Lantaran di sayang para Dewatalah, nusa kecil yang terletak
antara Selat Bali dan Selat Lombok itu dapat damai dari sejak nguni hingga
Nusantara memasuki zamannya batu akik.. Atas kehendakNya jua pada waktu yang
telah ditentukan dahulu sekelompok orang suci dari tanah Jawi menyebrangi
segara Rupek melaksanakan misi keagamaannya, dan sukses. Jumlah mereka ada
empat orang, Sang Catur Sanak demikian disebut diantaranya : Mpu Gnijaya, Mpu
Semeru, Mpu Ghana, dan Mpu Kuturan (Mpu yang terpopuler diantara mereka
berempat). Tidaklah terlalu salah jika dikatakan kedatangan para Mpu itu dengan misinya adalah karena
juga saking sayangnya Hyang Widhi kepada tanah Bali beserta para pemujaNya. Sejatinya dari sejak dahulu katakanlah era
Bali Mula bahkan jauh sebelumnya para penduduk tanah Bali telah memujaNya atau
dengan kata lain penduduk tanah Bali itu
bukan atheis, hanya saja tatanan
keagamaan dan masyarakatnya belum dapat dikatakan teratur/tertib/tertata.
Merupakan suatu hal yang tiada terbantah, dengan kedatangan
Sang Catur Sanak ke tanah Bali telah melahirkan perubahan besar dalam tata
keagamaan,dan kehidupan masyarakat tanah
Bali. Tata tertib telah berhasil mereka susun,
misalnya tata tertib desa, lagi pula berbagai jenis pura telah mereka
dirikan ( Kahyangan Tiga dan Sad Kahyangan ). Di era itulah telah diciptakan
yang namanya usana bali, yang memuat tentang aturan/tata cara upacara
keagamaan. Pura terbesar ditanah Bali Besakih, juga berhasil diperluas atas
jasa Mpu Kuturan, adanya pelinggih meru juga atas jasa mpu yang satu ini. Yang
namanya desa pakraman di tanah Bali juga telah ada di zamannya Mpu
Kuturan, desa pakraman itu hingga kini
terkait erat dengan parahyangan, palemahan (unsur wilayah teritorial), dan
unsur manusia (pawongan). Selanjutnya demi menjaga ketentraman, dan keselamatan
masyarakat Bali Mpu Kuturan membuat dan menyempurnakan kahyangan jagat yang
kesemuanya ada delapan. Kedelapan kahyangan itu : pura Besakih, Lempuyang,
Andakasa, Goa Lawah, Batukaru, Beratan, Batur, dan Uluwatu.
Khusus tentang Mpu Kuturan, yang sedemikian besar jasanya
bagi masyarakat Bali dan keturunannya, konon beliau mendatangi tanah Bali dengan
mengendarai seekor menjangan. Atas pertimbangan itu pula demi menghormati /
menghargai jasa besarnya maka dibuatkanlah pelinggih khusus untuk Beliau
berbentuk manjangan salwang. Mungkin
karena semua orang bebas berpendapat maka, diantara kesekian masyarakat tanah
Bali ada yang menganggap/berpendapat bahwa manjangan salwang berarti balai yang
panjang dan luas ( manjangan = panjang, salu bermakna balai/wang berarti luas).
Sehingga kata manjangan salwang diartikan
sebagai lambang sebuah balai yang panjang dan luas, tempat para dewa
mengadakan pertemuan/paruman/pesamuan agung.
catatan : manjangan salwang / manjangan saluang / menjangan saluang
catatan : manjangan salwang / manjangan saluang / menjangan saluang
Sumber bacaan : buku babad pasek ‘Jro Mangku Gde Ketut Soebandi’
No comments:
Post a Comment