Candi Cetho kecamatan Jenawi, Karang Anyar Jawa Tengah |
Candi Cetho, sebagai tempat sembahyang umat Hindu |
Kami keluarga besar SMP
Negeri 2 Pupuan, menjelang berakhirnya tahun masehi 2017 sempat melakukan
perjalanan relegi Hindu Tirtha Yatra di tanah Jawa, dengan disertai niat suci
iklas untuk dapat sujud bakti kepada para leluhur di tanah Jawa (karena kami
merasakan bahwasanya lelehur kami berasal dari Jawa). 23 Desember 2017 kami meninggalkan
SMP Negeri 2 Pupuan dan tiba kembali 28 Desember 2017 dengan menempuh jarak
perjalanan darat kurang lebih 1.200 km pergi dan pulang ( 2.400 km), melelahkan memang. Saat malam jam 01 dini hari
waktu Bali (25-12-2017) kami baru nyampai di rumah Jero mangku di Gunung Salak
(Jero mangku pura Parahyangan Agung Jagatkarta), langsung di suguhi minuman
hangat (kopi dan teh) serta penganan ringan lantas kami bersih-bersih diri,
makan malam lanjut sembahyang. Usai sembahyang hari telah pagi memasuki Natal
hari pertama, lanjut perjalanan ke Jakarta niatan hati dapat mengunjungi Monas
tapi kendala ramai macet, pupuslah asa untuk dapat mengatakan bahwa diri adalah
orang Indonesia. Perjalanan di lanjutkan…… , 27 Desember 2017 rombongan
keluarga besar SMP Negeri 2 Pupuan tiba di Dusun Pasekan, Kecamatan Karang
Pandan, Kabupaten Karang Anyar, Jateng sampailah kami di Pura Pemacekan
(petilasan Kiayi Gusti Ageng Pemacekan dan Parahyangan Sapta Pandita). Sesuai
harapan sejak meninggalkan tanah Bali pergi ke Jawa demi meningkatkan kesadaran
untuk melaksanakan Serada Bhakti kepada para leluhur, maka kamipun melakukan
persembahyangan di petilasan Kiayi Gusti Ageng Pemacekan., serta selanjutkan
dengan tiga buah sutle pergi sembahyang ke candi Cetho.
Bagi kami (saya pribadi), dimata kami Candi Cetho itu tiada ubahnya
sebuah pura karena sebagian besar motif bangunannya menyerupai pura-pura Hindu
kebanyakan, diantaranya ada bangunan seperti bale pesandekan, dan disisi lain
ada sejenis bale gong serupa bale gong di pura-pura neng Bali. Ada juga
bangunan dari kayu mirip pelinggih (sanggah) pada pura-pura di pulau Bali, tapi
ini bukanlah bahan diskusi menarik karena apapun keadaannya kami para penganut
Hindu nan taat tetap sujud, tetap kushyuk sembahyang keraribaanNya demi damainya
alam maya pada beserta isinya. Candi Cetho
merupakan candi bercorak agama Hindu yang diduga kuat dibangun pada masa-masa akhir
era Majapahit abad ke 15 Masehi, menjadi tempat persinggahan dan pelarian Prabu
Brawijaya V ke gunung Lawu. Lokasi candi
berada di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 1.496 meter di atas permukaan laut,
dan secara administratif berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten
Karanganyar. Sesuai
informasi yang kami terima, areal candi digunakan oleh
penduduk setempat dan juga peziarah yang beragama Hindu sebagai tempat
pemujaan. Candi ini juga merupakan tempat pertapaan bagi kalangan penganut
kepercayaan asli Jawa/Kejawen. Bangunan utama Candi Cetho berada
di ujung sebelah timur kompleks candi. Ukurannya tidak terlalu besar. Berada
persis di atas perkebunan teh, maka
ketika berkunjung ke candi ini kita akan mendapatkan dua hal sekaligus yakni
wisata sejarah-budaya serta wisata alam pegunungan. Di depan gapura kita
mendapati sepasang arca penjaga. Arca penjaga tersebut dinamakan Arca Nyai
Gemang Arum. Setelah melewati gapura pertama, Candi Cetho terlihat
memiliki sembilan tingkatan berundak, konon sebenarnya Candi Cetho memiliki tigabelas
tingkatan berundak, namun hanya sembilan tingkatan berundak yang dipugar. (Di
teras kedua kami mendapat informasi bahwa halaman ini merupakan tempat
petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur dusun Cetho, serta di teras ketujuh
candi Cetho terdapat sepasang arca. Di sisi utara merupakan arca Sabdapalon dan
di selatan arca Nayagenggong, dua tokoh besar nan berpengaruh di era akhir
Majapahit yakni sebagai abdi dan
penasehat spiritual Sang Prabu Brawijaya V)
No comments:
Post a Comment