Hal 336 buku
Babad Pasek, seri babad Bali.
Pada tahun Saka 829 (tahun 907M), Sang Jaya
Katon menjadi patih dan berkedudukan di desa Blahbatuh Gianyar. Ia terkenal
karena ketrampilannya melakukan segala jenis pekerjaan. Karya besarnya antara
lain sebuah candi di desa Blahbatuh. Sang Jayakaton berputra seorang yang
bernama Arya Rigih, dan selanjutnya Arya Rigih berputra 2 anak laki-laki : Arya
Rigis dan adiknya bernama Narottama yang akhirnya ikut kepada Sri Airlangga ke
Jawa. Sedangkan di Bali, Arya Rigis berputra seorang bernama Arya Kedi, dan
Arya Kedi berputra buncing (laki dan perempuan) yang diberi nama Arya Karangbuncing. Setelah
dewasa anak kembar itu dinikahkan, setelah lama bersuami istri belum juga dapat
menurunkan putra, sedihlah mereka. Lalu mereka memohon waranugraha Hyang Widhi dan leleluhur Pasek Gaduh agar
mereka dikaruniai anak. Mereka juga mesesangi
(berkaul) kalau permohonan
berhasil mereka akan ikut memelihara dan
nyungsung (memuja) Pura Pasek Gaduh di
Banjar Tengah, Desa Belahbatuh disamping memelihara dan menyunsung di Pura
Karangbuncing.
Atas kemurahan Hyang Widhi dan leluhur Pasek
Gaduh, mereka berputra seorang laki-laki dan diberi nama Kebo Waruga. Anak ini
tidaklah seperti anak pada umumnya, melainkan memiliki tubuh yang tinggi besar
dan kuat. Setelah dewasa, anak ini memiliki kemampuan lebih dari sesamanya,
misalnya ahli dalam bidang pembangunan, sakti dan amat berwibawa. Peristiwa ini
akhirnya diketahui oleh raja Bali kala itu Sri Gajah Waktra alias Sri Gajah
Wahana. Lalu timbul niat baginda raja untuk memberi kedudukan kepada Kebo
Waruga. Untuk mengetahui hingga dimana kemampuan dan kesaktiannya, Kebo Waruga
diuji kemampuannya baik fisik maupun bathin . Dalam pertarungan ini, Kebo
Waruga selalu unggul dengan mengalahkan lawan-lawannya. Dan akhirnya Kebo
Waruga diangkat menjadi patih oleh raja Sri Gajah Waktra / Sri Gajah Wahana
dengan gelar Ki Kebo Iwa, dan karena hingga cukup umur belum kawin lalu ia dijuluki
Ki Kebo Taruna (membujang).---
No comments:
Post a Comment