Tempat stana Hyang Widhi yang dipuja dan diagungkan oleh umat
Hindu yang dalam kesehariannya di sebut “pelinggih” sedemikian banyaknya di
nusa kecil Bali. Bangunan suci yang dinamakan pelinggih itu tempat berstananya
Hyang Widhi dengan segala manifestasinya yang diyakini berkilau dengan berbagai
sinar suciNya, dibuat sesuai dengan pedoman baku berupa asta dewa maupun asta
kosali dan telah di sucikan disangaskara. Sakti dari energiNya sesuai keyakinan
Hindu (baca Hindu Bali) dipuja pada suatu pelinggih. EnergiNya latah disebut
perana, merupakan bentuk ciptaan
keperdana dari Brahman, dengan prana muncullah Panca Maha Bhuta bertenagakan
prana maka diyakini terciptalah alam maya ini berikut isinya. Dengan saktiNya
Hyang Widhi menjadi Maha Kuasa ( Maha Pencipta, Pemelihara, Pelebur
mengembalikan semua benda ke asal pembentuknya ) Hindu mengenal istilah taksu,
adapun taksu itu dapat diartikan sama dengan sakti / wisesa, serta yang
dimaksudkan dengan sakti adalah simbul dari bala / kekuatan, sakti itu juga
bisa diartikan energy/ kala, konon dalam bahasa Sanskrit energy itu disebut
perana.
Sedemikian banyaknya ada bangunan suci yang dinamakan
pelinggih di tanah Bali, tiada ubahnya di era-era jayanya kerajaan yang
berpatihkan Gajah Mada segala jenis bangunan suci yang berhubungan denganNya
banyak dibangun. Sebagai Majapahit yang terakhir, kehidupan bergama sedemikian bagusnya
di nusa Bali termasuk pembangunan aneka
jenis tempat suci. Misalnya saja lumrah berlaku di setiap perempatan/pertigaan
yang mana penganut Hindu Bali menamai
catus pata, lasim di bangun sebuah pelinggih (kebanyakan berupa pelinggih berbentuk
Padma sana ). Khususnya di pertigaan
Desa Megati, di tahun 2016 juga dibangun sebuah pelinggih nan megah indah
memakai modal APBD Tabanan dengan nilai riil
lebih dari seratus sembilan puluh juta rupiah, sebuah bukti kalau Tabanan itu
berupa suatu daerah yang mapan. Sesuai info yang mengglobal di internet /
sosmed, undagi pelinggih lumayan berpengalaman diantaranya membuat candi
petilasan Prabu Siliwangi tahun 2011, dan mempekerjakan tenaga trampil lebih
dari 15 orang. Sesuai info sosmed juga, disaat yang namanya patung Sanghyang
Acintya di puncak pelinggih di kerjakan pas terjadi kilatan petir
berulang-ulang disertai hujan. Dengan kejadian itu banyak yang percaya,
sedemikian relegiusnya yang namanya Taksu Bali, diyakini pembangunan pelinggih
di pertigaan Megati itu juga direstuiNya. Dinamakan “Pelinggih Hyang Catur
Buana” sesuai riilnya ; pada sisi Timur berupa patung Dewi Uma, menghadap ke
selatan Patung Dewi Saraswati, menghadap (sisi) barat Patung Dewi Sasi, serta
yang menghadap ke utara Patung Dewi Sri, menggunakan ornamen nan klasik.
No comments:
Post a Comment