Guru adalah panutan, guru mesti ditiru dan digugu, guru
kencing berdiri murid kencing berlari, guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.
Demikian diantaranya kata-kata yang telah terumbar tentang seorang guru sang
pengajar. Seorang guru semestinya kreatif, inovatif, karena ditunut oleh zaman
yang kian berkembang pesat, kemajuan
tehnologi, segala sesuatu kini telah berubah menjadi serba instan
Sedangkan di pihak murid / siswa adalah memiliki cara
berfikir yang tematik. Contohnya ketika anak bertemu dengan air, dia tidak
berpikir air saja, tetapi untuk minum, mencuci, kehidupan tanaman atau yang
menyebabkan banjir. Jika ini diajarkan secara tematik yang benar oleh guru yang
punya kemampuan, pemahamannya menjadi konprehensif. Namun jika guru tidak
memiliki kemampuan, tematik akan menjadi persoalan serius bagi guru. Tidak
semua guru hebat, makanya seorang guru harus terus belajar disamping mesti
inovatif.
Kalau bagi pemerintah, selain kini guru telah tidak
dipercayai lagi hasil kerja kerasnya (bukti : dengan diberlakukannya aturan 20
paket soal di akhir tahun ajaran 2012/2013), sejatinya guru juga dianggap tidak
punya kemampuan akademis yang istimewa, terbukti dengan tidak berjalannya
Undang-Undang Guru dan Dosen pasal 14 ayat 1 (Ie) menyebutkan : guru berhak
ikut serta dalam pengambilan kebijakan. Hal itu juga dijabarkan dalam PP Nomor
74 tahun 2008 pasal 45 ayat 1 -5, yang
secara eksplisit menyebutkan guru berhak diajak serta dalam pengambilan kebijakan
di tingkat satuan pendidikan, tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.
Namun pada kenyataannya sering terjadi penguasa menganggap guru tidak memiliki
kemampuan akademis yang istimewa, amat sering tidak diajak dan tidak pula di
dengar.---
No comments:
Post a Comment