I
Made Wirawan WP. Bali post 10012013.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada beberapa media massa
menyebutkan, bahwa banyak yang mengeluh dengan sistim pendidikan sekarang yang
lebih menekankkan pada teks atau hapalan tanpa adanya kemampuan
mengimplementasikan pada kehidupan nyata. Untuk itu kementrian pendidikan
merumuskan kurikulum 2013, secara umum digambarkan sebagai pengajaran yang
observatif. Siswa diajak memecahkan masalah sesuai dengan kenyataan yang ada
dan siswa ditunutut kreatif. Mendikbud juga memaparkan contohnya pada satuan
sekolah dasar, mata pelajaran yang akan
diajarkan berupa agama, PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni dan Budaya,
serta Olah Raga dan Pendidikan kesehatan.
Rencana perubahan itu terbilang ekstrim karena dari kurikulum
sebelumnya setiap mata pelajaran dikhususkan dalam pengajarannya/ memiliki
forsinya sendiri-sendiri. Lalu beberapa tahun belakangan mata pelajaran
disisipi dengan tema lingkungan yang seiring dengan isu global warming yang
melanda bumi. Mata pelajaran yang diajarkan sama namun setiap materi pelajaran
menyertakan tema pelajaran tentang lingkungan. Kurikulum tahun 2013 memakai
sistim terbalik, tema dipakai dasar sedangkan mata pelajaran konvensional yang
dimasukkan ke dalamnya, jadi disana akan campur aduk satu sama lain. Kurikulum
2013 kayak menggabungkan output SMK dengan output SMA dimana daya nalar sejalan
dengan ketrampilan. Perubahan kurikulum ini cendrung dipaksakan dengan adanya
desakan dari hasil survei yang menyatakan siswa di Indonesia daya nalarnya
rendah. Pemerintah lebih memprioritaskan
output daya nalar dan kreativitas siswa setelah tamat. Hal ini terbukti dengan
matematika masih tetap berdiri kokoh diantara pelajaran sains yang lain. Kalau
hasil logical- mathematical intelligence lebih ditonjolkan pada siswa,
bagaimana nasibnya sekolah kejuruan?
Sedangkan mereka dicetak agar menjadi produk siap pakai, dimana hidup
bukan sekedar hitung-hitungan namun pintar memanfaatkan ketrampilan dan
kemampuan di waktu dan tempat yang tepat. Mata pelajaran yang akan diciutkan
jadi permasalahan serius. Mulok terutama pengajaran bahasa daerah dimasukkan
kedalam seni budaya, dimana tidak akan ada spesialisasi pengajaran bahasa
daerah. Hak pengajaran bahasa daerah akan diperkosa, dibuang, dan diabaikan.
Dilindungi oleh undang-undang namun disingkirkan dalam keseharian.---
No comments:
Post a Comment