Warga tanah Bali, dan semua bangsa Indonesia telah
nyata-nyata senang dan berbangga diri karena memiliki suatu wilayah yang terkenal
dengan sebutan paradise island. Di luar negeri sana, bukan rahasia lagi mereka
lebih mengenal kata Bali ketimbang kata Indonesia, ada juga yang bertanya Bali
itu disebelah mananya Indonesia? Atau sebaliknya Indonesia itu di sebelah
mananya Bali ? Itulah tanah Bali kesayangan para Dewa, para Dewa saja
menyayangi tanah Bali semestinya kita juga amat menyayangi tanah Bali, bukannya
terlalu bangga akan kelebihan tanah Bali ketimbang daerah lainnya, sehingga
kita lupa daratan dan tiada ingat lautan.
Pulau seribu pura, demikian mereka membilangnya. Namun
kenyataan saat ini banyak pura yang terlalu/berlebihan diekploitasi untuk
kepentingan pariwisata, memang pariwisata itu banyak uangnya tak dipungkiri
lagi. Para operator travel, masyarakat
dan pemimpin desa adat serta pengempon pura itu sendiri tanpa sadar melakukan
hal itu. Semestinya pura yang kita gunakan sebagai tempat sembahyang selalu
steril dari unsur pariwisata, seperti hanya yang ada di India sana. Sesuai
berita di India, wisatawan tidaklah diperkenankan masuk ke areal terdalam suatu
kuil kalau tidak dengan tujuan sembahyang. Amat berbeda dengan di tanah Bali,
akibatnya “leteh” sudah pasti terjadi, karena kita tidak tahu persis apakah
para wisatawan yang berkunjung itu dalam keadaan bersih jasmani dan rohani atau
tidak. Tidak mustahil turis wanita sedang datang bulan (haid) namun tidak
mengaku, yang penting mereka bisa masuk ke areal pura. Selain itu, dari pihak
internal saat ini cendrung lebih melihat
dari sisi materi saja, tanpa memikirkan efek selanjutnya. Tidak sedikit pura
sengaja dibuka seluas-luasnya untuk umum. Ini sama saja memasukkan semua
kotoran ketempat yang semestinya kita sucikan demi selembar/sekeping dolar.
Betul nggak?
Rasanya para wisatawan
tidak akan protes bila kita dapat memberikan penjelasan yang baik tentang
sebuah pura, dan aturan-aturannya yang berlaku. Disinilah peran dari desa adat dan
para pengempon pura agar lebih tegas terhadap
aturan-aturan yang berlaku pada suatu pura tertentu. Eksploitasi
pariwisata besar-besaran mengakibatkan kesucian suatu pura telah tidak
dapat lagi dijaga dengan baik. Banyak tour guide terutama yang bukan asli Bali,
bahkan dari luar negeri memberikan penjelasan tentang pura jauh menyimpang dari
sebenarnya, ironis memang. Para tour
guide hanya mengejar omzet perusahaannya, dan kurang tegasnya desa adat dan pengempon
pura menyebabkan leteh-nya tempat suci di tanah Bali. Penyebabnya antara lain,
banyaknya pujian dunia tentang tanah Bali yang membuat kita terlalu terbuai dan
terkesan hanya memanfaatkan moment itu guna mendatangkan uang, bukan sebaliknya
berusaha “menjaga kesucian warisan leluhur demi generasi nanti” ............
No comments:
Post a Comment