Monday, April 1, 2013

Ironis bagi “ bahasa daerah Bali”



Entah dengan pertimbangan apa, bertubi-tubi kurikulum pendidikan di Negara Kesatuan Republik Indonesia diganti. Berganti sang pejabat dalam hal ini Mendikbudnya berganti jua kurikulumnya, itu telah amat lumrah sekali. Mungkin dengan tidak mengganti kurikulum Sang Menteri merasa takut dikatakan “ tidak punya ide, tidak punya terobosan, tidak inovatif, dsb”. Telah latah terjadi apa saja yang acap digonta-ganti, padahal barang (sesuatu yang diganti itu) telah lumayan baik, maka saat penggantinya ada sering juga ada bagian yang baik pada barang yang diganti menjadi hilang. Dalam kurikulum tidaklah jauh beda, ternyata di kurikulum 2013, “ Bahasa Daerah Bali yang jadi korban”


DENPASAR, KOMPAS.com — Sekitar 100 mahasiswa jurusan Bahasa Bali dari berbagai Universitas di Bali yang tergabung dalam Aliansi Peduli Bahasa Daerah se-Bali berunjuk rasa di Kantor DPRD Bali, Senin (1/4/2013). Para calon guru ini memprotes Kurikulum 2013 yang tidak mencantumkan muatan lokal Bahasa Bali.
Dalam Kurikulum 2013 yang akan diterapkan Juli mendatang, Bahasa Bali hanya dimasukkan ke dalam mata pelajaran seni budaya. Hal ini berimbas pada tidak keluarnya Uji Kompetensi Guru (UKG) Bahasa Bali dan diarahkan ke UKG Seni Budaya. Sementara itu, Bahasa Jawa dan Sunda dapat berdiri sendiri sebagai mata pelajaran bahasa daerah dan UKG daerah tersebut dilaksanakan sesuai bidangnya masing-masing.
"Bahasa Bali sudah diakui Unesco, sudah diakui dunia, yang kami inginkan dipisah dari Seni Budaya," ujar Ketua Aliansi Peduli Bahasa Daerah, I Nyoman Suka Ardiyasa, di sela-sela unjuk rasa.
Pengunjuk rasa menuntut kepada Pemerintah Provinsi Bali dan anggota DPRD Bali mendesak Pemerintah Pusat, khususnya Kementerian Pendidikan Nasional untuk mencantumkan pelajaran Bahasa Bali pada Kurikulum 2013.




No comments:

Post a Comment

Baca juga yang ini