Friday, April 19, 2013

“ Lepas dari mulut harimau, masuknya ke mulut buaya “



Derap Revolusi Arifinbrandan berbagi tautan.

Ada yang tidak tahu, siapa ini? 
salam revolusi! saudara sekandung negeri keluarga besar republik indonesia yang majemuk. akhir-akhir ini, rakyat menjumpai poster sosok mantan presiden soeharto dengan pesona rambutnya yang putih keperakan sambil menyungging senyum “smiling general” yang simpatik kebapakan itu, seraya melambaikan tangan dengan sebuah pesan bernada meledek: “piye kabare, kepenak zamanku tho?”. poster satir semacam itu sungguh menohok, dan terasa mengolok-olok era reformasi yang “kualitasnya” jauh lebih buruk dibanding era rezim militeristik soeharto yang selama ini dikenang rakyat sebagai rezim otoriter represif, dan tidak demokratis itu.

sejak dekade 1970-an, rezim militeristik soeharto mulai membuka kran liberalisasi di segala bidang secara massif dan tak terkontrol. ini berdampak luas, karena pada akhirnya kekayaan sumber daya alam yang berlimpah dan mestinya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, berangsur-angsur jatuh di tangan gerombolan investor asing (kompeni freeport, newmont, dll), sehingga sampai hari ini kedaulatan bangsa di bidang migas, pangan, perbankan, pertanian, dll, telah berada dalam genggaman tangan (investor) asing. tak cuma itu, rezim militeristik soeharto tidak menjalankan konsepsi bung karno, sang pendiri negara, yang mewasiatkan ajaran tri sakti yakni berdikari di bidang politik, ekonomi dan berkepribadian sesuai dengan budaya bangsa. semua wasiat itu tidak dijalankan, sehingga secara politik ekonomi dan budaya, indonesia lebih sering didikte bahkan "tunduk patuh" pada blok negara kapitalis global yang ditunggangi oleh nekolim amerika dan sekutu setan baratnya.

tak sedikit orang yang merasakan hidupnya senang dengan membandingkan kemudahan hidup pada era rezim militersitik soeharto dulu. secara faktual, rakyat tak peduli, bahwa kemudahan hidup pada masa lalu disokong oleh besarnya tunjangan subsidi yang sumbernya berasal dari utang luar negeri, yang kini akumulasinya menggunung tujuh turunan atau hampir menyentuh level 2 ribu triliyun. Rezim pemerintah pasca-jatuhnya soeharto, rupanya tetap melestarikan tradisi bergantung pada utang luar negeri, dan kecenderungannya akan terus seperti itu, sehingga secara de facto bangsa ini sudah kehilangan daya berdikarinya, sudah hancur mentaliteit dan katarakternya sebagai bangsa pejuang.

pada era rezim soeharto, negara amat bergantung pada utang luar negeri melalui jasa rentenir global dulu ada iggi, lalu imf, world bank, dll. dari utang luar negeri itulah rakyat dapat menikmati hidup senang, dan rakyat tak pernah tahu bahwa kisaran 30% dari utang luar negeri itu, bocor dikorupsi atau masuk ke dalam rekening komplotan rezim. akibatnya, generasi sesudahnya harus menanggung beban utang luar negeri tujuh turunan berikut bunga berbunganya yang mencekik 245 juta jiwa rakyat yang “tak berdosa”, hingga hari ini. rakyat tak boleh mengabaikan persoalan fundamental ini, karena kita sadari bahwa negara adidaya uni soviet akhirnya runtuh, karena sempoyongan tak mampu menanggung beban utang luar negerinya. dan rupanya, kini negara kita sedang bergegas menuju percepatan keruntuhannya. Banyak indikator yang memperlihatkan itu, antara lain: penegakan dan kepastian hukum lemah, integritas pejabat negara berikut birokratnya payah; etos kerja, moraliteit serta mentaliteit aparatus penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, kehakiman, mahkamah agung) tidak memenuhi standar kelayakan. masing-masing orang berlomba mengumbar korupsinya tanpa rasa gentar. sementara jurang kaya miskin menganga lebar; kriminalitas tinggi, benih-benih separatisme menyubur di banyak daerah. kalau situasi dan kondisinya sudah remuk redam seperti ini, lantas mau dibawa ke mana gerbong indoensia dengan penumpang 245 juta jiwa yang sejak lama mendambakan dapat hidup sejahtera adil makmur sentosa dan bahagia bersama-sama?

kehidupan saat ini. sungguh jauh lebih kacau dan menyusahkan rakyat. demokrasi liberal multipartai terbukti tidak menciptakan iklim kehidupan yang kondusif, bahkan mengidap lebih parah virus korupsi, kolusi, nepotisme dan manipulasi. sistem demokrasi dengan tentakel lebih dari selusin parpol, terbukti tak efisien dan efektif dalam menjawab berbagai persoalan bangsa yang mendesak dan multikompleks. bahkan sebaliknya, justru silang sengkarut lebih dari selusin parpol dapat memperlemah kohesi bangsa. kini penting bagi rakyat untuk cepat-cepat bangkit dan menggugatnya. sistem demokrasi saat ini harus disederhanakan menjadi maksimal hanya tiga partai besar berplatform tajam: partai nasionalis, partai agamis, partai sosialis. gerakan perubahan besar dan mendasar di segala bidang kehidupan. gerakan perubahan yang tergolong progresif revolusioner. kini yang terbentang adalah satu jalan lurus perjuangan yang tersisa yakni: revolusi zonder kompromi. lupakan dan abaikan pemilu 2014. sejatinya revolusi adalah momentum besar bagi segenap rakyat untuk meretas harapan ke masa depan yang gemilang. revolusiiii? tariiikkk… bung!
Sumber : sebuah status FB , akun  Derap Revolusi Arifinbrandan

No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini