Uang bukan segala-galanya, bahkan kala mati nanti kita semua
tidak bisa menyelesaikan urusan karma kita kepada Hyang Maha Adil dengan
tebusan uang, itu jelas. Tapi setelah kemunafikan di jauhkan kita sadar
segala-galanya butuh uang, mungkin itulah kehendakNya yang latah menyertai
takdir. Uang itu sejatinya salah satu dari kesekian banyak barang yang
dikatagorikan ajaib memeliki daya magis tinggi dan daya hepnotisnya juga
lumayan karena dapat melupakan semua golongan kaum adam hawa. Uang itu
menggiurkan melebihi kemolekan wanita termolek, karena uang kita semua berikut
negara kita bisa maju juga bangkrut, banyak uang tandanya ekonomi mapan, itu
pasti. Oleh uang suatu daerah atau peradaban bisa mengenyam indahnya dunia dan
juga bisa merasakan nerakanya alam maya,
tidak terkecuali daerah manapun orang manapun di seantero jagat, tiada
terkecuali tanah Balipun yang sedemikian kuat daya tangkalnya termasuk daerah
tersulit untuk ditahlukan/dijajah dari
sejak nguni
Khusus tentang nusa kecil Bali itu, dari sejak dahulu kala
sedemikian tenarnya mengguncangkan buana dalam hal keuletan warganya, berbudaya
tinggi adi luhung, sederet orang orang sakti mandaraguna pernah juga lahir dan
hidup di Bali. Dari sejak nguni Bali itu berpredikat sebagai suatu daerah yang
sulit untuk ditahlukkan, menahlukkan Bali perlu sejuta pemikiran sejuta modal
materiil serta moril, keadaan itu bukan hanya isapan jempol semata. Fakta-fakta
riil tida terbantah tersaji apik serta mengglobal, misalnya semua orang tahu
bagaimana sakti dan cerdasnya Maha Patih Majapahit itu, patih yang berwibawa
itu hampir kehilangan akal demi menggenggam tanah Bali dalam genggemannya
berbungkuskan sumpah palapa. Lebih
lanjut di suatu era, Belanda yang terkenal itu juga sempat keteter karena tanah
Bali yang kecil itu tidak bisa dikuasai secara utuh dalam rentang waktu lumayan
panjang, nyaris putus asa. Terkenal dengan puputan jagaraga, beserta tokoh
andalnya Patih Jelantik serta Jero Jempiring Bali sempat menjadikan Belanda
bulan bulanan di antara keputus asaan, itu semua berkat bantuan ciptaanNya yang
berupa hutan bambu, beberapa perwira Belandapun berhasil dibunuh oleh pejuang
Bali kala itu. Demikian tangguhnya yang
namanya pulau Bali itu, tapi semua itu luluh lunglai bahkan luluh lantak oleh
benda ajaib yang bernama uang. Ketahuilah, kecerdasan orang Bali Utara memakai
hutan bambu sebagai benteng, dihepnotis hingga hilang nalar sehatnya oleh
Belanda dengan cara menaburkan uang dari
udara ke areal hutan bambu yang dipakai benteng. Hutan bambupun ditebangi demi
uang, pertahananpun terbuka oleh uang. Semua berakhir dengan lumayan naas di diantara kesadaran
yang terlambat, serta berujung pada suatu perang, perang puputan.
Terkait tentang ketangguhan daerah kecil Bali yang berkultur
budaya tinggi, lambat laun juga akan luluh lantak kalau para penghuni
pribuminya tetap terlena terbuai oleh daya hepnotisnya benda ajaib yang bernama
uang itu. Betapa tidak, contoh riil nyata-nyata ada, para orang-orang aktif
yang saban harinya lincah bergerak tahu persis suatu daerah di Turki sana, Antalya
namanya serupa dengan Bali, dahulunya
sama-sama daerah tujuan wisata ternama kayak Bali pantai dan panorama alamnya
yang menjadi andalan. Saat tenar dulu, orang-orang Antalya berlomba mendirikan
hotel demi para turis, hotel menjamur Antalya penuh turispun berpaling. Jika
kita jujur, bukankah kini Bali seperti itu? Lebih-lebih wacana reklamasi Teluk
Benoa nyaris nyaris menjadi nyata. Tapi kita khususnya saya pribadi sebagai
orang asli Bali, tetap yakin serta berharap penuh yang namanya taksu Bali tetap
unggul menang melawan gempuran hepnotis uang. Telah sadar atau belum kita,
sejatinya sejarah lama itu burulang
terputar lagi dilakon ceritra yang berepolusi,
jika dahulu palang pintu Bali (Kebo Iwa) di jatuhkan dengan janji akan
di beri wanita cantik molek dari Majapahit , maka saat ini para orang-orang
tangguh Bali penuh fasilitas sejumlah cewek kafe hingga ke pelosok desa
kaki-kakinya gunung, arah tersiernya adalah HIV Aids meningkat pesat.
Kektrampilan melempar yang dimiliki para orang-orang berduit juga
dipertunjukkan. Para pemimpin Bali dilempari dengan uang, sedemikian banyaknya
alat yang dipakai melempar itu sampai-sampai mereka pemimpin kita tertimbun tertindih
dan tidak bisa bangun. Betapa lemparan uang dari luar ke Bali itu, kian membuka
bentengnya Bali persis kayak benteng bambu di Bali Utara saat eranya Patih
Jelantik dan Jero Jempiring.
No comments:
Post a Comment