Sejatinya keinginan untuk mendapatkan
kesenangan telah diberikan kepadamu oleh para Dewa karena yadnyamu, sedangkan
mereka yang telah memperoleh kesenangan tanpa memberi yadnya sesungguhnya
adalah pencuri.
Dari beberapa agama yang secara resmi diakui keberadaannya di wilayah NKRI dan secara otomatis mendapatkan perlindungan dari pemerintah RI, agama Hindulah yang paling lain caranya mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, dikarenakan ada sejenis alat bantu yang nyata-nyata sebagai penambah khasanah budaya Nusantara. Dikatakan sebagai penambah khasanah budaya, karena alat itu diciptakan berdasarkan buah pemikiran yang lengkap dan bersih maka akhirnya terciptalah alat bantu yang disebut banten. Banten itu nyata-nyata berwujud indah, rapi, meriah, juga unik dengan aneka simbol-simbolnya yang senantiasa pembuatannya diawali dengan pemikiran nan bersih, tulus, serta suci.
salah satu jenis banten Hindu Bali |
salah satu jenis banten Hindu Bali |
Khususnya di tanah Bali yang mana merupakan Majapahit yang terakhir, banten itu berarti/mapiteges (bhs.Bali) pakahyunan/pemikiran yang lengkap dan terang.
Dari kesekian jenis rangkaian upacara keagamaan yang dilaksanakan oleh umat
Hindu, khususnya Hindu Bali diantara jenis-jenis banten yang diperlukan/dipakai
salah satunya ada yang bernama banten pejati. Banten yang satu ini tepatnya
adalah sebagai alat untuk mempermaklumkan tentang kesungguhan hati para umat
Hindu yang hendak melaksanakan suatu upacara dengan dipersaksikan kehadapanNya.
Tidak sedikit diantara cendekiawan Hindu yang mengartikan pejati berasal dari
kata “jati” memperoleh awalan “pe” , jadilah pejati. Kata ini merupakan
perbendaharaan katanya bahasa Bali, jati
artinya sungguh-sungguh / benar-benar. Banten pejati itu adalah sekelompok
banten orang Hindu Bali bilang “asoroh” , dipakai untuk menyatakan rasa
kesungguhan hati kehadapan Hyang Widhi, akan melaksanakan suatu upacara dan
mohon dipersaksikan dengan tujuan agar memperoleh keselamatan dan dimudahkan
rezeki. Banten Pejati itu terdiri dari ; daksina, peras, ajuman, dan ketipat kelan.
Kenapa setiap umat Hindu mendekatkan diri/ berhubungan
denganNya senantiasa berserana banten atau paling tidak memakai canang sari? Karena,
dikalangan umat Hindu banten itu juga diartikan sebagai wali, tepatnya kata
wali identik dengan wakil. Yang namanya
banten oleh umat Hindu dalam setiap prosesi keagamaan dipakai sebagai wakil /
perantara untuk mendekatkan diri kepada yang dipuja atau yang dimuliakan.
Dilain pihak banten itu juga merupakan persembahan / korban suci kepadaNya,
para umat Hindu punya keyakinan jika memohon mesti ada persembahan. Sesuatu hal
yang mustahil kiranya terjadi bila kita sebagai umatNya hanya memohon dan
memuja keagunganNya semata tanpa ada persembahan/imbalan, logis saja.-
Banten itu sangat
artistik, penuh makna dan langsung diambil dari unsur-unsur alam.
Daksina,
Daksina merupakan salah satu bagian
dalam banten Pejati, disamping Peras, Ajuman dan Tipat Kelanan/Tipat Kelan. Dengan
bagian-bagiannya sebagai berikut ;
1). Serembeng, Bebedogan atau Wakul
Daksina, adalah perlambang ”Bumi” atau ”Dunia”.
2). Tampak dara/tapak liman, atau Swastika, adalah perlambang Rwabhineda, atau ”keseimbangan”, atau ”siang dan malam”.
3). Porosan, merupakan lambang ”saling asih” atau subhakti, suweca.
4). Beras melambangkan ;Bayu, Akasa, atau ”kekuatan”.
5). Kelapa ( ada berupa nyuh gundul dan nyuh tadtadan) melambangkan Sanghyang Raditya, atau ”Matahari”.
6). Telur mentah, perlambang Sanghyang Candra, atau ”Bulan”.
7). Kemiri, melambangkan ”Bintang” atau ”Trenggana”
8). Buah Pangi, symbol/melambangkan ”segara” atau ”laut”, atau ”pengeleburan”.
9). Pelawa Peselan, perlambang Sanghyang Sangkara, yaitu Dewanya tumbuh-tumbuhan.
10). Gantusan, perlambang jiwatma (rokh/Atma).
1 1. Pis Bolong, perlambang ”Sunia” atu ”kosong”, Embang.
12). Benang Putih atau ”Benang Tukelan”, melambangkan Sanghyang Akasa atau ”embun”.
13. Canang Sari, melambangkan para Dewa.
2). Tampak dara/tapak liman, atau Swastika, adalah perlambang Rwabhineda, atau ”keseimbangan”, atau ”siang dan malam”.
3). Porosan, merupakan lambang ”saling asih” atau subhakti, suweca.
4). Beras melambangkan ;Bayu, Akasa, atau ”kekuatan”.
5). Kelapa ( ada berupa nyuh gundul dan nyuh tadtadan) melambangkan Sanghyang Raditya, atau ”Matahari”.
6). Telur mentah, perlambang Sanghyang Candra, atau ”Bulan”.
7). Kemiri, melambangkan ”Bintang” atau ”Trenggana”
8). Buah Pangi, symbol/melambangkan ”segara” atau ”laut”, atau ”pengeleburan”.
9). Pelawa Peselan, perlambang Sanghyang Sangkara, yaitu Dewanya tumbuh-tumbuhan.
10). Gantusan, perlambang jiwatma (rokh/Atma).
1 1. Pis Bolong, perlambang ”Sunia” atu ”kosong”, Embang.
12). Benang Putih atau ”Benang Tukelan”, melambangkan Sanghyang Akasa atau ”embun”.
13. Canang Sari, melambangkan para Dewa.
Dengan demikian daksina itu sejatinya
merupakan melambangkan/simbul ”alam semesta”, atau merupakan ”tapakan” atau
”palinggih”, atau sthana Ida Sanghyang Widhi Wasa saat dipuja, Astungkara.-
No comments:
Post a Comment