Kedis itu sama dengan burung dalam bahasa Bali, merupakan
salah satu jenis ciptaanNya yang sedemikian lincahnya berkepak dengan sayapnya
nan mungil diantara menguningnya padi di sawah. Rasanya tidak hanya di Desa
Belimbing Kabupaten Kota Pelangi Tabanan Bali, yang namanya burung yang satu
ini diyakini sebagai pembantu nyata bagi para petani khususnya petani yang
menggarap tanah sawah untuk mendapatkan padi. Para warga pribumi di Bali yang
notabene merupakan penganut agama Hindu, khususnya yang penghidupannya sebagai
petani meyakini betul bahwa kedis/burung cetrung itu adalah merupakan pelindung
padi (khususnya padi yang hampir kuning/masak), orang Bali berkata “ kedis
cetrunge nto, ye pengempun padi, tusing nyak ngamah padi, kedis cetrunge nto ye
anak nyebun dogen dipadine”. Jadi jelaslah burung yang satu ini, yang selama
hidupnya selalu di tengah sawah bukan merupakan hama padi (bukan musuh petani),
bahkan merupakan pembantu nyata para petani.
rumpun padi yang dijadikan sarang oleh kedis cetrung dan berisi anak cetrung yang masih kecil, maka rumpun padi itu tidak dipanen |
Untuk contoh riilnya kita kembali ke Desa Belimbing ; Seperti yang telah buanyak di infokan bahwasanya di desa Belimbing
Kecamatan Pupuan Kabupaten Kota Pelangi Tabanan Bali, mayoritas warganya
sebagai petani aktif trampil agresif, yang kesehariannya sebagai penggarap
tanah sawah nan luas. Sedemikian luasnya tanah sawah di Desa Belimbing,
diantaranya tercakup dalam beberapa
subak besar ; subak teben telabah, subak mas, subak Suradadi, Subak
Bubuh (Durentaluh),dll. Dalam penggarapan tanah-tanah sawah itulah, para petani
di desa Belimbing berulang kali membuktikan, berulang kali juga menyaksikan
sepak terjang para kedis cetrung di sawah sawah nan luas di seputaran
Belimbing. Apa yang mereka dapati/lihat tentang kedis cetrung? Ketahuilah hama
padi di sawah itu tak terkecuali padi di Desa Belimbing yang paling sulit
dikendalikan adalah tikus dan burung (burung perit dan burung petingan yang
menyerang secara bergerilya serta berkelompok).
Di Desa Belimbing dalam satu tahun kalender masehi petaninya menanam dan memanen padi di sawah sebanyak dua kali, lumrah yang terjadi ntah apa yang menyebabkan. Dalam dua kali panen setahun itu, sekali hama burungnya tidak seberapa (berupa kelompok-kelompok kecil maksimal 15 ekor) namun untuk masa menjelang panen berikutnya hama burungnya luar biasa (dalam satu kelompok burung yang menyerang jumlahnya ratusa bahkan ribuan). Nah, di sinilah jelas para petani itu berulang kali dapat membuktikan di saat-saat hama burung akan menyerang padi di sawah, ntah dari mana munculnya si kedis cetrung seekor atau lebih (maksimal tiga ekor) dengan gesitnya terbang memotong lintasan burung penyerang padi, otomatis burung penyerang tidak jadi menukik ke bawah bahkan kembali naik setinggi-tingginya sejauh-jaunya. Saya sendiri (Wayan Suyasa), berkali-kali menyaksikan adegan itu, bahkan saya berulang kali juga melongo setelah menyaksikan adegan ekstrim itu. Ekstrim karena burung yang jumlahnya ratusan kalah oleh seekor atau dua ekor cetrung. Sebagai balas jasa para petani kepada si kedis cetrung, jika saat panen padi tiba ditemukan sarang burung cetrung di dalamnya berisi anak cetrung yang belum dewasa orang Bali bilang “onden ngelalahang” maka rumpun padi yang dipakai sarang itu tidak akan dipanen padinya, dan perkembangan selanjutnya regenerasi anak cetrung tidak diganggu.-
demikian indahnya desa Belimbing itu di mata para Wisman dan Wisnu |
Di Desa Belimbing dalam satu tahun kalender masehi petaninya menanam dan memanen padi di sawah sebanyak dua kali, lumrah yang terjadi ntah apa yang menyebabkan. Dalam dua kali panen setahun itu, sekali hama burungnya tidak seberapa (berupa kelompok-kelompok kecil maksimal 15 ekor) namun untuk masa menjelang panen berikutnya hama burungnya luar biasa (dalam satu kelompok burung yang menyerang jumlahnya ratusa bahkan ribuan). Nah, di sinilah jelas para petani itu berulang kali dapat membuktikan di saat-saat hama burung akan menyerang padi di sawah, ntah dari mana munculnya si kedis cetrung seekor atau lebih (maksimal tiga ekor) dengan gesitnya terbang memotong lintasan burung penyerang padi, otomatis burung penyerang tidak jadi menukik ke bawah bahkan kembali naik setinggi-tingginya sejauh-jaunya. Saya sendiri (Wayan Suyasa), berkali-kali menyaksikan adegan itu, bahkan saya berulang kali juga melongo setelah menyaksikan adegan ekstrim itu. Ekstrim karena burung yang jumlahnya ratusan kalah oleh seekor atau dua ekor cetrung. Sebagai balas jasa para petani kepada si kedis cetrung, jika saat panen padi tiba ditemukan sarang burung cetrung di dalamnya berisi anak cetrung yang belum dewasa orang Bali bilang “onden ngelalahang” maka rumpun padi yang dipakai sarang itu tidak akan dipanen padinya, dan perkembangan selanjutnya regenerasi anak cetrung tidak diganggu.-
No comments:
Post a Comment