Tuesday, December 17, 2013

Kenyataannya memang turun





Terjadi di tanah Bali, di pulau sorganya para turis, konsep tri hita karana di tanah Bali mulai terasa pincang. Karena dari  tiga katagori, dua diantaranya mulai terasa tiada kompak ( tidak berjalan sesuai rencana/teori)  kedua  bagian itu adalah  pawongan/masyarakat  dan palemahan/alam, yang kini masih terasa kental dan nyata-nyata berdenyut Cuma parahyangan / hubungan manusia dengan Hyang Kuasa. Tiada terbantahkan ini adalah merupakan ancaman serius bagi Bali, khususnya “dunia pariwisata”. Lambat laun tanah Bali tidak akan masih tersohor karena kebudayaannya ( sebagian budaya yang ada telah sirna seiring zaman ).





Banyak bibir yang tersenyum sinis, karena perkataan petani menjadi soko guru  ekonomi di tanah Bali tidak sesuai kenyataan, dari tahun ke tahun jumlah petani di tanah Bali teruus berkurang. Maraknya alih fungsi lahan itulah penyebab utamanya, adakah suatu kebijakan yang tiada tepat?  Miris memang, karena pelestarian subak yang menjadi ciri khas tanah Bali ikut terancam. Rupanya perlu semacam suatu terobosan yang signifikan, karena amat dibutuhkan suatu keberanian yang bernyali dari para pimpinan daerah untuk membuat suatu aturan  (moratorium) alih fungsi lahan. Karena alih fungsi lahan adalah pemicu terbesar berkurangnya petani dan lahan pertanian di tanah Bali. Petani agar terlindungi, diberikan berbagai kemudahan dalam menjalankan aktivitas, tidak hanya perbaikan  infrastruktur / bantuan ke subak. Perlindungan hasil panen juga mesti dapat perhatian dengan demikian niscaya bangkitlah gairah para petani  untuk bertahan sebagai petani. ( penurunan jumlah petani di tanah Bali hampir di semua kabupaten di Bali, utamanya Buleleng. Sesuai dengan hasil sensus pertanian 2013 yang dirilis BPS.

Sumber  : Bali post  6 september 2013.

No comments:

Post a Comment