Berawal pada kisah perjalanan Mpu Semeru datang ke tanah Bali
hendak menghadap Bhatara Hyang Putrajaya di Besakih. Beliau ke Bali seorang
diri tanpa pengiring/pengikut , menyusuri pegunungan di tanah Bali. Pertama
beliau tiba di Kuntulgading (Kedisan), dan meneruskan perjalanan hingga tiba di
daerah Tampurhyang (Songan). Indah memang daerah itu, maka terpesonalah Mpu
Semeru, udaranya sejuk menyegarkan. Beristirahatlah Mpu Semeru di Tampurhyang,
kebetulan ada mata air suci disana, sejuk nan bersih, beliau mandi disitu. Usai
beliau mandi, pandangannya tertunbuk pada sebuah tonggak kayu asam (celagi)
yang hitam lantaran bekas terbakar. Konon dengan kasidhi ajnanan dan kekuatan
panca bhayunya, tonggak kayu itu diciptakan menjadi seorang manusia. Maka
terjelmalah seorang manusia dari kayu celagi, memang demikian adanya.
Selanjutnya sang manusia celagi di berikan aneka pengetahuan kesucian
kebhatinan hingga akhirnya dapat dikatakan Sang Manusia Celagi berubah status
menjadi seorang Mpu. Mpu Dryakah demikian namanya, Mpu Dryakah merupakan
Bhujangga (pandhita) bagi orang Bali Aga.
Dikisahkan juga pada suatu ketika, dihari yang dianggap baik
Mpu Semeru membisikkan sesuatu di telinga Mpu Dryakah, beliau mengucapkan
Sanghyang Ongkaramantra. Sejak saat itu Mpu Dryakah diganti gelarnya menjadi
Mpu Kamareka, guna menghadap Bhatara Hyang Putrajaya di Besakih dan Bhatara
Hyang Gnijaya di Gunung Lempuyang. Entah berapa waktu berlalu Mpu Semeru telah dapat
kembali ke pulau Jawa, dan pada hari Jum’at Keliwon wara Pujut, purnama sasih
kawolu candra Sangkala Jadma Siratmaya Muka, 912 kembali datang ke tanah Bali
langsung menuju Tampurhyang (Songan). Beliau disambut oleh Mpu Kamareka beserta
istri. Saat itu ada lagi amanat Mpu Semeru pada Mpu Kamareka, agar Mpu Kamareka
baik-baik memegang Sanghyang Ongkara Dyatmika, dan disuruh melanjutkan kepada
semua keturunannya. Oleh karena kelak banyak keturunan Mpu Kamareka yang
tersebar di tanah Bali agar juga diberitahu supaya taat dengan tugas dan
kewajiban. Ditegaskan juga setelah lewat dari tiga keturunan Mpu Kamareka,
mereka disebut Arya Pasek Kayu Selem, dan bila memiliki kemampuan boleh
mujanggain (berhak menjadi pandhita).
Setelah sekian waktu berlalu, dikisahkan Mpu Kamareka
meninggal dunia, pada saat pembakaran jenazahnya para putra Mpu Gnijaya yakni
Sang Sapta Rsi (Mpu Ketek, Mpu Kananda, Mpu Wiradnyana, Mpu Withadharma, Mpu
Ragarunting, Mpu Prateka, dan Mpu Dangka) yang berparahyangan di Kuntuliku,
Jawa di mohon datang ke tanah Bali. Sang Sapta Rsi melakukan pemujaan pada
upacara pembakaran jenazah Mpu Kamareka. Demikian seterusnya, setiap upacara
yang digelar keturunan Mpu Kamareka selalu dipuja oleh keturunan Mpu Gnijaya. Mpu
Kamarekalah yang menjadi cikal bakal dari warga Pasek Kayuselem (Ki Kayuselem,
Ki Celagi, Ki Tarunyan, dan Ki Kayuan) di tanah Bali.—
Sumber : buku Babad Pasek, seri babad Bali
No comments:
Post a Comment