Friday, November 9, 2012

Pura “ Pucak Tinggah “


Bali post , 13 -05- 2012.—

Kabupaten Tabanan provinsi Bali memiliki segudang pura yang berkaitan dengan krama subak. Salah satunya adalah Pura Kahyangan Jagat Pucak Tinggah di desa Angseri, Baturiti. Pura di pucak bukit ini diyakini sebagai pertemuan antara Bhatara Brahma dan Bhatara Wisnu untuk memberikan kemakmuran bagi para petani. Konon pura ini awalnya adalah hutan bambu. Nama Pucak Tinggah berarti puncak di tengah hutan bambu.


Prajuru Pura Pucak Tinggah, menjelaskan ada 3 kelompok prasasti yang mengisahkan asal-usul Pura Kahyangan Pucak Tinggah. Prasasti ini hasil penelitian dari ahli purbakala asal Belanda, Dr. R. Goris, bersama tim kepurbakalaan Musium Bali tahun 1977. Tiga prasasti itu masing-masing diberi nomor 007 Angseri A, 508 Angseri B, dan 1009 Angseri C. Dari bentuk dan huruf tulisan yang ditemukan, ketiga prasasti itu dibuat tidak bersamaan. Prasasti 007 Angseri adalah kelompok tertua dari ketiga prasasti yang ada. Namun semuanya memakai aksara Bali kuno yang sezaman dengan prasasti di desa Gobleg, Ujung, dan beberapa prasasti Bali kuno lainnya.

Prasasti 508 Angseri 1009 Angseri dikeluarkan beberapa ratus tahun setelah prasasti 007 Angseri. Dalam prasasti 007 Angseri diuraikan masyarakat membangun tempat suci yang disebut Hyang Api, yang berarti puser atau pucak pada zaman pemerintahan Raja Ratu Sri Ugrasena tahun saka 837 / 915 M. Sedangkan prasasti 508 Angseri dibuat pada zaman raja Sri Curadhipa  Isaka 1041 atau 1115 s.d 1119 M. Disebutkan prabu Sakti Wisnumurthi yang diibaratkan seperti bulan dan matahari, memberikan sinar kepada semua yang ada. Dalam prasasti ini juga disebutkan, Desa Sukhamerta ( sekarang “Angseri”) dengan pengelingsir Kaki Hyang Tatdwanyana menghadap raja Sri Curadhipa terkait tempat pertapaan di desa Sukhamerta pernah dijadikan tempat suci oleh Raja Sri Aji Tagendra Warmadewa, yang memerintah tahun 955 s.d 967 M. Kalau prasasti 1009 Angseri keadaannya amat rusak, dan tidak bisa dibaca.

Berdasarkan ceritra tokoh masyarakat, Pura Pucak Tinggah memiliki sejumlah kisah sejarah. Ketika Rsi Markandya datang ke Bali pernah berstana di pura ini.  Saat Ida Hyang Pasupati ke Bali juga pernah berstana di pura ini. Kala itu Hyang Pasupati berstana di Pura Pucak Semeru Agung, dibuktikan dengan adanya pelinggih persimpangan Pura Pucak Semeru Agung di areal Pura Pucak Tinggah. Pura ini juga diyakini pertemuan antara Ida Bhatara Wisnu dan Ida Bhatara Brahma, hal ini dibuktikan dengan adanya mata air beraneka jenis di lokasi pura. Diantaranya mata air dingin, air suam kuku, air asam, air belerang, air amis, dan air tawar.  Pura Pucak Tinggah juga perpaduan pengaruh zaman Rsi Markandya dan Mpu Kuturan. Ini terlihat dari keberadaan Pura Tri Kahyangan dan Batur Jati.  Pura Kahyangan Jagat Pucak Tinggah juga berkaitan dengan Pura Pucak Beratan, Pucak Bukit Sangkur, Pura Tratai Bang, Pura Pucak Batukaru,  Pura Pucak Bukit Adeng, Pura Pucak Padang Dawa, Pura Pucak Batu Lumbang, Pura Pucak Sarinadi, dan Pura Penataran Dalem Peed, sebab saat Ida Ratu Gede Sakti Mas Macaling datang ke Bali, beliau sempat berstana di Pura Kahyangan Jagat Pucak Tinggah. Pura Kahyangan Jagat Pucak Tinggah berfungsi sebagai Pura Ulun Suwi, yang membawahi subak Angseri, Tinungan, Kambangan, Senganan, Bunutin, Pemanis, Payangan, dan Penyiwi Bakti meliputi Tabanan, Badung, Gianyar, Denpasar, Bangli, dan Jemberana. Pura ini berfungsi untuk memohon kemakmuran dan peneduh jagat serta tempat penyucian dan pasupati tapakan Ida Bhatara.----


No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini