluruh rakyat Indonesia tahu ada kekuatan politik baru. Ada kekuatan politik yang tidak ragu-ragu, yang pertama dan mungkin satu-satunya yang berani mengatakan sistim ekonomi neoliberal keliru.

Sebelum crash ekonomi di Amerika Serikat bulan Oktober 2008, saya dan tokoh-tokoh pendiri Gerindra sudah berkali-kali mengingatkan, bahwa sistim ekonomi neoliberal dan kapitalisme tidak terkendali (unregulated, laissez-faire capitalism) tidak mungkin membawa kesejahteraan kepada rakyat banyak. Ternyata sekarang rakyat di Amerika Serikat dan di Eropa Barat sadar akan hal tersebut.

Jadi saudara-saudara, perjuangan kita sekali lagi membutuhkan suatu kekuatan politik yang bisa mendapatkan mandat dari rakyat. Karena itu saya menghimbau kepada kalian, saya menggugah kepada kalian, sahabat yang sudah bergabung dengan halaman saya ini, untuk bertanya kepada diri masing-masing:

Kenapa saudara bergabung dengan halaman saya?

Apakah saudara setuju dan cocok dengan pikiran-pikiran saya? Apakah saudara ingin menjadi bagian dari Indonesia yang modern, yang kuat, yang sejahtera? Apakah saudara ingin menjadi bagian dari Indonesia yang rakyatnya sehat, tenang, harmonis, punya pekerjaan layak, hidup berdampingan satu sama lain dengan saling hormat menghormati, saling salah asih dan asuh tanpa permusuhan, tanpa kebencian, tanpa kecurigaan satu sama lain?

Apakah saudara cocok dengan suasana Bhinneka Tunggal Ika, berbeda suku, berbeda agama, berbeda ras, berbeda kelompok etnis, tetapi hidup rukun, saling hormat - menghormati dalam suasana yang damai, suasana yang harmonis?

Apakah saudara ingin melihat Indonesia yang sejahtera, desa-desa dan kota-kotanya bersih? Rakyatnya tinggal di kota-kota dan desa-desa yang memadai, bisa mandi dengan air bersih, tidak di tempat yang kumuh, tidak di tempat yang kebanjiran, tidak di tempat yang dikelilingi sampah dan kotoran?

Sekali lagi, apakah saudara ingin menjadi bagian dari Indonesia dimana setiap warganya punya pekerjaan yang layak, dimana setiap laki-laki dan setiap perempuan bisa hidup, membina kehidupan yang terhormat?

Saudara-saudara sekalian, kalau itu tujuanmu, kalau itu keinginanmu, berarti itu sama dengan keinginan saya.

Apakah saudara menerima keadaan bahwa setengah dari rakyat kita hidup di bawah garis kemiskinan, yang menurut Bank Dunia yaitu kurang lebih Rp. 20.000 rupiah sehari. Apakah saudara menerima kenyataan bahwa 1/3 dari anak-anak balita di Ibukota Republik Indonesia mengalami kurang gizi? Setengah dari balita di NTT mengalami kurang gizi? Apakah saudara menerima itu?

Apakah saudara menerima, setiap 10 menit hutan kita sebesar 6 lapangan bola habis ditebang secara liar? Apakah saudara menerima bahwa bangsa yang tiga perempat terdiri dari laut harus impor ikan asin, ikan teri dan ikan patin?

Apakah saudara menerima, bangsa yang terdiri dari tiga perempat laut harus mengimpor garam? Apakah saudara menerima, bahwa bangsa agraris yang sudah ratusan tahun punya jutaan hektar sawah harus mengimpor beras, gula, bawang, cabai, singkong, daging, dan susu?

Saudara-saudara sekalian, kalau saudara menerima kenyataan-kenyataan itu, maaf saya harus katakan kalau saudara bukan patriot. Saudara bukan pandu ibu tanah air kita. Saudara bukan putera Indonesia yang setia. Saudara tidak punya perasaan. Saudara pasti bukan pejuang.

Maaf saya harus katakan tersebut.

Kalau saudara di halaman ini bersama saya, saudara mengikuti pikiran saya, saudara tentunya punya kesamaan dengan pandangan-pandangan saya. Memang saya peruntukkan halaman ini, sebenarnya untuk sahabat yang sehaluan dengan saya. Tentunya juga pasti ada yang masuk halaman ini sekedar memantau, mungkin juga ada intel-intel yang ingin mengetahui apa saja yang menjadi pikiran Prabowo Subianto.

Kepada intel-intel, saya sampaikan: Boleh kau tahu pikiran-pikiran saya karena saya tidak menutupinya. Dari sejak dahulu sampai sekarang saya tidak berobah. Saya tidak mengajak bangsa saya untuk membenci bangsa lain. Saya selalu katakan, boleh kita belajar dari Barat. Saya pun produk dari pendidikan barat. Sebagian masa SD, SMP dan SMA saya, saya jalani di sekolah-sekolah dengan kurikulum Inggris dan Amerika.

Mungkin saya lebih hafal sejarah Inggris dan Amerika daripada orang Inggris dan Amerika sendiri. Saya kagum dengan prestasi-prestasi Barat. Tetapi saja juga kagum terhadap prestasi-prestasi Cina, Russia, Jepang, Korea, Taiwan, bahkan negara kecil seperti Singapura-pun saya kagum dan ingin belajar. Mungkin mereka lebih kecil dari kita, tetapi prestasi mereka, tekad mereka harus kita pelajari.

Banyak orang-orang Indonesia selalu menggangap remeh orang-orang Malaysia. Tetapi kalau kita jujur, kita objektif, kita harus belajar dari mereka. Rakyat mereka lebih sejahtera. Prestasi mereka mengagumkan. Negara hanya dengan 28 juta orang bisa punya industri mobil.

Kita harus belajar dari Vietnam. Bangsa yang tidak punya apa-apa, tetapi tidak mau didikte dan dijajah oleh siapapun.

Saya selalu mengajak kawan-kawan saya, sahabat saya: Jangan iri, jangan dengki, jangan sirik. Sama seperti ajaran guru-guru saya terdahulu. Berpikir baik, tetapi jangan gentar, jangan rendah diri, jangan minder. Kalau Belanda mengatakan: jangan memiliki minderwaardigheidskompleks. Inferiority complex.

Bangsa Indonesia ini memiliki sifat bangsa melayu. Kalau lihat orang asing, selalu kagum. Kalau lihat orang kulit putih, selalu minder. Mungkin minder itu di bawah sadar. Mungkin akibat kita terlalu lama dijajah dahulu. Alhasil, produk yang dikagumi harus buatan negara lain. Kadang-kadang buatan Tangerang atau buatan Bandung ditempel merek luar negeri. Inilah kekurangan-kekurangan kita.

Tetapi jangan salah. Kita juga tidak boleh ultra-nasionalis, sok jago sendiri. Saya selalu mengatakan kita harus belajar dari bangsa lain. Cita-cita kita tidak muluk-muluk. Kita tidak pernah bermimpi mau jadi super power. Kita tidak pernah mau mendominasi siapapun. Tantangan yang ada di hadapan kita sangat besar. Memberikan makan saja kepada seluruh rakyat Indonesia adalah tantangan yang luar biasa.

Saudara-saudara, kita harus merubah diri kita. Kita harus melakukan transformasi besar-besaran. Transformasi bangsa. Kita tidak boleh membiarkan bangsa Indonesia terus menjadi seperti ini. Bangsa yang tidak bisa melindungi wilayahnya sendiri. Bangsa yang tidak bisa melindungi rakyatnya sendiri. Kondisi ini harus kita perbaiki.

Kita ingin hidup bersahabat dengan semua bangsa lain di dunia ini, terutama dengan tetangga-tentangga kita. Sifat nenek moyang kita selalu mengajarkan kita rendah hati, tepo seliro, ojo dumeh, ojo adigang adigung adiguno.

Itulah sebenarnya sifat kita. Sekali lagi, saya sampaikan Gerindra adalah kekuatan politik, kekuatan yang harus memimpin transformasi tersebut. Karena itu saya mengajak saudara-saudara yang jumlahnya sudah 2.100.000 di Facebook ini, perkuatlah Gerindra. Jadilah kader-kader terbaik Gerindra. Bersama saya, jadilah pejuang-pejuang yang ikut memimpin transformasi bangsa ini.

Gerindra adalah alat perjuangan kita. Gerindra adalah sebuah instrumen untuk memimpin transformasi bangsa. Untuk memimpin pembaharuan bangsa. Untuk mengamankan dan menyelamatkan sumber-sumber ekonomi dan kekayaan bangsa Indonesia, sehingga kekayaan ini bisa dimanfaatkan oleh seluruh rakyat Indonesia – tidak hanya segelintir orang saja.

Kalau kita punya cita-cita yang sama, 2.100.000 orang ini akan menjadi gelombang yang tidak bisa dibendung. Kalian cukup merekrut lima orang saja setiap bulan. Sesudah lima bulan, gelombang arus perubahan tidak akan bisa dibendung. Tidak bisa dilawan.

Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita yang memimpin perubahan dan transformasi bangsa, siapa lagi?

Jangan berharap rejeki jatuh dari langit. Jangan berharap keadilan jatuh dari langit. Jangan berharap ada bangsa lain yang mau membantu bangsa kita. Jangan harap Indonesia bisa sejahtera, jika bukan kita sendiri yang menyelamatkan kekayaan kita sendiri dan mewujudkan Indonesia yang kita cita-citakan. Indonesia yang aman, Indonesia yang damai, Indonesia yang sejahtera, Indonesia yang berdaulat ekonomi dan politik, Indonesia yang berdikari.

Saudara-saudara sekalian, bersatulah bersama saya. Berjuanglah bersama saya. Mari kita wujudkan, cita-cita eyang, nenek kita. Marilah kita bersama-sama membangun Indonesia Raya.

Sekali lagi, kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi? Selamat berjuang!

Bojong Koneng, 3 April 2013.

Prabowo Subianto

No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini