Tersebutlah seorang manusia yang memiliki kekuatan mata
bathin, dan dapat memancarkan kewibawaan rohani, serta memiliki kepekaan untuk
menerima aneka getaran gaib berpenampilan nan tenang serta penuh welas asih
disertai kemurnian lahir banthin dalam mengamalkan serta mengajarkan ajaran
agama, tidak terpengaruh oleh gelombang hidup suka maupun duka, beliau adalah
seorang guru. Sebut saja guru pengajian, pendidikan yang beliau berikan kepada
para muridnya berupa berbagai macam
pengetahuan baik yang bersifat fisik dan rohani tinggal pada suatu pesraman
dengan tiga murid/ siswa asuhannya. Bhagawan Domya, demikian dikenal nama
beliau di tataran ajaran Hindu khususnya tentang guru waktra.
Berguru tentang berbagai ilmu kepada Sang Bhagawan Domya
tidaklah mudah, yang jelas butuh persyaratan khusus yang mesti di lalui sebut saja sejenis
training di zaman batu akik ini. Ada tiga orang siswa asuh Sang Bhagawan : Sang
Arunika ( bertugas mengolah sebidang sawah), Sang Utamanyu ( pengembala lembu),
dan Sang Weda ( sebagai juru masak ). Dari ketiga siswa asuh Sang Bhagawan Sang
Wedalah yang paling sukses menyelesaikan tugas-tugasnya dan paling dahulu
mendapatkan pelajaran tentang aneka ilmu dari Sang Bhagawan diantaranya ilmu
itu ada ilmu tentang keagamaan khususnya pelajaran weda. Suka duka kedua siswa
asuh lainnya misalnya : Sang Utamanyu : dalam mengembalakan lembu dari pagi
hingga sore tidak pernah makan, hingga pada suatu saat laparnya tidak tertahan
lalu dia meminta nasi pada seseorang dan diketahui gurunya akhirnya diingatkan
agar tidak mengulangi lagi dan ia berjanji. Pada saat mengembala berikutnya,
perutnya terasa amat lapar, Sang Utamanyu ikut menyusu pada induk lembu,
berebutan dengan anak lembu, kembali hal itu di ketahui oleh Sang Bhagawan Domya
dan diperingati lagi kembali pula ia berjanji. Hingga pada suatu ketika kembali
rasa lapar Sang Utamanyu tidak tertahan,sampai-sampai ia memakan daun yang
mengandung racun yang menyebabkan kedua matanya buta. Saat perjalanan pulang ia
terperosok ke dalam sebuah sumur mati, sedangkan lembunya pulang ke kandang
sendirian. Dan gurunya segra mencarinya, diteketemukan di dalam sumur, lantas dinaikkan setelah
diobati barulah diberikan aneka ilmu
pengetahuan suci utamanya ajaran weda.
Kisah tentang murid yang lainnya yakni Sang Arunika, tugasnya
mengerjakan sebidang sawah. Sejatinya semua pekerjaannya dalam bertani itu
bagus hasilnya lumayan tapi pada suatu
ketika saat padinya tumbuh subur turunlah hujan kelewat lebatnya dan
banjirpun datang, banjir itu menghancurkan pematang-pematang sawah dan
menyebabkan banyak padi yang hanyut tergerus air. Sang Arunika berusaha sekuat
tenaga mengatasinya namun selalu gagal, hingga akhirnya ia sendiri merebahkan
dirinya sebagai pematang. Hingga sore dan malam tiba, Sang Arunika tidak pulang
ke pesraman, maka di cari oleh Sang guru dan ditemukan dalam keadaan tidak
berdaya. Atas kesetiaannya itu maka gurunya amat kagum, maka dibangunkanlah ia
dan mulai saat itu baru diberikan ilmu pengetahuan weda, ternyata hasilnya amat
memuaskan Sang Guru.
Sejatinya kutipan itu, merupakan suatu gambaran yang nyata
dimana seorang guru pengajian memiliki peran yang amat penting serta strategis
dalam tugasnya untuk melengkapi ajaran-ajaran kerohanian yang sebelumnya telah
di dapatkan dari Sang Guru Rupaka, utamanya dalam bidang ilmu pengetahuan demi
terciptanya generasi nan mumpuni berdasarkan atas sanyasa dan tyaga. # Sanyasa : melakukan karya tanpa didasari
oleh dorongan hawa nafsu rajah serta tamah.
## Tyaga ; bekerja tanpa pamrih
dan tidak akan pernah menyesal bila usahanya gagal, malah menjadi cambuk untuk
berusaha lebih giat lagi.
Sumber informasi : buku Agama Hindu SLTP kls 3, ganeca exact
th.2003.
No comments:
Post a Comment