Rimpu, demikian nama benda itu merupakan jilbab yang
nyata-nyata asli jilbab suku Mbojo, Bima. Dahulu rimpu merupakan pakaian tradisional
para perempuan Mbojo, yang dipakai layaknya jilbab sekarang. Pemakaian rimpu merupakan suatu tradisi
warisan nenek moyang masyarakat Mbojo, dulunya selalu dipakai kemanapun mereka
pergi, begitu turun dari tangga rumah rimpu selalu dikenakan.
Selain berfungsi sebagai jilbab, rimpu juga menjadi pelindung
terutama dari perubahan cuaca yang kerap mengganggu. Para wanita Mbojo akan
terlindung dari sengatan matahari atau dari pandangan langsung para lelaki yang
bukan muhrimnya, karenanya rimpu menjadi amat penting untuk dikenakan.
Memakainya amatlah mudah dan sederhana, kain atau sarung khas Mbojo yang
disebut “nggoli” bisa langsung disampirkan berkali-kali di kepala tanpa harus
diikat. Demikian pula “sanggentu tembe (mengenakan sarungnya), tinggal dibelit
tanpa perlu pengikat. Rimpu juga bisa berfungsi sebagai mukenah (pakaian sembahyang),
asal bersih dan suci serta dilengkapi
dengan sanggentu tembe sebagai sarungnya.
Memang tidak
terpungkiri kini di zaman yang dapat dikatakan modern dan di era reformasi yang
kebablasan ini, agak jarang yang memakai rimpu namun “tidak hilang/tetap
bertahan”. Rimpu masih sering dikenakan terutama bagi mereka yang telah
menikah, rimpu merupakan simbol yang kuat
sebagai sebuah identitas. Misalnya untuk mengetahui perempuan Mbojo
masih gadis atau telah menikah. Bagi
mereka yang masih gadis dapat diketahui dari caranya memakai rimpu, umumnya
memakai rimpu mpida dan yang telah menikah memakai rimpu colo. Rimpu mpida semacam jilbab yang dilengkapi
dengan cadar sehingga yang kelihatan hanya bagian mata saja. Dan rimpu colo,
dikenakan layaknya jilbab biasa tanpa cadar, sehingga semua wajah kelihatan,
rimpu colo hampir tidak ada bedanya dengan jilbab sekarang, hanya saja kalau
rimpu menutupi semua anggauta badan dengan sempurna. Dikala berduka, ada
keluarga yang meninggal yang namanya rimpu ala di pergunakan, terutama saat
mengantar jenazah. Rimpu ala pemakaiannya tidak
sebiasa rimpu mpida ataupun rimpu colo.Kini pemakai rimpu masih banyak
ditemui di pasar-pasar tradisional, karena pemakaian rimpu dapatlah dikatakan
merupakan suatu tradisi yang kuat makanya mampu untuk bertahan. Satu bukti
nyata Indonesia/Nusantara walau nyata jadi negara lima besar terkorup di dunia
kaya budaya, dan juga kaya akan berbagai tradisi.---
Sumber : tabloid/koran tokoh 15-21 april 2013.
No comments:
Post a Comment